Prolog

92 43 52
                                    

     Malam ini kusandarkan bahuku ke dinding rumah yang catnya mulai terkelupas. Tak jarang pula kesunyian pecah karena suara jangkrik menemani malamku yang hening. Rembulan terlihat jelas di langit atas. Diikuti para bintang yang juga ikut menabur kilau di sekelilingnya.

Aku tersenyum lebar tatkala angin sepoi berhembus melewati leherku diikuti rambutku yang ikut melambai. Geli rasanya jika rasanya hal itu akan terjadi lagi.

"An, masuk yuk udah malem nih. Di luar dingin lho!" Ujar Mama yang ternyata sudah berdiri di sampingku.

Aku menoleh.

Parasnya masih terlihat awet muda walau umurnya kini sudah berkepala tiga. Tatapannya tertumbuk dengan sesuatu yang ada digenggamanku.

"Apaan tuh?" Tanya Mama kepo. Refleks langsung kusembunyikan kertas berwarna hijau teh itu dibalik punggungku yang sudah pasti menambah insting penasaran Mama bertambah.

"Kertas." Jawabku singkat. Malas rasanya jika beliau masih bersikukuh keras untuk melanjutkan wawancara dadakan yang bahkan tak kuketahui tujuannya.

Mama yang mendengar itu hanya mengangguk-anggukan kepala lalu berjalan masuk kedalam rumah meninggalkanku sendiri di teras rumah yang masih asyik menatap keajaiban di langit malam sana.

Setelah merasa aman, aku membaca kertas itu dalam diam.

And don't forget for smile :)


Tanpa disuruh pun aku sudah tersenyum lebar tiap kali membaca kalimat sederhana itu yang tertulis di kertas hijau yang kupegang.

"I miss you." Kalimat itu terlontar begitu saja tanpa kusadar. Jika seandainya disini ada 'dia', mungkin aku akan segera menambah kalimat lelucon dilanjutan kalimatku tadi. Yah, karena dia belum ada jadi sekarang kalimat itu bisa aku nikmati dengan tenang walau hanya sesaat.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Yeayy this is my first story guys! Mohon maaf apa bila masih banyak kekurangan disana-disini tapi semoga kalian berkenan baca ceritaku ya....

Don't forget for like and comment♡

Biru Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang