Cheza. Anak baru di sekolah swasta terkenal di kota Bontang. Dia pindahan dari kota Samarinda. Cheza duduk di kelas dua Sekolah Menengah Pertama.
"Eh, ada anak baru," ucap Elphin.
Cheza lewat di depan sekumpulan anak perempuan tukang palak, penggosip serta pecinta seni. Cheza berambut pendek ala dora dan bertubuh pendek dan gendut lewat di hadapan mereka.
"Woy anak baru, bagi duit!" teriak Dina.
"Oh, kamu mau duit. Bentar ya," jawab Cheza sambil merogoh saku bajunya.
"Nih." Cheza memberikan dua lembar berwarna merah lalu berlalu dengan senyum manisnya.
"Gile. Anak tajir! Kalah kamu, Phin." ucap Ninta sambil terkekeh.
"Oh ya, dengar-dengar selain tajir, dia juga pintar. Cheza gampang di manfaatin. Kejar phin, dekatin dia." ucap Bella mengompori Elphin.
Elphin cewek tomboy berparas hitam manis dan berambut panjang senang iseng menggoda dan mengejek Cheza.
"Cheza gendut! Sini dong."
Tiba-tiba Cheza jatuh terpeleset kulit pisang akibat ulah Elphin.
Buk! Semua murid melihat kejadian itu, tertawa terpingkal-pingkal. Sahabat Cheza yang bernama Tifa, menarik tangan Cheza untuk membantunya berdiri.
"Keterlaluan kamu, Phin!"kata Tifa.
Akhirnya, Tifa membawa Cheza ke UKS, karena ada luka di lututnya.
"Chez, kenapa sih kamu diam saja?" tanya Tifa saat mereka berada di UKS.
"Biarkan saja, Fa. Toh, ini cuma terpeleset." jawab Cheza.
"Elphin and the gank memang keterlaluan. Ini sudah kesekian kalinya, mereka mengganggu kamu. Dari mencontek tugas, malak uang, nge-bully. Apa sih yang mereka mau?"
Saat kenaikan kelas, lagi-lagi Elphin dan Cheza dipersatukan. Kali ini Elphin sendiri tanpa teman-temannya. Cheza melemparkan senyum ke arah Elphin. Elphin memandang sinis ke arah Cheza.
"Hai, phin. Kita satu kelas lagi," sapa Cheza.
"Hm." jawab Elphin.
Cheza selalu baik kepada setiap orang. Walau Elphin selalu jahat kepadanya, dia selalu bersikap ramah. Baginya, memaafkan adalah cara untuk mendamaikan hati.
Hanya tersisa satu meja. Terpaksa Elphin dan Cheza duduk sebangku.
Karena Cheza orang baik, tidak menjadi masalah baginya. Berbeda dengan Elphin, dia selalu gusar. Ketidaksukaannya pada Cheza semakin menjadi.
"Cheza, aku pinjam buku catatanmu,"tiba-tiba saja Elphin mengambil buku itu dengan cepat.
"Jangan! Bukan yang itu."
Elphin tahu, buku yang sedang di rebut olehnya adalah diary Cheza. Elphin sering melihat Cheza menulis buku itu di taman belakang sekolah.
Terlambat! Cheza tidak dapat meraih buku itu kembali.
Elphin membaca satu per satu halaman diary itu, kalimat-kalimat yang tertulis di setiap lembaran, terangkai kata-kata indah. Ada satu bagian Cheza menulis tentang Elphin. Bahwa Cheza sangat mencintai Elphin sebagai sahabat. Cheza ingin permusuhan ini segera di selesaikan. Hatinya merasa tidak nyaman, jika ada sesuatu yang mengganjal. Nilai mata pelajarannya juga semakin turun.
Hati Elphin yang sekeras es kutub utara, lama-lama mencair setelah membaca curhatan Cheza.
"Chez, maafkan Aku,"kata Elphin sembari memeluk tubuh Cheza.
"Kamu membaca buku diaryku. Itu jahat, phin!"
"Aku tahu. Maukah kamu memaafkanku?" Elphin memohon penuh harap.
"Aku iri padamu, Chez. Kamu punya segalanya. Teman baik, harta berlimpah, otak encer."
"Sst ... kamu enggak boleh ngomong begitu. Itu artinya kamu tidak mensyukuri nikmat Tuhan. Percayalah. Aku selalu menjadi sahabat baik untukmu."
"Elphin sayang, saat pertama kali kamu nge-bully, aku sudah jauh memaafkanmu."balas Cheza dengan memeluk erat Elphin.
"By the way, bisakah kamu membantuku mengerjakan tugas seni rupa? Aku tidak dapat menggambar."canda Cheza.
Hahaha mereka berdua tertawa hingga sekelilingnya memandang penuh takjub.