"Terjadilah pertempuran antara kedua kerajaan tersebut yang berlangsung bertahun-tahun lamanya. Ta-mat," Putri Adelene mengkahiri ceritanya sambil menutup buku dan tersenyum.
Ia menunduk, menatap kedua adiknya yang duduk bersila di lantai yang beralaskan karpet. Mereka tampaknya masih mencerna dongeng yang diceritakan oleh kakak mereka. Tampak dari binar mata mereka yang menatap Adelene tanpa berkedip sedikit pun.
Putri Adonica mengerjapkan matanya beberapa kali. Mulutnya terbuka sedikit. Kemudian tertutup, kemudian terbuka lagi. Ia bingung, sangat bingung.
"Eeee, Adelene?" ujarnya pelan.
"Ya?" jawab Adelene sambil berdiri dan berjalan meletakkan buku dongeng tadi di rak.
"Kerajaan Alfred, bukankah itu kerajaan kita?" tanya Adonica seraya menyusul Adelene, disambut oleh anggukan Pangeran Victor, yang lebih tua setahun dari Putri Adonica.
"Iya. Lalu kenapa?" jawab sekaligus pertanyaan yang dilontarkan Adelene. Ia kemudian berjalan ke tempat tidur dan duduk di sana. Adonica dan Victor pun duduk di sampingnya.
Adonica menggeleng pelan. Adelene yang dapat membaca raut khawatir adik bungsunya itu pun bertanya "Kamu takut bahwa dongeng itu nyata?"
Adonica mengangguk dengan takut. "Tidak apa, Adonica. Ada aku yang selalu melindungimu," tutur Victor yang membuat Adelene terkejut. Kata-kata itu terdengar sangat dewasa untuk anak seumur Victor.
"Benarkah?" Adonica memastikan.
Victor mengangguk yakin lalu mengulurkan jari kelingkingnya ke Adonica. Mereka saling mengaitkan kelingking, membuat pinky promise. Adelene mengulum senyum melihat tingkah adik-adiknya.
"Itu hanya dongeng, Adonica, Victor. Sebaiknya kalian tidak memercayainya," jelas Adelene.
"Begitu?" tanya Adonica. Adelene mengangguk meyakinkan.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian mereka. "Masuk!" ujar Adelene dengan suara yang ditinggikan.
Pintu pun dibuka dan muncullah Jeslyn, pelayan pribadi Putri Adelene. "Putri, Pangeran, saatnya makan malam. Kalian ditunggu oleh Raja dan Ratu," kata Jeslyn.
"Baiklah, kami akan segera ke sana,"
Jeslyn membungkukkan badannya lalu keluar dari kamar Adelene. "Ayo!" ujar Adelene mengajak adik-adiknya keluar.
**
Raja Alexander terkekeh melihat kedua anaknya yang masih kecil kesusahan menaiki kursi. Ia pun bangkit dari duduknya, berinisiatif membantu mereka duduk.
"Terima kasih, Ayah!" kata Adonica dan Victor serempak setelah mereka duduk dengan sempurna di kursi.
Baru saja Raja duduk di kursi, terdengar suara Victor memanggilnya. "Ayah, Ayah!"
"Iya? Kenapa, Victor?" tanya Raja.
"Aku dan Adonica baru saja mendengar dongeng dari Adelene!" jawabnya semangat.
"Oh, ya? Dongeng tentang apa?"
"Iya, Ayah! Dongeng tentang air terjun yang dapat mengobati sayap yang terluka!" kini Adonica yang berbicara.
"Air terjun?" Raja tampak berpikir, sepertinya ia juga pernah mendengar dongeng ini.
"Iya! Air terjun," jawab Adonica bersemangat.
"Oh, iya. Adelene, apakah air terjun itu dapat menumbuhkan sayap untuk peri yang masih kecil?" tanya Victor
Adelene yang sedari tadi hanya diam mendengarkan percakapan ayah dan adik-adiknya pun akhirnya bersuara. "Menurut ceritanya, air terjun tersebut hanya bisa mengobati sayap yang patah. Dan sudak kubilang bukan, dongeng itu tidak untuk dipercaya?"
Ratu Alfonsa terkekeh. "Apa yang dikatakan Adelene benar. Dongeng itu hanyalah sebuah cerita, jadi tidak usah kalian percaya," ucapnya lembut.
"Yaaaah, setelah mendengar ceritanya, aku berharap air terjun itu benar-benar ada," Adonica menghela nafas kecewa.
"Aku juga. Tetapi aku tidak berharap kalau Kerajaan Elwood juga benar-benar ada," sambung Victor.
"Sudah, anak-anak. Waktunya makan malam," Ratu mengakhiri percakapan tentang dongeng itu. Beberapa saat kemudian mereka menyantap makanan yang telah dihidangkan.
Tetapi, Raja Alexander tidak konsentrasi. Pikirannya terfokus pada sebuah objek.
Kerajaan Elwood?