"Kamu harus tau, kenapa aku mutusin ini untuk hubungan kita. Aku nggak mau kamu sakit, sakit hati saat kamu mulai ngerasa kalau aku nggak perhatian lagi sama kamu, aku cuek sama kamu, dan kamu bakalan ngerasa bosan nunggu kabar dari aku nantinya, ka...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Malam ini, langit korea tersenyum, memancarkan sinar dari jutaan bintang, kota pun juga ikut tersenyum, memancarkan sinar dari ribuan cahaya dari, lampu penduduk. Aku bukan jutaan bintang, aku juga bukan kota korea yang saat ini sedang tersenyum. Aku merenung sendiri di sini, di sebuah balkon apartemen. Aku sedang rindu, merindukan bintang jatuh dan aku ingin menahannya. Menahannya agar bintang itu berhenti, untuk menyinariku dan menemani kesunyianku di sini, dan juga membuatku tersenyum bagaikan langit juga kota. Angin malam tiba, menerobos pakaian hangatku, berbisik menyuruhku untuk masuk. Belum... Aku belum mau masuk, sebelum langit dan kota merasakan kesunyianku.
Flashback On
"Kamu boleh marah sama aku, kamu juga boleh membenciku, sekarang! Aku akui kalau aku pria yang nggak sama sekali menepati janjiku dulu, aku egois aku juga munafik, aku sadar itu. Tapi aku mohon jangan menangisi aku, karena aku tidak pantas untuk di tangisi" lelaki bertumbuh jangkung itu memegang erat tangan Maudy, dan menatap matanya penuh dengan harapan.
"kamu harus tau, aku di lahirkan menjadi seorang perempuan yang notabennya akan menangis kalau seseorang yang di sayangi gitu aja mutusin untuk berpisah" batin Maudy sambil terus berusaha tegar.
"Aku yakin kita bisa" seru sang lelaki sambil mengusap tangan Maudy lembut, dengan di sertai senyuman. "I-iya--" jawab Maudy sedikit terbatah, ia juga langsung menundukan kepalanya mencoba tidak menatap wajah lelaki itu, ia sadar ia akan menangis nantinya kalau ia harus berlama lama menatapnya.
"Kamu harus tau, kenapa aku mutusin ini untuk hubungan kita. Aku nggak mau kamu sakit, sakit hati saat kamu mulai ngerasa kalau aku nggak perhatian lagi sama kamu, aku cuek sama kamu, dan kamu bakalan ngerasa bosan nunggu kabar dari aku nantinya, kamu harus tau kalau nantinya kita terus lanjutin hubungan ini mungkin juga nggak bakalan awet, yah... nggak bakalan awet karena kita jarang berkomunikasi satu sama lain, karena nantinya aku bakalan sibuk, dan kamu juga akan ngerasa kalau hubungan kita nanti bakalan kayak waktu tengah malam, sunyi, sepi dan nggak kayak ada lagi kehidupan." lelaki itu mencoba menjelaskan tentang hubungannya nanti, dimana resikonya kalau mereka harus terus melanjutkan hubungan. Lelaki tampan itu juga berharap sang gadis mengerti dengan posisinya yang saat ini benar benar sedang berada di ambang kebingungan juga resah. Ia lalu melepaskan genggaman nya, dan mengalihkan tangannya kewajah Maudy, mengangkat wajahnya agar tidak menunduk "Aku yakin ini jadi yang terbaik untuk kita."
"hai! Kamu nangis? Aku kan udah bilang sama kamu, jangan nangis." serunya dengan di sertai tawa kecil yang sedikit mengejek. "Kita masih bisa ketemu kok nanti, tapi--" lanjutnya tak sanggup melanjutkan ucapannya, wajahnya pun berubah menjadi datar. "Tapi bukan sebagai sepasang kekasih melainkan orang biasa." lanjut Maudy melanjutkan ucapan sang lelaki yang terpotong barusan, Lelaki tampan dengan berpakaian staylis itu mendengus dan tersenyum tipis, ia menatap sang gadis "Kita bisa ketemu jadi sahabat kok, iyah sahabat kitakan udah sama sama tau sifat kita, jadi nggak salahkan jadi sahabat. Kamu kan yang bilang dulu, kalau kamu nggak mau punya mantan yang nantinya jadi musuh." ia tersenyum sambil menepuk pundak Maudy. "kata kamu itu bener, mantan kalo jadi musuh itu malah bikin dosa, dia bakalan benci sama kita terus nggak taunya dia bongkar tentang kejelekan kita" Lanjutnya dengan pembawaan santai juga di sertai tawa kecil.