Cuaca hari ini tampak dingin dan membeku, salju sudah turun sejak awal bulan Desember. Butiran putihnya menutupi permukaan bumi yang hebatnya membuat pemandangan semakin indah. Cuaca yang tidak terlalu bagus namun tidak terlalu buruk juga.
Tapi sepertinya untuk pemuda usia 23 tahun ini harus merasa cukup sial di bulan Desember tahun ini. Ditambah saat tepat di hari ulang tahunnya; ia mendapat flu dan demam, membuat tubuhnya merasa tidak nyaman ditambah cuaca semakin dingin menusuk.
Kim Taehyung si pemuda asal dan kelahiran Daegu itu di bulan Desember saat salju turun di hari ulang tahunnya harus menderita sendirian di dalam kamar apartementnya tanpa seorang pun yang menemani maupun merawartnya. Taehyun kembali merutuk keputasannya yang memilih tinggal sendiri di kosan ketimbang harus tinggal bersama orang lain. Salahkan kepelitannya yang anti berbagai kamar maupun ruang.
Suara bel apartementnya membuat Taehyung berdecak malas. Berusaha bangkit dari kelumunan selimut di depan teve yang menyala. Kepalanya sedikit pening namun pilek dan batuknya sudah mulai reda meski tubuhnya masih terasa panas.
Bel terdengar terus ditekan berulang-ulang, dengan fasih ia mengumpat sebisanya pada orang yang melakukan perbuatan keji tersebut. Hingga pintu terbuka, menampakkan dua orang dengan salah satu wajah yang sangat ia benci saat ini.
"Keparat! Untuk apa kau kemari?" tanyanya dengan suara serak dan berat, tak mempedulikan sopan satunnya pada tamu—karena baginya orang di hadapannya dengan senyum bangsatnya bukan tamunya melainkan pengganggu ulung.
"Dasar idiot. Selamat bertambah pendek umur yaw!" ucap orang itu yang katanya adalah sahabat sehidupnya—ya, mereka memiliki cara pengucapan sesama yang berbeda dari yang lain.
Taehyung hanya mengangguk, membenarkan letak selimut di punggungnya. Hidungnya sedikit memerah sementara kedua matanya sedikit sayu karena suhu tubuhnya. Jimin—nama sahabatnya, seketika menatapnya dengan terheran.
"Sakit, Bro?"
"Tidak. Sedang tidak sehat saja."
Lalu tawa cempereng terdenger dari mulut sahabatnya. Taehyung mendengus malas; memangnya apa yang lucu dari perkataannya barusan? Apa memang Park Jimin terlalu rendah selera humornya?
"Biarkan kami masuk. Salju semakin dingin."
"Sejak kapan salju hangat?"
Kemudian tawa Jimin terdengar kembali. Taehyung tak perlu khawatir mendengarnya—tidak, sahabatnya tidak menderita gangguan jiwa maupun mental. Tapi memang begitu wataknya.
Dan kini mereka bertiga berada di dapur karena di sana terdapat meja serba guna yang muat untuk empat orang. Di tengah-tengah mereka terdapat kue dengan lilin yang berbentuk angka 30 yang menyala di ujungnya.
"Bangsat! Setua itukah umurku?" Taehyung menatap tidak percaya ke arah lilin di hadapannya.
Tanpa sadar hal itu membuat orang ketiga di antara mereka tertawa pelan; tawa yang manis dan menggemaskan, hanya saja Taehyung lewatkan.
"Lilin angka duanya habis bung. Jadi kubeli saja tiga dan nol," terang Jimin lalu tersenyum—secara menyebalkan bagi Taehyung.
Tak ada nyanyian ulang tahun pada umumnya karena Taehyung menolak itu. Ia bukan anak di bawah umur lagi, yang ada hanya doa yang terdengar bukan seperti doa namun nyatanya hati mereka tulus. Kemudian dilanjutkan dengan meniup lilin dan pemotongan kue.
Kue yang enak, sebuah red velvet yang bertaburkan cream dan potongan keju yang tidak terlalu asin namun manis. Taehyung tengah melahap kue merah itu, hingga, sorotnya mendapati seseorang di sebelah Jimin yang ikut menikmati kue.
KAMU SEDANG MEMBACA
kein Fremder✔ [TAEKOOK]
Fanfiction[COMPLETED] Di hari ulang tahunnya, Taehyung harus tinggal bersama seorang pemuda asing untuk melakukan seks. Hei, ini cukup gila, apalagi mengingat mereka baru saling kenal. Namun, pesona yang orang itu miliki membuat Taehyung tidak berdaya. [!] al...