Morning Star

623 75 9
                                    


Sudah lebih dari sebulan Seungwan berada di Villa besar itu. Sudah sebulan itu juga ia merasa bosan, bukan kenapa-kenapa, hanya saja Suga meminta dirinya untuk tidak bekerja terlebih dahulu. Suga memaksa Seungwan untuk tetap tinggal di Villa. Bahkan Kakek dan Suho menyetujui keputusan Suga. Kesehatan Seungwan menjadi prioritas utama Keluarga Min.

Seungwan sudah berkali-kali membujuk Suga untuk bisa pergi keluar, atau sekedar berjalan-jalan, Suga tetap keras kepala. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk bila Seungwan pergi tanpa ditemani olehnya. Seperti siang ini, Suga harus balik ke Seoul, ada beberapa pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan tanpa kehadirannya di kantor. Suga merasa keberatan bila harus meninggalkan Seungwan seorang diri. Karena itu ia meminta Jimin untuk mengantarkan Seulgi ke Villa, menemani istrinya untuk beberapa hari ke depan.

"Seulgi, aku bosan. Kita jalan-jalan yuk?," ucap Seungwan menunjuk jalan di depan Villa mereka.

"Tapi Suga menyuruh kita untuk berada di Villa,".

"Ayolaaahhh. Kapan lagi kita bisa berjalan-jalan. Kamu ngak tahu apa aku bisa mati kebosanan disini. Suga terlalu over protektif terhadapku," bujuknya merayu sahabatnya itu.

"Baiklah, kamu tahu kan aku ngak bisa nolak ajakanmu," jawab Seulgi mengedipkan sebelah matanya.

Dua gadis itu berjalan perlahan sambil bergandengan tangan. Jalanan yang licin dan menurun, memaksa mereka untuk lebih berhati-hati. Ranting dan pucuk dedaunan menutupi langit-langit jalanan itu. Tawa dan canda kedua gadis itu memenuhi udara di sekitar mereka.

Udara yang lembab menambah dingin di sekujur mereka. Sudah lebih dari 30 menit mereka berjalan. Tidak satu orang pun yang mereka jumpai. Memang tidak banyak Villa di sekeliling mereka. Bisa dihitung dengan jari. Seungwan dan Seulgi terus berjalan mendekati hutan.

"Eh, kita balik aja yuk," saran Seulgi. Bulu kuduknya merinding melihat semak belukar yang sudah meninggi di sekitar mereka.

"Ayolah Seul, kapan lagi kita kayak gini. Di Seoul kan ngak ada yang seperti ini," bujuk rayu Seungwan menggoyahkan ketakutan Seulgi. Berdua, mereka memasuki Hutan itu. Benar sekali, hutan itu tampak sangat indah. Banyak pohon, ilalang dan bunga yang belum pernah mereka jumpai. Ketakutan yang tadi melanda diri mereka seakan terhapus oleh keindahan yang terbentang di mata mereka.

"Arrgggh," sebuah suara mengejutkan mereka. Seungwan dan Seulgi segera mencari asal sumber suara itu. Mendapati seorang Kakek tua terduduk dengan kaki yang terkilir.

"Kakek tidak apa-apa?," tanya Seungwan menghampiri Kakek tersebut tergesa-gesa. Seulgi pun segera mengikuti Seungwan.

"Ah, sepertinya kaki Kakek terkilir. Bisa Kakek minta tolong?,".

"Iya kek, apa yang bisa kami bantu," tanya Seulgi menatap beberapa barang bawaan Kakek itu yang berserakan.

"Bisa kalian membantu Kakek membawakan beberapa bawaan kakek. Rumah Kakek tidak terlalu jauh dari sini," ucap Kakek itu sambil menahan sakit.

"Tentu Kek. Kami senang bisa membantu," Seungwan segera mengambil beberapa barang yang dapat ia bawa sebisanya. Seulgi pun begitu, hatinya tergerak membantu Kakek tersebut.

Mereka mengikuti Kakek tersebut berjalan keluar dari hutan. Terkejut, rumah Kakek itu sebesar Villa yang mereka tempati, bahkan halamannya lebih luas, dipenuhi berbagai bunga.

"Kalau Summer, halaman ini Kakek tanami Bunga matahari. Nyonya sangat menyukai bunga matahari," ujarnya menceritakan perihal halamannya yang sebagian kecil terlihat kosong.

"Memangnya Kakek disini tinggal dengan siapa?," tanya Seulgi melihat rumah yang luas itu terlihat kosong dari luar.

"Dengan istri Kakek. Nanti kakek kenalkan. Ayo masuk dulu. Barang-barangnya ditaruh aja di sudut teras," Kakek membantu Seungwan dan Seulgi menaruh barang bawaan mereka.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 15, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Little FirefliesWhere stories live. Discover now