Bagian 11✔

5 1 0
                                    

Setelah beberapa menit keheningan, disana Cameron susah payah pake bajunya, otak gue nyuruh gue buat bantuin, nggak tega liat mukanya yang memerah akibat nahan rasa sakitnya. Tapi nyali gue terlalu takut untuk lakuin itu.

Dan akhirnya gue memilih diem di sofa, nggak bantuin dia pake bajunya, hingga kancingnya gangsir. Dia nggak pake jasnya, dia pungut jasnya yang tergeletak di sebelah gue dan bersiap pergi sebelum suara pak Marcuss menginterupsinya.

"Mau kemana kamu Alexander?"

"Masih ada lagi?" tanyanya datar.

"Kamu di skors selama 9 hari efektif"
Gue terbelalak, 9 hari? Shit! Itu lama banget.

"Kuverton, kau 7 hari" sialan! Bahkan 7 hari aja nggak lebih baik dari 9 hari, sama aja.

"Akan ku kabari orang tua kalian setelah ini"

Mampus lah

Cameron nggak ngerespon, dia lebih memilih keluar ruang BK dengan wajah garangnya.

Gue pun juga pamit keluar, ngekorin Cameron, gue tau dia kesakitan, gue nggak bakal belain siapa-siapa disini, karena menurut gue emang sama-sama salah.

"Cam, lo nggak papa?" jujur, ini kali pertama ngeliat dia diem, kaya aneh aja.

Dia terus jalan, nggak ngerespon pertanyaan dari gue.

"Kancing baju lo gangsir tuh" dia nggak peduliin hal itu
"Guebantuinsini" gue ngomong cepet seolah nge rap karena langkahnya yang semakin cepat, gue asumsi in dia berusaha jauh dari gue, dan entah mengapa ini bukan hal yang gue suka. No no. Jangan nuduh gue jatuh cinta sama dia, karena gue nggak gampang jatuh cinta. Alasan gue peduli karena gue nggak tega liat dia kaya gitu.

Stupid feelings.

Siapasih yang nggak kasian, ada orang di depan lo sendiri yang di pukulin pake penggaris kayu, dan dia ngelakuin itu dengan jumlah yang nggak sedikit.

Ah karma abis nge bully Agra kali Bel

Suara batin gue nyelonong nginterupsi.

Cameron berhenti mendadak, gue juga auto stop dengan nafas yang lumayan banter.

Dia noleh ke gue, wajahnya mengeras dengan ekspresi garang yang dia tunjukkan, gue mengharapkan akan ada serentetan kata kasar atau sejenisnya, but i'll took that, that's the impact for what I got.

"Ini semua akibat ulah lo!" not a bad word actually, but, I took that as it since he accused me for what I didn't do.
Gue kan berusaha baik sama dia, kenapa sekarang malah gue disalahin

"Salah gue? Bukannya lo sendiri yang ngejawab aja sama omongan pak Marcuss?!" serang gue balik, dia nggak melek apa tadi kalo gue juga belain dia, kok nggak tau diri gini sih ni cowok.

"Gara gara foto yang lo upload gue jadi berurusan sama si Marcuss!!"

Wait

"Bukannya lo-" sanggahan gue berhenti ketika seorang guru keluar dari kelas sebelah gue berdiri.

"Kalian ini sudah bolos malah buat keributan disini!" ugh! Apa hari ini nggak bisa lebih buruk lagi, hah?
"Ayo cepat sana ke ruang BK!" usirnya persis kaya ngusir ayam yang abis beol di teres rumahnya.

"Udah!" entah mengapa kali ini protes gue bisa mengudara bareng sama Cameron. Efek sama sama dongkol, jadi kekuatan ababnya bisa bersatu dan menyerang muka guru yang lagi berdiri dengan tangan tersilang, dan muka garang.

"Kalian!" Cameron segera narik tangan gue keras, terpaksa ninggalin guru itu yang lagi ngomel kekesalannya pada kita di depan ruang kelas.

Dia seret gue ke kolam renang belakang sekolah, karena kolam ini terbengkalai setelah sekolah bikin kolam renang baru di dekat gedung gymnastium.

"Lepas!!" gue tarik tangan gue, dan dia lepasin.

Gue usap usap tangan bekas cekalannya.

"Apa lo?!" jawab gue karena tatapannya yang seolah nyalahin dan sudutin gue.

"Lo pembawa sial!" ujarnya

"Lo yang pembawa sial! Kalo lo nggak cium gue di lapangan, nggak bakal jadi gini masalahnya" enak aja, salahnya dia malah lempar ke yang lain.

"Lo yang upload!"

"Gue nggak nguplod!!!" gue teriak karena saking keselnya sama dia.

"Bullshit!" dampratnya.

"Emang bukan gue!!!" maki gue balik.

"Ini salah lo!!!"

"Otak lo dimana sih?! Yang salah lo kenapa malah dilempar ke gue?!"

"Lo yang sok pahlawan sialan, ngapain ikut campur urusan gue!"

"Karena gue nggak bisa diemin ada orang yang di siksa di depan mata gue!" sejujurya sih ada masalah lain yang nggak bakal gue ungkapin sama dia

"Persetan lo jalang sok suci!!!" gue mendelik, apa yang barusan dia bilang? Gue? Jalang?

Dia emang nggak kali pertama bilang ke gue kalo gue jalang, tapi itu tetep lukai perasaan gue, dan rasanya tetep sama kaya dia pertama kali teriakin kata itu.

Bilang gue jalang, apa dia tau kalo gue cewek se brengsek itu yang pantes dapet gelar kaya gitu? Sialan! Bahkan gue nggak pernah pacaran sampe detik ini, dan ciuman pertama gue berakhir buruk dan dia pelakunya.

Jujur gue sakit hati, gue kesel sama dia, sampe gue nggak kerasa kalo gue udah nangis dengan memalukannya di depan dia.

"Brengsek!!!" gue tonjok dadanya, dan segera lari menjauhinya.

Sialan!! Kenapa gue harus nangis?! Duh Cemen banget sih, menyek kek tahu basi gini mental gue, kampret!!!!

Gue lari ke kelas, berniat ambil tas gue dan pulang.

Sampe di kelas, bu Yin udah nggak ada di dalem, tapi buku dan tasnya masih ada di meja guru.

Gue segera beresin buku-buku, sepenuhnya abaikan tatapan temen temen gue yang penuh tanya.

"Lo mau kemana?" tanya Umay

"Pulang"

"Loh, Bel, jangan ngawur lo" gue nggak jawab pertanyaan Umay, dan segera pergi dari kelas.
Gue sempet denger Justin yang tanya kenapa sama gue.
Dia emang yang paling kepo sama gue.

"Bel" panggil seseorang dari belakang gue, gue tetep jalan dengan deraian air mata yang tetep netes.

Entah kenapa gue jadi sensitif, mungkin karena dia lah cowok pertama yang ngomong dengan gamblangnya, hina gue nggak sesuai fakta.
Sialan!

"Bolot!" teriak suara itu semakin deket.

"Lo kenapa sih?" tanyanya setelah dia udah nyegat langkah gue yang udah ada di koridor depan ruang kesiswaan.

Niat banget Umay ngejar sampe sini.

"Nggak penting, May" ujar gue lirih, masih gosok muka gue akibat tangisan yang kaya kali ini.

"Penting lah, lo kenapa?" tanyanya keukeuh.

Gue diem, nggak tau apa gue kudu cerita disini apa gimana?

"Nanti aja gue kabari" putus gue akhirnya.

"Sekarang lo mau kemana?"

"Pulang"

"Bel, lo jangan ngawur ah!"

"Serius gue May"

"Kenapa lo mau balik?"

"Gue di skors"

"Astaga"
"Gue balik dulu, May, salam ke Rama sama Ben, gue nggak bisa ikut rapat ntar sore, dan kayanya nggak bisa ikut ke rumah Namira" gue segera pergi dari sekolah, ngelewatin satpam yang dengan gampangnya bukain pager, dan jalan sambil cari angkutan umum.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 07 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

There For You (Camdal+Maggs)Where stories live. Discover now