Catatan ke-1

63.8K 5.6K 627
                                    

FIX.

FIX ADA YANG GAK BERES.

Dari sekian banyaknya cewek di sekolah gue, Zita adalah satu-satunya yang malam ini berhasil bikin gue nyaris gila. Bukan karena gue naksir berat sama dia—baru naksir aja untuk malam ini—tapi karena dia adalah cewek tercuek sepanjang sejarahnya gue mengenal kaum hawa.

Fix. Fix. Fix. Apa yang gue pusingin kemarin bener-bener kejadian.

Namanya bagus banget dah. Syazita Sade Fairuz. Gila. GILA. Sebelum-sebelumnya bahkan gue gak nyadar kalau nama dia bisa sebagus itu?!

SYAZITA SADE FAIRUZ.

Gue gak inget persis kapan gue kenal Zita untuk yang pertama kali. Tapi samar-samar kayaknya waktu itu hari terakhir MOS SMA, di depan sekolah sebelum dia dijemput sopirnya. Gue waktu itu balik sama Aldi, dan... yah, Aldi, udah tau lah dia siapa. Orang yang udah terlalu mengenal baik-buruknya gue (kebanyakan buruknya sih) dari masih sama-sama megangin duit sunatan.

Aldi lo tau sendiri kan orangnya kayak gimana? Kayak orang tolol.

Ketololannya itu yang bikin gue melihat Aldi nggak kayak orang-orang lain di sekitar gue.

Kembali ke bidadari gue, Zita, sebenarnya gue baru sadar kalo gue naksir dia sekitar setengah jam yang lalu sebelum gue buka laptop ini. Gue ternyata tau kenapa sejak kemarin gue gusar. Ternyata dia toh. Ternyata Zita yang bikin gue bisa merasa dada gue kayak penuh sama serangga.

Kayak berdengung gitu. Penuh.

Sebelumnya, sejarah gue dan Zita bener-bener biasa aja. Sebiasa itu sampe kayaknya kalau gue ngomong ke semua orang bahwa gue naksir dia, gue yakin nggak akan ada yang percaya.

Zita adalah orang yang anti ribet, anti drama, dan selalu berusaha menghindari gosip-gosip murahan yang sejujurnya juga nggak penting untuk hidup dia.

Contohnya hari ini di sekolah.

Itu semua anak cewek di kelas gue, bener-bener langsung heboh karena gosip anak kelas sebelah yang katanya, k a t a n y a, hamil. Kayak, ya itu sebenarnya juga bikin gue kaget, sih. Tapi, itu sebenarnya nggak bermanfaat juga buat gue. Iya kan? Kalau itu orang emang beneran hamil, well, you do you lah. Lo yang berbuat lo juga yang mesti tanggung jawab sama pasangan lo. Jangan mau enaknya doang tapi gak berpikir soal konsekuensinya.

Lagian tolol juga sih. Kenapa gak pake kondom?

Udah deh.

Dengan cantiknya, bidadari gue itu, cuma duduk di kursinya sambil senyum-senyum sendiri mengamati temen-temennya yang udah kayak ibu-ibu kompleks mengelilingi gerobak sayur. Zita bukan anti sosial, tapi dia pinter banget untuk memilih kapan dia harus bicara dan nggak. Dia bener-bener diem, ketawa kalo ada yang ngelucu, dengerin kalo ada yang ngomong, tapi ya... udah, sekedar gitu aja. Ketika dia mengamati teman-temannya, bidadari gue nggak sadar bahwa gue juga sedang memerhatikan dia.

Gue di sini bukan berarti bilang Zita nggak pernah ngegosip, ya. Seinget gue sih dia pernah ngegosip sama temen-temennya. Tapi yang gue tau juga, apa yang keluar dari mulutnya itu sekedar ungkapan kalau dia bete, kalau dia sebel, kalau dia suka atau nggak suka sama orang yang lagi diomongin itu. Nggak kayak temen gue si Mila yang kalo ngomongin orang, bener-bener sampe aib-aibnya yang lain dia korek kayak tai kering.

Yaudah lah, gue sebenarnya juga nggak peduli amat.

Intinya, sifatnya Zita yang kayak gitu ternyata adalah salah satu dari sekian banyaknya alasan yang bikin gue sadar kalau ternyata gue naksir sama dia.

Apa karena gue merhatiin dia mulu, ya?

Tapi apa gue naskir sama dia karena gue merhatiin dia mulu atau gue merhatiin dia mulu karena ternyata gue naksir dia? Mampus lo.

Oh by the way, tadi gue sempet tatap-tatapan sama dia.

Buat Zita sih, gue yakin seratus satu persen tatapan dari gue cuma sebatas tatapan dari seorang Ghani, cowok paling tai di sekolah. Tapi buat gue, tatapan dari Zita adalah hal yang mampu membuat gue ingin cepet-cepet hari esok, dan bikin gue pengin cepet-cepet ketemu dia lagi!

Gue gak nyangka naksir orang yang beneran naksir bisa bikin gue jadi begini.

Apa yang ini bener-bener spesial?

Pake karet dua.

Tapi Zita emang cool banget, sih. Dia gak tomboy juga tapi juga gak feminim. Pembawaannya itu, loh. Pembawaannya yang bikin gue mikir, kok bisa, ya, gue gak menyadari ini sejak awal gue kenal sama dia?


***


(ditulis ulang Juni, 2023)

Tulisan Ghani (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang