"Semua yang datang, pada akhirnya akan kembali pulang"
Seperti biasanya, keadaan SMA Satu Nusa sangat sesak saat jam istirahat. Suara-suara memekakkan telinga mengudara, obrolan-obrolan tak penting mendominasi. Korior-koridor penuh sesak dengan para siswa yang berdiri sambil membahas sesuatu. Gatari tidak suka ini. Keadaan ini terlalu ramai. Memuakkan, mengingatkan akan dirinya yang kesepian.
Apalagi, sekarang Gatari sedang ditunggu supaya menyerahkan tugas PKn-nya. Tumpukan-tumpukan kertas yang belum dijilid di peluknya, mengamankan dari kondisi yang sedang ramai. Rambutnya di cepol, menyisakkan beberapa anak rambut yang bermain di wajahnya saat tertiup angin. Kantong matanya semakin menggelap, menandakan waktu tidurnya tidak tersusun dengan baik. Beberapa orang dari arah berlawanan dihiraukannya. Gatari harus cepat. Masalahnya, ia sedang berurusan dengan guru killer sekolah ini. Jika sampai ia menyerahkannya terlambat barang sedetik, hancur sudah.
Sesekali lengannya menyenggol orang lain, dengan cepat ia meminta maaf sambil berlalu. Hingga sampai di belokkan terakhir, seseorang menyenggol-bukan, menabraknya dengan cukup keras. Kertas-kertas berhamburan, diiringi suara erangan.
“Aduh, sorry sorry, gue ga sengaja sumpah. Ga liat tadi”
Gatari mendongak, menerima uluran tangan. Seorang cowok, dengan seragam sekolah asing. Mungkin murid pindahan, pikirnya. Setelah itu, keduanya membungkuk untuk mengumpulkan kertas-kertas yang berhamburan di lantai.
“nih, sorry ya tadi ga sengaja sumpah”
Sebagai balasan, Gatari hanya bergumam menerima uluran kertas-kertas miliknya sambil membenarkan urutan kertas-kertas tadi. Gatari lalu pergi mengejar keterlambatannya. Sudah terhitung 2 menit sejak batas pengumpulan tugasnya. Pak Susanto pasti tidak terima ini. Keterlambatan adalah peraturan nomer satu yang tidak bisa di tolerir oleh nya. Semua orang tahu itu.
Saat Gatari sampai di ruangannya, beliau sedang merapikan mejanya yang penuh sesak dengan tumpukan kertas yang sama dengan miliknya. Melihatnya, nyali Gatari ciut. Semua orang tahu konsekuensinya, semuanya, termasuk Gatari sendiri. Pertama, ia akan diceramahi panjang lebar hingga menjalar sampai naiknya harga daging di pasaran. Jangan heran, pak Susanto selalu punya cara untuk mengaitkan dua hal yang tak berhubungan menjadi satu topik ceramah bagi murid yang bermasalah dengannya. Kedua, siapapun itu yang bermasalah dengannya, pasti juga akan bermasalah dengan guru lainnya. Seperti yang disebutkan di awal tadi, pak Susanto selalu punya cara. Dan, ini adalah akibat yang paling dibenci Gatari. Dia tidak mau reputasinya rusak di hadapan para guru. Ketiga, selama satu bulan penuh, Gatari akan dilarang mengikuti pelajaan PKn, dan sebagai gantinya, Gatari harus mengumpulkan tugas essai dari tiap bab yang dipelajari. Kalau ini, Gatari juga membencinya. Tapi, dia juga punya cara. Berbagai situs menyediakan tugas essainya, Gatari hanya harus meng-copy paste dan sentuhan akhirnya adalah di cetak. Beres.
“Kintari, habis ini jam pelajaran saya kan? Kamu dilarang mengikuti pelajaran saya selama satu bulan penuh. Sebagai gantinya, kamu harus belajar sendiri di perpustakaan dan merangkum tiap bab yang kamu pelajari. Kumpulkan tiap akhir jam saya”
Lenguhan kecil keluar dari mulutnya. Bahkan Gatari hanya diam saja saat pak Susanto salah menyebutkan namanya. Tapi tugas ini, ini sangat berat. Pak Susanto adalah tipikal guru yang mood swing. Biasanya, kalau pak Susanto memberi tugas, sesuai dengan moodnya. Ini berarti pak Susanto sedang dalam mood yang buruk. Berdiam diri di perpustakaan adalah hal yang menyebalkan. Bau buku lama bercampur dengan pengharum ruangan perpustakaan adalah perpaduan aroma yang memualkan. Percayalah, bahkan Gatari lebih menyukai aroma WC cowok daripada perpustakaan. Ditambah lagi, Gatari tidak mungkin menulis secepat itu. Teman satu kelasnya tahu, kecepatan menulis Gatari bahkan tidak lebih baik dengan kecepatan kura-kura.
KAMU SEDANG MEMBACA
Athazagoraphobia
Short StoryAthazagoraphobia (n) the fear of forgetting, being forgotten or ignored, or being replaced