Now Playing
Speakerphone - Rixton 💗🌹'Karena seharusnya di dunia ini mesti diciptakan pilihan. Maka, mau tidak mau kita harus ikut memilih. Walau di lain hati, masih tidak bisa terima. Kalau sudah milik, percaya sama saya, Re. Ia akan datang kembali tanpa suruhan apapun. Selain skenario Tuhan yang tidak bisa di nerka -nerka' - 2017
Sore masih tetap memandang Kota Jogja siang hari ini melewati jendela kaca mobil. Lain dengan Ajeng yang masih setia berbicara pada Samudera. Sore malah sempat berfikir kalau keduanya ada 'apa apa'. Namun, segera ia tipis jauh jauh pikirannya itu.
Ia ingat, belum memberi kabar kepada Mama dan Papa nya setelah sampai di bandara tadi. Ia mencari handphone-nya yang ia letakkan di dalam tas selempang nya.
'Ma, Rere udah sampai Jogja. Alhamdulillah Baik-baik aja, nanti Rere bakal cari hotel dulu. Habis itu, mau cari kos kosan atau apartemen buat tinggal sama Ajeng. Nanti, Rere kabarin lagi' ketiknya panjang lebar, lalu kembali meletakkan Handphone-nya kembali di dalam tas.
Ia kembali tersenyum lebar, ini adalah pengalaman pertamanya lepas dari genggaman orang tua. Ia bahkan tidak percaya bisa sampai Jogja tanpa ada Mama yang biasanya selaku ikut kemanapun Sore pergi. Apalagi, ia akan kembali ke Jakarta mungkin setahun sekali. Ya, bisa dilihat betapa rindu nya Ia kepada Jakarta, apalagi Papa dan mamanya.
Terlalu fokus atau entah melamun, Ia tidak mengetahui bahwa sedari tadi Ajeng memanggil namanya, dan menoel bahunya pelan
"Re, Re? Rere? Lo kenapa, Re? " tanya Ajeng sambil melambaikan tangannya di hadapan wajah Sore, Sore yang tergelak langsung mendelik dan menoleh mendapatkan Ajeng yang mengerutkan dahinya.
" hah, apa apa? G-gue lagi gak fokus, lo ngomong apaan tadi? " tanya Sore sambil menatap Ajeng dengan gelagapan
" dih, makanya jangan bengong. Kita sebentar lagi sampai hotel, nanti kita naro barang barang dulu, istirahat sebentar, Sore kita bakal jalan lagi dijemput sama Sam, sama Askar juga " jelas Ajeng yang mendapatkan sahutan dari Samudra.
" nah, iya tuh " sambungnya tersenyum sambil terus mengemudi. Tapi, Askara tidak ada respon apapun. Bahkan, selihat dan sedengar Sore, ia sangat irit dalam hal berbicara. Dan lebih senang to the point.
Samudera yang menyadari temannya itu, langsung menoleh ke arahnya, "iya kan, Kar?" tanya Samudera, lebih tepatnya sih, menegur.
Askara mengangguk, "Iya" jawabnya singkat. Sore terkekeh pelan, dan Samudera yang tengah berbisik namun tidak terdengar seperti bisikan
"Kar, lo jadi orang jangan hemat hemat amat kalo ngomong. Ga kasian sama gue ni? Mulut dari tadi uda mau berbusa negor lo mulu " Ucapnya seraya menggerakkan tangannya menunjuk ke arah mulutnya
Yang, lagi lagi di dengar oleh Sore, dan kembali tertawa pelan menatap keduanya. Ajeng ikut tersenyum, lalu menoleh ke arah Sore." udah ngabarin Nyokap lo, Re? " tanyanya. Sore mengangguk
" udah. Nanti, kalau kita udah sampai hotel, gue ngabarin lagi " ucapnya.
"Oke. Hotelnya di pusat kota, Re. Jadi, lo kalau mau kemana mana, gampang. Sam udah nyari yang paling nyaman. Ya gak, Sam?" tanya Ajeng sambil menatap Samudera lewat kaca, yang dijawab Samudera dengan anggukkan dan senyum.
Pandangannya kembali menatap kearah jendela mobil. Terlihat Jogja hari ini sangat terik, namun tidak bosan ia melihat kegiatan para penghuninya siang ini. Tetap pada pekerjaannya masing masing, berjualan, menawarkan jasa tarik becak, atau menyanyi di sekitaran jalan besar itu sambil sesekali tertawa bersama pengunjung yang mengajak para pedagang bersua.
KAMU SEDANG MEMBACA
SORE.
Teen FictionSore. Terkadang ia merah merekah, terkadang ia hitam berduka. Sore. Terkadang Ia hanya dapat dimaknai, tapi tidak untuk dimiliki. Tapi tidak untuk Askara. Rangkaian kata yang kapanpun selalu dan akan selamanya menunggu Sore.