Sekarang mereka masih berjalan menunggu tempat biasa dimana ada Delman, kata Askara begitu. Menyusuri trotoar yang cukup lebar untuk pejalan kaki, yang dengan mudah bisa melihat jalan raya hidup yang ramai
"kamu tinggal disini? "tanya Sore kemudian. Karena ia rasa, dari tadi suaranya cukup 'garing', ia hanya mencoba mencairkan
" iya, untuk sementara. Saya kuliah disini mulai bulan depan" jawab Askara sambil terus berjalan
Sore manggut manggut, "sama. Itu kenapa aku ke Jogja, mau kuliah juga" lanjut Sore yang di hadiahi senyum simpul dari Askara dan mengangguk.
"Suka fotografi? " tanya Sore sambil menatap Askara dengan mengangkat alisnya, refleks, Askara menengok kearah Kameranya yang ia kalungkan, lalu mengangguk lagi
" hobi. Tapi dikerjain setiap hari, kalau bisa, setiap keluar rumah," ucap Askara lalu terkekeh pelan, Sore ikut tersenyum
Kurang lebih, mereka sudah berjalan sekitar sepuluh menit, lalu terlihat Delman berhenti tidak jauh dari hadapan mereka, Askara menunjuk ke arahnya
"itu delmannya, ayo, Sore" ucapnya, yang langsung menggandeng tangan Sore untuk segera berjalan cepat.
Sore, hanya tertawa pelan, dan mengikuti langkah Askara yang berlari kecil.
Sebenarnya, Sore juga gelagapan sendiri. Tepatnya, ingin lompat.
Mereka duduk menaiki Delman yang mulai berjalan. Bahkan yang menaiki satu Delman itu cuma berdua saja, hanya Mereka . Lebih terkesan bebas dan menyenangkan bagi Sore.
"saya masih pengen nanya sih, nama kamu Sore, menurut saya jarang yang punya nama kayak kamu " ucap Askara sambil mengotak atik kameranya lagi, menghadapkan kearah wajah Sore tanpa Sore sadari. Tapi, Sore bukan tipe yang sadar kamera, jadi dia biasa saja melihat Askara begitu
" Nama aku memang jarang sekali ada. Tapi kata Papa, itu nama yang berbeda sekaligus paling cantik. Tapi aku gak yakin itu sama dengan pribadi aku Sendiri " ucapnya sambil tertawa, Askara ikut tertawa pelan,
"Cocok, kan orang yang lihat, Sore. Bukan menurut pandangan kamu aja " tambah Askara tersenyum, Sore ikut tersenyum. Entah, rasanya menyenangkan disini. Tentu bersama Askara, sang Tour Guide.
"nama lengkapnya? Sore, apa? Artinya?" tanya Askara lagi, Sore merasa sedang di Interview oleh Askara sekarang.
"Sore Langit Jingga. Aku lahir saat Matahari tenggelam, Askara. Dan saat itu langit warnanya Jingga. Kata Papaku juga, nama itu harus Seindah waktu dimana Kita dilahirkan" Ucap Sore yang mengundang senyum Askara kembali terbentuk
"kalau kamu?" tanya Sore bergantian. Askara terlihat seperti berfikir, Sore tertawa pelan melihatnya. Melihat Askara yang tampak berfikir itu menurut Sore menjadi suka tertawa.
"Masa pakai mikir dulu, cuma nanya nama? " goda Sore, Askara menoleh, dan terkekeh pelan
" Askara Laksana Putra, Singkat, mungkin. Satu rangkaian kata yang menjadi pemimpin, dan yang kuat "ucapnya tersenyum,
Sore menyahut, " sekuat orangnya, ya? " tanya Ia sambil terus menatap Askara. Askara mengangguk, " semoga " lanjutnya.
Delman berhenti saat Sampai di Pinggir jalan lebar yang mungkin sudah lumayan jauh dari tempat mereka berjalan tadi. Askara memberi tahu Sore bahwa mereka turun disini.
"Matursuwon, Pak " ucap Askara sambil memberi selembar uang dua puluh ribuan, pak kusir yang memakai baju khas dan blangkon itu tersenyum kearah mereka berdua
"Podo - Podo" jawabnya tersenyum, lalu Ia kembali menarik Delman maju. Melanjutkan jalannya. Sore melihat ke sekelilingnya. Sore menoleh ke arah Askara, seakan bertanya 'kita dimana?'
KAMU SEDANG MEMBACA
SORE.
Teen FictionSore. Terkadang ia merah merekah, terkadang ia hitam berduka. Sore. Terkadang Ia hanya dapat dimaknai, tapi tidak untuk dimiliki. Tapi tidak untuk Askara. Rangkaian kata yang kapanpun selalu dan akan selamanya menunggu Sore.