Prolog

42 13 6
                                    

"Kata kamu, kamu sayang sama aku. Kamu bilang, kamu bakal selalu ada buat aku. Tapi nyatanya, kamu ninggalin aku dan malah sama yang lain, Jha. Bajingan tau nggak."

Hening sejenak.

Semilir angin menerpa tubuh mereka dan deburan ombak terdengar lembut di telinga.

Hening.

"Lalu, dengan saya yang selalu ada di samping kamu, dengar semua curhatan kamu tentang dia yang selalu kamu kejar, yang selalu kamu impikan, kamu inginkan. Saya yang selalu jadi bahu buat tempat kamu bersandar, saya yang selalu sedia nemenin kamu kemana pun, selalu buat kamu ketawa—

Titik fokus saya cuma kamu, Amaya. Cuma kamu. Kamu sadar nggak? Selama ini saya yang selalu ada buat kamu. Tapi kamu malah mau selalu ada buat dia. Dan sekarang, saat kamu tau dia bukan takdir kamu, kamu balik ke saya yang sudah kamu kecewain.

Kamu terlalu fokus ke dia, sehingga saya yang sangat dekat sama kamu bahkan tercampakkan. Kamu selalu ingin jadi yang pertama, jadi yang paling benar.

Cewek selalu benar dan cowok selalu salah.

Tapi sekarang, cewek yang salah. Kamu pikir, dengan saya ngeliat kamu—yang selalu senyum karena dia, bahkan sebenarnya, perlakuan dia itu bukan buat kamu—saya seneng? Huh? Nggak, Amaya.

Kamu yang selalu cerita tentang dia, curhat tentang dia, sehingga kamu nggak sadar ada hati yang terluka.

Dengan sabarnya saya menunggu kamu untuk jadi milik saya. Tapi ternyata—di saat saya mulai jenuh dan capek, kamu baru datang. Dengan nyamannya kamu mengatakan saya bajingan karena saya meninggalkan kamu, lalu—seberapa sakit dengan kamu yang mencampakkan, mengacuhkan, dan—tidak perduli dengan saya. Di depan mata saya kamu melakukan itu, walau tanpa sengaja.

Hati bukan taman bermain, yang bisa dicoba kapan pun.

Hati bukan permainan bayi yang seenaknya dimainkan lalu bila rusak dibuang.

Tapi, hati ibaratkan jam yang terus berdetak, hingga pada akhirnya ia kehabisan tenaga untuk bertahan.

Hati ibaratkan kipas yang tak tau kapan akan rusak. Ibaratkan kaca yang tak tau kapan akan pecah.

Dan, sekarang.

Selamat, Amaya. Kamu telah meretakkan hati saya."

Hingga pada akhirnya, hanya air mata yang mengalir. Tidak ada lagi percakapan setelah itu.



































"Tapi bodohnya lagi, saya nggak bisa jauh-jauh dari kamu."

Amaya tambah menangis, Ejha langsung memeluk Amaya dengan erat, begitupula sebaliknya.

"Te amo. Espero que eres mi destino."

Amaya hanya menangis, menangis bahagia dan bersyukur.

||||||||||||||||||||||

Diperlukan saran dan kritik. Terserah mau yang pedes, manis, atau asem. Diterima saja ;)

Next bila menurut readers bagus.

EjhamayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang