Chapter 1 - Gaesteroth Vain An-Dregraff

39 5 7
                                    

Author's Note : Kalau ada yang nunggu Dullahan, Proyeknya ngga di tinggal kok :') cuma lagi di rewrite aja biar bacanya semoga lebih enak. Dan itu mungkin agak sedikit lama mengingat ini baru satu yang selesai :v dan ditambah juga mungkin ada sedikit perubahan plot :'v Terima kasih.


Hanya ada satu hal yang menempel di benaknya kala melihat dunia itu. Bosan. Sejauh mata memandang hanya tanah lapang yang dapat ia lihat. Retakan-retakan yang menjalar menghiasi seluruh dataran di depannya. Tak sedikit pun menunjukkan adanya tanda-tanda kehidupan.

"Tuanku Steroth, ada masalah apa?"

Di sebelah dirinya yang berdiri pada balkon luar kastil, sesosok wanita yang hanya terbalut kain hitam menatap Steroth lekat-lekat. Rambut hitamnya yang panjang tergurai lepas, menutup sedikit mata kirinya yang terlihat sayu.

Steroth menoleh, sebuah topeng burung hantu terlihat di balik tudung jubahnya. Kekosongan muncul dari kedua lubang mata topeng tersebut, menunjukkan bahwa benda itu tak berisi apapun.

"Membosankan."

Mendengar suara tuannya yang bernada berat, wanita itu segera memeluk lengan kiri Steroth dengan kedua lengannya. Kepalanya mendongak, menatap Steroth dengan kedua matanya yang sayu.

"Apakah yang kau maksud itu ... adalah aku, Tuanku?"

Ia semakin melekatkan tubuhnya. Memeluk Steroth seakan tak ingin lepas.

"Bukan kau, Lariana ... Namun itu."

Steroth menunjuk dengan tangan kanannya. Sarung tangan besi berwarna kelam menyembul dari kain merah yang menutupi bahunya. Lariana menoleh, menatap setiap senti dari arah yang tuannya tunjuk.

"Kenapa tuanku? Bukankah ini adalah piala yang engkau dambakan?" Tanya Lariana, pelan.

Steroth diam, di angannya terbayang masa-masa perjuangannya dulu. Gaesteroth vain an-dregraff, dirinya yang dulu dikenal sebagai sang Penguasa kegelapan kini hanya dapat menatap bisu planet yang menjadi saksi kekuatannya.

"Oh tuanku, apa engkau rindu akan masa-masa itu?"

Steroth menoleh. Kata-kata dari bawahan kesayangannya berhasil menumbuhkan sedikit semangat pada dirinya. Membicarakan hal yang paling ia suka, memorak porandakan orang-orang yang mengaku sebagai 'pahlawan'.

"Ya. Benar."

Mendengar jawaban tuannya, Lariana menempelkan kedua lengannya pada dada steroth. Kepalanya sedikit memiring, menatap Steroth dengan semakin lekat.

"Oh Tuanku yang agung. Tidakkah engkau berkeinginan kembali memorak porandakan dunia?"

Steroth kembali diam. Kedua lubang mata topengnya mengarah tepat ke mata Lariana. Menatap balas pandangan dari bawahannya.

"Apa maksudmu?"

"Ukh... " Lariana menoleh. Jari telunjuknya ia gigit pada bagian ujung kuku. Mengatakan sesuatu dengan suaranya yang lirih. "Benarkah engkau... telah lupa akan budakmu yang hina ini? Tuanku."

Steroth memegang dagu Lariana. Mengarahkan kepala wanita itu untuk kembali menghadapnya. Bertemu tatap dengan lubang mata topengnya yang kosong.

"Jelaskan padaku."

Sejenak Lariana terdiam. Mulutnya yang merah muda sedikit terbuka. Menatap tuannya dengan pandangan yang lemah.

"Tidak ingatkah engkau... bahwa diriku bukan berasal dari dunia ini."

Steroth tersentak. Sebuah kilatan cahaya merah muncul dari lubang topengnya.

"Lariana..." ia menatap langit. Kedua tangannya ia letakkan pada pagar balkon yang terbuat dari batu hitam. Membiarkan cahaya di matanya semakin mengecil. "Panggil anak buahmu. Dan lakukan... Etscanaria."

Imbalance : Rise Of SterothTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang