Prologue

104 15 6
                                    

Kamu
Indah dipandang tapi rupamu sulit ditebak
Your face, your eyes, your smile
Matamu memancarkan aura dingin
Bibirmu dikatup mengunci segala hal
Aku ingin tahu
Apakah engkau sadar akan hadirnya diriku?
Menatapku seperti aku yang sering mencuri pandang kearahmu
Atau... hanya aku yang merasa begitu?
Ternyata benar
Engkau
Fatamorganaku.

Tulisan itu membawaku mengingat masa lalu. Masa lalu yang tidak untuk dikenang. Karena cinta yang sekian lama dipupuk tapi hancur dan dilupakan. Dilupakan? Ya benar. Hanya karena satu kejadian, sakitnya patah hati, dapat meruntuhkan segala cinta dan kasih sayang.
Namun sayang, yang seharusnya tidak dikenang, tinggal menjadi memori yang abadi.
Ingin rasanya lupakan semua. Tetapi...
Aku tidak bisa. Tidak akan pernah bisa.

Dia... dia disana.
Memandang hamparan langit luas berwarna jingga kekuningan. Dimana matahari siap beristirahat dan tugasnya digantikan dengan bulan. Bulan yang akan menerangi gelapnya malam. Menemani setiap manusia yang menikmatinya.
Dia salah satunya.

Aku juga.
Tetapi aku tidak menikmati memandang terbenamnya matahari.
Ada yang lebih indah untuk dipandang.
Ya kalian benar.
Dia.

"Kurasa sudah cukup hari ini, hari sudah gelap. Sebentar lagi pasti dia beranjak dari sana," pikirku dalam hati.

Baru saja aku beranjak dari bangku kayu ini.
Serasa dunia ini berhenti, mendukung diriku yang sedang membeku dan tidak bisa beranjak.
Dia menatapku...

Ekspresi yang sekarang dia tunjukkan, tidak
bisa dibaca.
Matanya yang mulai menyipit.
Pipi yang sedikit naik.
Bibir yang sedikit melengkung, membentuk sebuah senyuman.
Dia tersenyum ke arahku...

Waktu berhenti.
Kami terpisah jarak yang lumayan jauh.
Tapi aku yakin.
Aku lihat itu.

Bibirnya bergerak.
Kata 'hai' diucapnya.
Tidak bersuara.
Tubuhku beku mati rasa.

See You Once AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang