02

153 16 2
                                    

Dear : Kakakku tersayang

Kak, ketika kau menemukan surat ini, berarti kau telah kembali pergi meninggalkanku sendirian.

Kakak...sebelumnya aku minta maaf karena tak cukup berani menyampaikan surat ini secara langsung kepadamu.

Kakak...semoga saat ini kau dalam kondisi baik, karena aku akan sangat senang mendengarnya. Walaupun kau tak peduli, aku akan memberitahu keadaanku. Aku selalu dalam keadaan baik, kakak. Itu karena kau. Kau yang membuatku harus selalu menjaga kondisi agar kapanpun kau kembali aku selalu bisa menyambutmu.

Kakak...selama ini kau menyalahkan segala sesuatu yang terjadi akan dirimu itu karena ulahku. Bahkan kejadian malam itu. Sungguh, itu tak masalah buatku, jika hal itu bisa membuat kakak menyayangiku. Sungguh...aku tidak keberatan sama sekali.

Kak...maaf jika aku pernah membuat salah padamu, membuatmu malu dan merepotkanmu. Aku hanya seorang adik yang egois. Memaksakan kehendak hanya agar aku bisa pergi bersamamu, menghabiskan waktu berdua sebagai seorang saudara.

Kak...apa kau tahu? Aku ini hanya seorang adik yang merindukan dan menantikan kepulangan seorang kakak. Berharap mendapat kasih sayang dan sebuah pelukan darimu. Tapi bagimu, aku hanya parasit yang menganggu pikiranmu. Bayangmu adalah mimpi indahku, dan bayangku adalah mimpi buruk untukmu.

Kakak...kau dengarkan ini! Aku tidak butuh belas kasihan darimu. Bukan belas kasihan, tapi kasih sayang darimu, kakak. Melihat perlakuan kakak selama ini, kurasa kakak tidak memahami perbedaan makna 2 kalimat tersebut. Aku bukanlah seorang adik yang haus akan rasa kasihan, tapi sebuah kasih tanpa iming-iming sufiksan. Sebuah kasih yang tulus dari hati.

Seorang adik merajuk, lalu ada sang kakak yang dengan sayang mengusap kepala adiknya. Setelahnya mereka saling tersenyum dan berpelukan. Aku menginginkan hal tersebut, kakak. Tidak bisakah kau memelukku? Hanya untuk sebentar, sebagai ucapan selamat tinggal sebelum kau kembali pergi meninggalkanku sendiri. Tidak ada pelukan penenang, tidak ada pelukan selamat datang dan kau juga tidak pernah memberiku pelukan selamat tinggal. Tidak ada kata-kata...tidak meninggalkan pesan...kau pergi begitu saja!

Kakak...ku katakan sekali lagi, aku hanya ingin pergi bersamamu, disampingmu. Aku, adik yang selalu merindukan dan menantikan kepulangan seorang kakak. Tapi, apakah sedikit saja terbesit di otakmu memikirkan diriku?

Oh...dan ya..kak!! terimakasih atas celana dan kemeja yang kau berikan untuk adikmu ini. Jujur saja kak, bukan seperti itu kasih sayang yang ku harapkan darimu. Tapi ku hargai pemberianmu itu. Dan maaf jika celana dan kemeja itu tidak akan aku kenakan. Bukannya aku tidak menghargai...sudah ku katakan aku menghargai pemberian kakak. Kakak seharusnya mengerti, bukan pakaian yang aku inginkan darimu. Bukan kasih sayang seperti itu yang aku harapkan. Aku hanya menginginkan dukungan, pelukan. Dan...dan usapan di kepala. Oh...lalu...juga usapan di pipi ketika aku menangis.
Bukan baju atau celana yang menghangatkan tubuh, hanya sebuah pelukan yang menenangkan dan menghangatkan, darimu, kakak!

Terimakasih telah menjadi kakakku. Oh...pasti kau berfikir ‘Tapi aku bukan kakak yang baik’. Benar!! Jangan pernah berpikir kau menjadi kakak yang baik untukku. Karena ucapan terimakasihku untukmu, bukan karena kau kakak yang baik untukku. Tapi sebagai kakak yang mengajarkan kepada seorang adik ketangguhan, keteguhan, dan ketabahan hati. Sekali lagi terimakasih, KAKAK!! Terimakasih atas apa yang telah kau ajarkan kepadaku tentang sebuah kasih sayang.

kakak...aku tidak akan pernah berhenti berharap untuk mendapat sebuah pelukan darimu. Aku percaya akan tiba saatnya dimana kau memelukku penuh kasih sayang. Hingga saatnya tiba aku akan selalu menanti kepulanganmu, kakak...

Hingga air mata sampai batasnya, luka di hati ini tidak pernah terobati tanpa pelukan darimu. Jadi kak, kapan kau datang dan memelukku? Jujur, aku menantikan saat itu tiba.
Sekali lagi...aku ingin sebuah pelukan darimu...
KAKAK!!!
                     
                    Adik yang menyayangimu

Kakak kembali menyimpan surat dalam buku diary miliknya. Bukan kali pertama ia membaca secarik kertas bertulis tangan sang adik sejak kertas itu ia temukan dalam tas miliknya. Tapi tetap saja, berkali-kali ia membaca, sebanyak itu pula ia merasa basah di pipinya. Rasa bersalah, kesedihan yang ia ciptakan untuk sang adik, juga rasa rindu yang coba ia tahan. Semua rasa itu memaksa dirinya mengigat kesalahan tak termaafkan yang ia berikan pada sang adik, memaksa mata mengeluarkan penyesalan melalui tetesan air matanya.

Kakak Pov

M

au bagaimana lagi? Aku menyayanginya! Aku ingin selalu memeluknya. Mengusap air matanya, bahkan jika perlu tak akan ku biarkan dirinya mengeluarkan air matanya. Kau harus tahu jika kakakmu ini menyayangi dirimu.  Aku sangat menyayangimu! Tapi apa yang harus aku lakukan? Pendidikanku, masa depanku. Apa yang harus kulakukan?! Aku ingin memeluk tubuh mungilnya ketika aku harus pergi meninggalkannya. Tapi aku takut...takut jika aku akan goyah pada pilihanku. Bagaimanapun aku menyayangi adikku, tapi aku juga harus melanjutkan pendidikanku. Tuhan...kenapa keadaan ini begitu rumit?

Aku tidak ingin hanya karena kasih sayangku terhadapnya, semua masa depanku dipertaruhkan. Lalu ku pilih untuk meninggalkan sosok adik yang sangat ku sayangi. Maafkan kesalahan kakakmu. Kakak hanya berharap, jika tiba saatnya nanti kakak harus menebus semua kesalahan kakak, semoga saja semuanya belum terlambat.

Kau masih menjadi sosok adik yang menyayangiku, adik manja yang mandiri. Ck...memang ada hal semacam itu? Ah...kau itu adik ajaibku. Kurasa kau akan menjadi adik yang mandiri. Tapi kau tak akan pernah bisa menghilangkan sikap manjamu. Dan begitulah sikap adikku. Itu juga yang membuatku menyayangimu, adikku. Kakak harap tidak ada lagi air mata darimu.

Marahlah pada kakak, tapi jangan pernah benci aku atau menangis. Seperti racun di hati. Tidak mengeluarkan darah, tapi sungguh menyakitkan.

Malam ini seperti malam itu. Mendung dan hujan yang mewakili tangismu. Alam pun tahu jika saat itu kau tengah berduka. Berduka atas kepergian kasih sayang dari sosok kakak. Tapi aku janji, setelah semuanya selesai, aku akan kembali dan memelukmu, ADIKKU. Karena saat itu, aku tidak akan membiarkan adikku sendiri lagi, aku tidak akan meninggalkan dirinya LAGI. Janji seorang KAKAK.

Kakak Pov end

Seandainya sang kakak lebih awal mengerti perasaan sang adik. Mungkin perasaannya tidak akan sesakit ini. Rasa penyesalan tidak akan sebesar ini.

Seandainya saat itu sang kakak mengajak sang adik pergi. Mungkin malam itu ia tak harus melihat sang adik mencoba menyembunyikan kepedihan dengan menggigit bibir bawahnya menahan tangis.  Ia juga tak harus berbohong atas kasih sayangnya.

Seandainya malam itu...sang kakak memberikan pelukan pada sosok adiknya. Mungkin bahu sang adik tak akan bergetar.

Seandainya waktu itu, kakak mengulurkan tangannya...ia tak harus melihat tangan mungil adiknya basah mengusap kristal bening yang dihasilkan manik hitamnya.

Seandainya sang kakak mau berbagi hati pada sang adik. Ia akan mengerti kesedihan yang dirasakan sang adik.

Ya...! semua itu hanya seandainya. Bagaimanapun penyesalan itu akan datang terlambat. Tapi percayalah, Tuhan akan memberikan kesempatan bagimu untuk menebus semuanya. Semua pilihan ada di tanganmu. Memanfaatkan kesempatan. Atau...hanya diam dengan semua penyesalan.

Sebuah Pelukan DarimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang