☔LIKE A RAIN☔

108 4 4
                                    

CHAPTER 1-3

"Bagaimana ketika kau harus berpijak di tengah manusia yang menganggapmu sampah? Apa yang harus kau lakukan? Bagaimana pula dengan hatimu yang dipandang orang lain secara waras, tak normal? Apa yang bisa kau lakukan atas cemooh dan cacian dari mulut yang terus saja berkoar di luar sana? Kau bisa apa? Mungkin kau akan menutup diri, atau parahnya kau akan gila. Tapi seseorang yang ini berbeda. Hatinya terlalu kuat hingga mulut-mulut di luar sana mengeras atas sikapnya. Kau tahu? Dia adalah wanita yang berbeda."

☔☔☔☔☔

Musim gugur telah tiba. Kota Seoul untuk sejenak berubah menjadi letak gugurnya daun maple yang indah. Di sudut sebuah persimpangan jalan setapak, terlihat seorang wanita sedang duduk dengan sebuah bucket bunga baby's breath di tangannya.
"Mi Rae-ssi..." Sapa suara manis itu. Di sana berdiri seorang gadis berkulit putih, dengan kemeja biru langit dan rok peach kotak-kotak yang menempel di tubuhnya.
"Hei, Yujin-ssi! Kemarilah!" Ucap Mi Rae seraya melambaikan tangan kanannya.
Namanya Song Mi Rae. Dia adalah seorang penulis yang cukup berbakat. Dan di sampingnya adalah Kim Yujin. Dia sahabat Mi Rae yang jago sekali meracik kopi. Sayangnya Yujin adalah seorang yang sedikit sulit dijangkau.
"Hei, kenapa kau duduk di sini? Lagi?" Tanya Yujin dan pertanyaan terakhirnya terlontar cukup berat.
Terdengar helaan napas setelahnya, "Aku hanya ingin menenangkan diri. Di sini cukup bagus untuk mencari inspirasi," kata Mi Rae tersenyum kaku.
"Apa kau pikir aku ini bodoh?"
"Memangnya?" Alis sebelah kiri Mi Rae terangkat.
Yujin mendecak kesal, "Ini pojokan sebuah persimpangan. Tidak ada pemandangan indah di sini. Hanya tembok dan orang berjalan saja yang ada di depanmu. Di mana letak inspirasi yang kau katakan itu, hm?"
Mi Rae mendengus, "Sudahlah. Jiwamu itu hanyalah seputar kopi, dan bukan menulis. Akulah yang lebih tau di mana letak inspirasi yang ku katakan," ucap Mi Rae, Yujin hanya mengeluarkan senyum jengah miliknya.
"Hanya saja Mi Rae, apa kau tau Taehyung pasti mempunyai alasan untuk melakukan itu padamu?"
"Soal itu lagi?"
"Ayolah. Kau tau. Tidak mudah mengucapkan 'selamat tinggal' padamu yang menggantungkan kepercayaan padanya,"
Mi Rae kemudian menghadap Yujin. Raut wajahnya menjadi tidak terbaca, "Berat katamu? Hanya tinggal mengucapkan 'selamat tinggal', dan sudah. Mungkin dengan begitu aku bisa mengerti,"
"Tapi Taehyung tidak membaca yang seperti itu. Yang dia tau hanya takut menyakitimu. Percayalah. Itu hanya terlalu berat untuknya,"
"Baiklah. Kalau begitu anggap saja seperti itu," kata Mi Rae akhirnya.
Jujur saja dia sudah jengah dengan semua alibi yang diajukan oleh Yujin. Entah apa alasan yang membuat Taehyung sulit untuk mengucapkan selamat tinggal. Yang dia tahu saat ini, dia tidak lagi percaya padanya. Sudah cukup itu saja.
Dan semenit kemudian mereka hanya beradu pikiran. Hening, tidak ada yang membuka suara. Mereka membiarkan suara keramaian di kejauhan sana menjadi penengahnya. Pikiran Mi Rae akhirnya kembali pada saat itu. Masa yang di mana dia benar-benar frustasi. Ingatannya mengabur pada masa beberapa tahun yang lalu. Saat di mana kehidupannya berada pada ambang kehancuran. Kehancuran yang pada akhirnya membawa dirinya dalam kehidupan yang saat ini.

FLASHBACK

Mi Rae duduk di depan laptopnya dengan ide yang terus membanjiri otaknya. Kedua tangannya tidak berhenti memencet keyboard hitam itu. Sesekali tangannya hanya diselai dengan mengambil secangkir kopi yang ada di meja samping laptopnya, dan menyeruputnya pelan. Entah itu cangkir yang ke berapa, Mi Rae tidak menghitungnya. Jam sudah berada pada titik 02.00 dini hari. Rasa kantuk tidak kunjung menyergap mata sipit Mi Rae. Dia masih tetap fokus pada tulisannya. Deadline sudah menunggu dua hari lagi. Dia harus cepat menyelesaikan novelnya. Ini proyek terbesar dalam hidupnya. Untuk kali pertama dia harus menulis tentang kehidupan gelapnya di masa lalu. Kehidupan yang sudah lama tidak ingin dia ungkit kembali. Tapi di satu sisi, Mi Rae sadar bahwa rahasia itu tidak akan seterusnya tersimpan rapi. Ada saat di mana rahasia kotor itu akan terungkap. Toh ini hanya masalah waktu saja. Berapa lama dia akan memutuskan menyimpannya sendiri, itulah waktunya. Dan berkat sosok itulah Mi Rae mampu membuka lembaran-lembaran kotor miliknya dulu. Laki-laki yang menjadi telinga, dan juga hati untuknya.
"Aku mencintaimu. Artinya aku hanya perlu mencintai apapun masa lalumu, untuk kemudian mencintai masa depanmu," kata Taehyung saat itu.
Tangan Mi Rae terus saja menceritakan masa lalunya. Menuliskannya paragraf demi paragraf. Meskipun ada sakit yang bersamaan dengan tulisan itu terangkai, dia tetap melanjutkannya. Orang-orang yang dulu mengatainya harus tahu, bahwa kehidupan yang seperti itu bukanlah yang diinginkannya. Kau bayangkan saja. Saat itu Mi Rae baru 15 tahun. Gadis yang seharusnya masih bermain dengan teman sebayanya, harus rela menjadi pemuas nafsu laki-laki hidung belang. Kehidupan kota yang keras memaksa orang tua angkatnya melakukan itu. Dengan alasan balas budi tentunya. Dan meskipun Mi Rae sendiri tahu bahwa dunia ini kejam padanya, dia tetap percaya waktu yang akan membawanya keluar dari dunia gelap ini,
Sampai saat itu, ketika Mi Rae berusia 18 tahun dia bertemu dengan seseorang yang mengubah hidupnya. Dia adalah Kim Taehyung. Laki-laki dengan postur tubuh yang tinggi, rambut lurus yang dicat cokelat gelap, dan sepasang mata indah yang meneduhkan. Taehyung yang membawa perubahan besar pada hidup Mi Rae. Dia mengajarkan bagaimana Mi Rae harus bertahan dengan hidup yang memang sudah kejam sejak lama. Tapi satu hal yang selalu Taehyung yakinkan pada Mi Rae. Sekejam apapun hidup ini, jangan pernah bertanya 'Kenapa?' pada Tuhan. Karena meskipun tidak bertanya, Tuhan pasti sudah mempunyai alasannya. Bisa saja itu untuk terus membangun kekuatan dalam dirinya. Jadi meskipun hidup ini sudah berat, bertahanlah. Tuhan sudah menjanjikan kebahagiaan atas itu semua. Bagi Taehyung, selalu ada pelangi setelah badai. Yang diperlukan hanya kesabaran untuk bisa melihat pelangi itu.
"Apa aku boleh tau apa impianmu?" Tanya Taehyung ketika mereka sedang menghabiskan waktu bersama di pinggiran sungai Han.
"Aku ingin jadi penulis," katanya dengan nada yang sangat berat.
"Bukankah itu bagus? Lalu kenapa kau tidak bersemangat begitu?"
"Aku sendiri saja tidak yakin bisa menggapai mimpiku. Hidupku sudah terlalu sibuk dengan langganan ibuku. Dan itu termasuk kau,"
Taehyung kemudian menuntun wajah Mi Rae yang menunduk, "Semuanya Cuma butuh keyakinan. Bagaimana kau bisa menggapai mimpimu kalau kau tidak yakin?"
"Tapi itu memang terlalu mustahil bagiku,"
"Kalau kau bilang begitu, artinya kau mendahului Tuhan,"
Mi Rae terkesiap, "Aku tidak bermaksud begitu,"
"Memang. Tapi kau sudah begitu,"
"Lalu harusnya aku bagaimana?" Tanya Mi Rae lesu. Dia seperti enggan percaya kalau sebenarnya dia bisa meninggalkan kehidupan gelapnya.
"Percayalah. Dan terus saja asah bakatmu itu. Aku yang akan membantumu mengembangkan tulisan-tulisanmu,"
"Apa semudah itu?"
Taehyung lalu menggenggam lembut tangan Mi Rae, "Tidak ada hal yang mudah memang. Tapi jika kau terus berusaha, bukan tidak mungkin kau bisa mencapai mimpimu,"
"Apa kau yakin?"
"Ya. Kenapa tidak?"
"Baiklah. Kalau begitu aku butuh alasan untuk membuatku percaya,"
"Boleh. Kau boleh mengambil alasan apapun itu,"
"Aku ingin kau yang menjadi alasanku,"
"Aku? Kenapa aku?"
"Karena kau satu-satunya yang bisa ku percaya. Selain Tuhan tentunya."
Taehyung tertawa renyah, "Baiklah-baiklah. Kau boleh menggunakanku sebagai alasanmu. Asalkan kau bersungguh-sungguh,"
Mi Rae mengangguk mantap. Tawa mereka pun pecah bersama dengan senja yang sudah mulai datang pada peraduannya. Menyambut dua insan yang mulai mengejar mimpi-mimpi kecilnya.
Dan pada akhirnya Mi Rae memutuskan menyambut cahayanya. Memang bukan perkara mudah untuk Mi Rae bisa sampai pada titik saat ini. Tapi itulah waktu yang harus ditempuhnya. Setiap waktu kosongnya dia habiskan dengan menulis. Mulai dari sekedar bacaan sederhana, sampai bacaan berat. Dan bersamaan dengan itu pula hubungan itu terbentuk. Hubungan yang di mana dua hati saling berhubungan satu sama lain. Hati yang saling mengerti dan saling memahami.
Taehyung tahu betul bagaimana caranya untuk bisa membawa Mi Rae keluar dari jurang hitamnya. Meski dia sendiri juga tahu bahwa segalanya tidak akan berjalan dengan mudah begitu saja. Tapi itulah pilihan yang dia pilih. Sebagaimana dia memilih antara kopi atau teh, dia memilih sesuatu yang dianggapnya sangat penting. Dan itu adalah cinta pada pandangan pertamanya, Song Mi Rae. Gadis yang mengubah arahnya. Dengan membawa luka pada sekujur hatinya, Taehyung merangkul gadis itu. Dia tahu bahwa ada luka lain yang lebih menyakitkan daripada lukanya sendiri. Dan pada kenyataannya, dua orang ini adalah kebutuhan satu sama lain. Keduanya saling merubah hidup masing-masing.
Cinta yang telah dipilih oleh Taehyung, dia memilih untuk memperjuangkannya. Dunia gelap yang sedang dijalani cinta pertamanya paling tidak mengajarkannya ada banyak kehidupan yang tidak dia tahu bagaimana beratnya. Manusia hidup dengan hal-hal yang sudah ditentukan oleh sang pencipta. Tapi bagi Taehyung, jika usaha bisa merubah hidup seseorang, meskipun itu sedikit, dia tetap akan melakukannya. Itulah cinta yang bagi Taehyung lebih dari cukup untuknya bisa mendekatkan diri pada Mi Rae. Dengan keseluruhan kepercayaan diri, dia melangkah kepada cinta pertamanya. Cinta pertama yang ingin dia perjuangkan keseluruhan dunianya.

☔Like a Rain☔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang