CHAPTER 4

43 1 0
                                    


AIDS adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV atau Human Immunodeficiency Virus. Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh serta melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan penyakit. Aids adalah stadium akhir dari infeksi virus HIV. Dan pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya. Akibatnya flu ringan saja bisa membuat penderitanya tidak berdaya. Dan apa yang terjadi pada Taehyung saat ini masih sebagian kecil dari respon tubuhnya terhadap virus tersebut. Baginya sudah sangat biasa jika dia harus berakhir tidak sadarkan diri hanya karena batuk ringan yang menyerang dirinya. Karena memang bagi Taehyung itu hanya sebagian kecil dari beberapa hal yang sudah disebabkan oleh virus tersebut.
Dan pada akhirnya Taehyung berakhir terlelap di dalam ruangan 5x5 meter persegi miliknya. Karena saat tak sadarkan diri, hanya Yujin yang ada dalam benak Mi Rae. Mi Rae masih menunggu di luar bersama dengan Yujin yang menggenggam tangannya. Yujin tahu betul bahwa ada tangis tertahan di sana yang sengaja tidak ditumpahkan. Entah karena alasan apa, tapi Yujin melihat dengan jelas ketercekatan itu. Ada detik-detik kosong yang dibiarkan berlalu tanpa suara selain gesekan risau kaki Mi Rae pada lantai. Sesekali tangannya tergenggam erat seperti sedang berdoa dengan tuntutan hati yang sangat besar. Sudah hampir setengah jam Ayah dan Ibunya Taehyung berada di dalam kamar bersama dengan dokter Park, dan masih saja belum menunjukkan tanda-tanda untuk keluar.
"Tenanglah... Oppaku pasti baik-baik saja," kata Yujin menenangkan. Tangannya terulur pada punggung Mi Rae dan mengusapnya pelan.
Mi Rae terdiam. Matanya menatap Yujin penuh arti, "Kenapa Yujin-ah?"
Yujin tahu kemana arah dari pertanyaan itu. Dia menunduk dalam, sebelum kemudian dia mengatakan,
"Maafkan aku, Mi Rae.."
"Kenapa hari ini banyak sekali yang mengucapkan maaf padaku? Apa hanya aku yang satu-satunya paling bodoh di sini?"
"Bukan begitu. Hanya saja Taehyung bilang..."
"Untuk tidak memberi tahuku?" Potong Mi Rae kemudian. Ada nada sarkatis dalam ucapnya.
Yujin tidak memberikan respon apapun, yang berarti bahwa dia juga tidak menolak kenyataan itu. Dia kembali menghela napas merasa prihatin.
"Aku tau ada satu hal yang bukan hakku untuk memberitahukannya padamu. Karena itu akan tidak adil bagi Oppaku,"
"Tapi apakah harus kau sembunyikan itu jika keadaannya begini?"
"Aku tidak ingin ikut campur soal itu, karena memang dia yang melarangku. Dan aku pikir itu memang butuh waktu,"
Mi Rae terdiam menelaah ucapan Yujin. Memang akan terlalu egois jika bukan Taehyung sendiri yang menceritakan semuanya. Toh dia juga belum tentu menerima jika Yujin yang mengatakannya. Bahkan ketika Taehyung bersedia membuka aib itu padanya, dia masih belum sanggup untuk percaya bahwa laki-laki kuat yang dulu sangat dicintainya, kini secara perlahan namun pasti, akan berubah menjadi sosok yang rapuh dan lemah. Tapi jika hanya dengan alasan klise seperti itu, akankah Mi Rae tega meninggalkan laki-laki yang telah menyerahkan dunia pada genggamannya? Apakah dia akan menghapus seseorang yang memberikan jalan lebar untuknya menggapai masa depan? Tidak. Bukan alasan yang seperti itu yang akan menghapus cintanya. Karena pada akhirnya memang rasa cinta miliknya utuh dan apa adanya.
Dan setelah penantian yang panjang, Ayah Taehyung-Namjoon Ahjussi-keluar bersama dengan dokter Park. Ada raut sesal yang benar-benar kentara saat menatap laki-laki paruh baya itu. Pandangan yang sebenarnya cerah itu seperti sengaja diredupkan oleh sesuatu.
"Appa, bagaimana?" Yujin yang pertama bertanya. Mi Rae mengikuti dengan pandangan antusias.
"Tidak apa-apa. Seperti biasa, Oppamu itu tidak apa-apa. Dia kuat seperti sebelum-sebelumnya," jawaban yang benar-benar sama sekali tidak menghibur.
"Appa antarkan dokter Park dulu ke depan. Mi Rae-ssi, pergilah ke kamar Taehyung. Mungkin nanti dia akan mencarimu,"
Sepeninggal Ayahnya, Yujin mengantar Mi Rae ke kamar Oppanya. Pintu biru pastel itu sengaja dibuka yang mana langsung memperlihatkan sosok itu. Laki-laki yang terlelap dalam tidurnya. Laki-laki yang beberapa saat lalu memberikan hujaman yang sangat kuat, dan langsung meluruhkan segala pertahanan yang sudah dibangun untuk benci yang berusaha selalu dikokohkan.
Mi Rae melangkahkan kakinya perlahan tanpa melepaskan pandangannya dari Taehyung yang tengah terlelap. Di samping ranjang sudah duduk Seok Min Ahjumma. Dia sapa wanita paruh baya itu dengan senyum, yang dibalas dengan anggukan perlahan. Tanpa suara Seok Min ahjumma meninggalkan Mi Rae bersama dengan puteranya. Dia tahu bahwa ada hati yang baru saja dihantam dengan batu keras oleh anaknya. Artinya akan ada sedikit waktu yang diperlukan untuk tetap bisa mempertahankan cinta yang mereka miliki.
Mi Rae masih menatap lembut lelaki di depannya. Satu hal yang tidak disangkanya adalah kenyataan bahwa kini cintanya akan semakin rumit. Bukan berarti dia tidak menerima, tapi sejujurnya dia hanya belum siap dengan kejutan yang datang padanya. Ada waktu-waktu yang dibiarkan berlalu dalam keheningan. Mi Rae masih menelaah keadaan yang dalam sekejap mampu merubah arahnya. Sampai kemudian suara berat yang lemah itu membawanya kembali kepada realitanya.
"Hei...." Suaranya serak khas laki-laki dewasa.
"Hei... Kau baik-baik saja?"
"Seperti yang kau lihat. Aku baik-baik saja,"
Mi Rae menunduk sembari tertawa perlahan. "Lucu sekali aku ini. Seharusnya bukan itu yang ku tanyakan,"
"Kenapa?"
"Seharusnya aku tau kau tidak baik-baik saja,"
"Karena aku sakit?"
Mi Rae mengangguk.
"Aku sungguh tidak apa-apa,"
"Kenapa tidak kau ceritakan dari awal?"
"Ada beberapa alasan yang kuat untukku. Aku takut kau akan meninggalkanku jika kau tau,"
"Jadi apa dengan meninggalkanku membuatmu merasa jadi lebih baik?"
Taehyung menggeleng. Dia merubah posisinya untuk duduk menghadap Mi Rae. "Itu tidak mudah bagiku. Saat-saat seperti itu adalah siksaan untukku setiap detiknya,"
"Aku tidak bahagia," aku Mi Rae jujur. Matanya menatap tepat di manik mata Taehyung. Ada sirat kesedihan di sana.
"Aku tersiksa setiap hari hanya karena mencoba mencari alasan untuk tetap menguatkan hatiku," lanjut Mi Rae masih menatap Taehyung.
Taehyung mengulurkan tangan kanannya. Dia elus pipi Mi Rae penuh kelembutan. Kepalanya menunduk mencoba mencari kekuatan. Dia tarik napas panjang.
"Kau tidak penasaran darimana aku mendapatkan penyakitku?"
Mi Rae tertegun. Dia tidak tahu harus menjawab bagaimana. Dia hanya membiarkan Taehyung yang memutuskan. Menit-menit berlalu sampai Taehyung mengutarakan pertanyaan selanjutnya.
"Kau ingat saat pertama kali kita bertemu?" Tanya Taehyung. Pandangan Mi Rae terfokus pada Taehyung. Kemudian dia mengangguk mengiyakan.
"Saat itulah duniaku sebenarnya sedang diguncang oleh Tuhan. Pada awalnya aku berniat untuk melarikan diri dari dunia yang kejam ini. Tapi saat melihatmu disiksa oleh laki-laki itu, aku berubah pikiran,"
Sejenak Taehyung menghentikan ceritanya. Dia eratkan genggamannya pada Mi Rae. Kemudian dia mulai melanjutkan ceritanya.
"Aku melihatmu menerima semua pukulan itu. Aku pikir mungkin saja pukulan batinmu lebih kuat dari itu semua. Kau menerimanya. Dengan emosi yang tertahan, aku tau kau sebenarnya ingin sekali membalas pukulan itu. Saat kau memilih diam, aku sadar. Mungkin sedikit saja aku terlambat, kau akan tamat di tangan laki-laki itu. Di usiamu yang saat itu masih sangat muda, kau harus berjuang menghadapi kekejaman takdir Tuhan. Jujur saja. Saat aku berlari menyelamatkanmu dari pria itu, aku tidak punya pikiran panjang. Yang aku tau 'tidak apa-apa jika aku saja yang mati'." Ada jeda sejenak yang dibiarkan datang. Ada sesak dalam napas Taehyung.
"Tapi melihatmu menangisiku seperti itu, ku pikir aku salah. Kita berhak untuk hidup dan berhak untuk memperbaiki segalanya. Aku mencoba sekuat mungkin untuk tetap berdiri tegak di depanmu. Menjadi perisaimu kapanpun kau butuhkan, karena kau yang mengubahku. Kalau aku setidaknya pernah mengenyam dunia yang cerah, kenapa kau juga tidak bisa? Itulah kenapa aku sangat memperjuangkan kebebasanmu."
"Tapi kenapa?" Tanya Mi Rae di sela jeda yang berlalu.
Taehyung mengubah pandangannya kembali ke arah Mi Rae, "Karena aku ingin kau melihat, di dunia ini banyak hal-hal indah yang lama kau lewatkan. Hingga pada akhirnya aku menyadari, bahwa aku telah jatuh cinta. Perasaan yang tidak pernah ku sangka bahwa aku akan memilikinya, di saat kondisiku yang semakin hari semakin parah. Kau tau? Saat aku memutuskan meninggalkanmu, bukan hal mudah untukku."
Mi Rae menyela Taehyung, "Karena setiap hari aku selalu berdoa pada Tuhan, agar kau juga merasakan apa yang ku rasakan. Kejam ya?" Ujarnya dengan senyum tertahan.
Taehyung menggeleng, "Tentu saja tidak. Yang aku pikirkan adalah, kau baru saja menikmati kebebasanmu. Rasanya sangat musykil untukku merusak kebahagiaanmu dengan kondisiku. Jika aku harus menjadi jahat untuk kebahagiaan yang sudah lama kau tunggu, kenapa tidak?"
"Tapi kau salah."
"Ya. Dan kau benar. Itu sebabnya aku meninggalkan Yujin bersamamu. Untuk menjagamu menggantikanku. Aku salah saat aku kira kau bisa bahagia tanpaku yang seperti ini. Aku sama gilanya saat meninggalkanmu. Hari-hariku terasa panjang dan tidak berjeda. Setiap hari hanya tentang terapi, obat-obatan, suntikan dan semua hal membosankan seblum akhirnya tidur, dan kembali bangun lagi. Begitu kehidupan yang selama ini aku jalani. Virus ini. Virus yang aku dapatkan saat berniat mendonorkan darahku pada acara amal sekolah waktu itu, mengubah seluruh pandangan orang terhadapku."
"Pasti orang-orang mengira karena kau bergaul denganku juga,"
Taehyung tersenyum. "Tentu saja tidak begitu. Itu adalah keputusanku untuk menyerahkan diriku padamu." Taehyung berhenti saat batuknya datang menghentikan ceritanya. Dia kembali mengatur napas, ".... aku tidak peduli apa yang mereka pikirkan tentangku. Itu hak mereka karena aku juga tidak bisa melarang mereka berpikir begitu. Virus ini sudah mengubahku. Mengubah hidupku, fisikku, dan semua hal tentang diriku. Tapi satu hal yang tidak pernah berubah selama ini adalah, saat aku mencintaimu lebih dalam lagi setiap harinya."
"Maafkan aku.." kata Mi Rae lirih.
"Untuk apa?"
"Karena aku terlalu egois padamu. Harusnya aku juga menjadi orang yang paling memahamimu. Setidaknya aku tau bahwa kau sedang menopang beban berat seperti itu."
"Bukankah terkadang kita harus saling berjauhan untuk tau seberapa berharganya orang yang kita sayangi?"
"Kau benar. Dan kau sudah membuatku sadar bahwa kau sangat berarti untukku,"
"Kau memaafkanku?"
Mi Rae tersipu, "Untuk kesalahan yang mana? Aku pikir di antara kita hanya terjadi sedikit salah paham. Bukan maaf. Melainkan terima kasih,"
"Untuk apa?"
"Karena kau sudah menjelaskan semuanya. Dan karena kau sudah jujur kepadaku,"
Taehyung tersenyum. Dia usap lembut rambut panjang Mi Rae. Dibawa gadisnya itu dalam dekapnya, "Jadi bisakah kita memulainya dari awal lagi?"
"Tidak ada alasan untukku menolaknya. Bukankah begitu?"

☔Like a Rain☔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang