Dari belakang kukira kau adalah lelaki
dekil, kurus, tak bersandal
salah mataku, nyatanya rambut panjangmu kau ikat
salah kiraku, tanganmu kuat memikul karung yang isinya sampah daur ulang
Sepertinya kota ini sudah kehilangan kata-kata untukmu
tembok bangunannya menutup mata-mata yang terlena materi
padahal hari ini idul fitri, kau harusnya tinggal di rumah
mungkin jika ada, kau nikmati opor ayam bersama kerabatmu
Untuk gadis hitam berambut hitam, ke manakah suaramu?
apakah hilang ditelan bising kotaku? Sebab langkahmu senada dengan trambesi di seberang--berayun tak peduli. bisu. tak acuh pada dunia
padahal hari ini idul fitri, kau harusnya santai di rumah
mungkin jika sempat, kau tidur dengan perut kenyang oleh sop daging dan ketupat
Kau berhenti di dekat bak sampah, matamu jeli memilah-milah mana yang bisa dijual
apakah sampah-sampah Ramadan kemarin tak cukup untuk merayakan hari kemenangan?
mungkin kotaku dan seisinya sudah buta untuk melihatmu
atau hati yang terlalu keras karena pemandangan sepertimu adalah konsumsi sehari-hari
"Wajar saja," ucap kami.
Untuk gadis hitam berambut hitam
pulanglah sebelum malam
semoga karungmu yang berat berganti uang
semoga masa depanmu cerah, terbuka peluang
semoga kakimu tak lagi lecet dikecup aspal
semoga rambut hitammu indah, harapanmu menjulang
baju lusuhmu terbakar diganti yang layak
coreng-moreng di wajahmu lebur diganti bedak
paras sedihmu luntur berganti senyuman
kau bersanding di pelaminan dengan lelaki yang pantas
anak-anakmu sehat nan bahagia
sisa umurmu penuh berkah
hingga tak ada lagi gadis hitam berambut hitam pengais sampah,
berbekal karung dan tekad kuat,
mengisi kota yang kebanyakan lupa kemanusiaan,
dariku, "Keselamatan, rahmat, dan keberkahan-Nya. Jangan lupa shalat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisa-sisa Senja (FINISHED)
PoetryKumpulan puisi yang ia tulis dalam kegembiraan, kesedihan, kebimbangan, dan semua itu dibungkus dalam kemabukan kopi--kalau sekiranya dompetnya mendukung untuk beli kopi.