MA (1)

389 36 6
                                    

-Sayonara Sequel-

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Genre : family, hurt, friendship

Warning : FemNaruto bukan Naruko, typo bertebaran, tdk sesuai EYD, OOC, ide pasaran, mainstream, dll.

Jangan lupa vote and komen!

~~~~Happy Reading~~~~

Cklek

Terdengar suara pintu terbuka. Seorang nenek yang mengenakan kupluk(?) masuk ke ruang itu a.k.a kamar. Nenek itu berjalan tanpa suara namun terlihat terburu-buru menghampiri gundukan di atas ranjang itu. Tangan keriputnya menggoyang-goyang gundukan itu perlahan, suaranya terdengar lirih namun terdapat nada khawatir.

"Naru...Naru...bangun sayang. Naru ini baa-san cepat bangun!" ujarnya cepat namun tetap lirih seolah-olah tidak ada yang boleh mendengar suaranya. Gundukan itu menggeliat saat merasakan goncangan dari sang nenek itu. Sebuah tangan berwarna putih menyibak selimut yang menutupi sang empu. Kini terlihat surai pirang berantakan serta mata sayu yang sedang diucek(?) oleh tangan putih itu.

"Nggghhh...ada apa baa-san? Naru masih ngantuk ini masih pagi buta." jawab gadis yang dipanggil Naru oleh sang nenek.

"Cepatlah bangun dan ikut baa-san sekarang, tidak ada waktu lagi. Cepatlah!" sang nenek dengan cepat menarik tangan putih itu dan berkata dengan anda khawatur yang kentara hingga menimbulkan kernyitan di dahi gadis pirang yang ditariknya.

"Memang ada apa baa-san? Apakah ada rentenir? Bukankah hutang baa-san sudah lunas? Apak-" perkataan Naru terputus karena ada tangan keriput yang membekapnya serta sepasang mata sipit yang menatapnya tajam membuat bulu kuduknya meremang. Gadis itu berpikir bahwa ia tidak salah bicara dan menggunakan nada yang normal saat berbicara namun kenapa di dibekap seperti ini?

"Jangan bicara terlalu keras dan banyak bertanya. Kau hanya perlu mengikuti baa-san dengan cepat karna waktu kita tidak banyak." nenek itu mengatakan bahwa Naru harus mengikutinya namun pada kenyataannya sang nenek malah menarik Naru dengan cepat. Naru sendiri yang ditarik hanya diam sambil berpikir apa yang sebenarnya terjadi di pagi buta pula.

Mereka terus menelusuri rumah entah apa yang sebenarnya dicari sang nenek. Hingga akhirnya mereka berdua sampai di halaman belakang rumah tua bergaya jepang yang mereka tempati. Disana terdapat rumah kaca kecil yang ditumbuhi berbagai macam bunga berwarna putih. Tanpa membuang waktu sang nenek membawa Naru ke dalam rumah kaca itu lalu mengunci pintu dari dalam. Naru yang masih belum paham situasi hanya diam menuruti apapun yang dilakukan sang nenek bahkan menhuruhnya berjongkok di belakang rak bunga yang berisi baby breath.

"Sebenarnya kenapa kita bersembunyi baa-san?" Naru bertanya dengan nada lirih karna tak ingin dibekap untuk kedua kalinya.

"Mereka datang dengan niat buruk. Sang burung ingin lari namun ia sudah terkepung. Hanya dengan bersembunyi sambil berpikir cara untuk bebas." Naru mengerti yang dikatakan sang baa-san. Baa-sannya sangat menyukai perumpamaan atau kata-kata kias yang bermakna. Bahkan ia sering diajak berdebat dengan menggunakan perumpamaan itu sendiri.

"Kenapa tidak melawan? Banyak ranting disekitarnya untuk melawan bukan? Lagi pula burung itu adalah elang." jawabnya drngan perumpaman juga. Menurutnya perumpamaan seperti ini lebih mudah digunakan untuk berkomunikasi karna bahasanya singkat namun memiliki arti yang dalam.

"Memang tapi dia hanyalah elang kecil yang bahkan belum bisa terbang dan hanya ada sebuah penjaga tua yang sudah bau tanah." kasar memang tapi itulah adanya. Naru berpikir apa saja kemungkinan yang bisa ia ambil. Tiba-tiba dia terpikirkan sesuatu dan langsung bangkit menuju pojok rumah kaca. Baa-sannya terkejut karna cucunya itu tiba-tiba berdiri. Ia ingin memanggil cucunya namun situasi tak berpihak jadi dia hanya diam sambil mengamati tingkah Naru.

Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang