A. N: waktu yang digunakan dalam fanfic ini adalah waktu asli di Jepang. Sedangkan Jepang dan Indonesia memiliki waktu berbeda 2 jam. Maka dari itu harap baca dengan teliti.
Ingat, fanfic ini menggunakan waktu asli Jepang.
Harap teliti ya readers...
___
Pagi menjelang menggantikan malam. Burung burung pipit mulai berkicau. Air embun yang tersisa terlihat bagaikan kristal saat terkena sinar matahari. Hawa sejuk masih terasa di tubuh yang beberapa saat lalu masih tertutupi selimut hangat.
" Aku bersyukur bahwa di Taki masih memiliki suasana seperti ini. Tidak seperti di Tokyo ataupun Konoha. " perempuan berambut pirang pudar berkata sambil menata sarapan untuk keluarga kecilnya.
" Bukankah kau tahu bahwa perkotaan memang seperti itu? Mereka akan terus membangun infrastruktur tanpa memperhatikan lingkungan dengan cermat. Jika suatu saat ada bencana mereka baru sadar dan ada keinginan memperbaiki. Bukankah itu sudah sangat terlambat? " laki-laki yang berstatus suaminya itu berhenti membaca koran paginya untuk menanggapi sang istri.
" Kau benar. Saat mereka ingin memperbaiki sudah tidak ada lahan tersedia. Dan pada saat itulah kehidupan manusia terancam. " selesai menata piring-piring itu diapun duduk.
" Kalian ini, pagi-pagi sudah membahas hal berat seperti itu, lagipula pasti ada orang yang sudah sadar akan keadaan saat ini. " perempuan berambut pirang cerah itu baru datang dan langsung duduk kemudian ingin mengambil nasi. Namun tangannya segera dipukul oleh ibu negara.
" Ya ya ya terserahmu Naru. Dan sekali lagi kuingatkan jangan makan sebelum semua berkumpul, mana adikmu? " sambil mengelus tangannya yang terpukul.
" Dia masih memakai seragam. Ck, kenapa shion terlihat cantik? Jika dia cantik maka banyak anak lelaki yang akan mendekatinya, aku tidak terima ini. Adikku yang manis tidak boleh direbut siapapun. " kedua tangannya disilangkan di depan dada dan punggungnya yang bersandar pada sandaran kursi yang di dudukinya. Tapi segera saja ada sebuah sendok sayur yang menghantam kepalanya
" Kenapa kau tertular ayahmu? Shion masih kelas 5 SD, dia tidak akan direbut siapapun. Lagipula wajar seorang perempuan itu cantik, mana ada perempuan yang tidak ingin cantik? " wanita itu jengah melihat kelakuan suami dan putrinya yang berlebihan. Anak kedua masih berusia 10 tahun, dia takkan direbut siapapun.
" Ada, aku salah satunya. Aku tidak ingin cantik. Aku hanya ingin wajah seorang gadis pada umumnya. Tapi apalah dayaku jika Tuhan memberiku wajah yang cantik seperti ini. Mungkin ini balasan atas perbuatanku di kehidupan sebelumnya. " tangannya sibuk mengibaskan rambut pirangnya seolah-olah dia seorang foto model iklan shampoo. Perempuan yang satunya hanya bisa memutar matanya bosan.
" Ohayou tou-san, ohayou kaa-san, ohayou aneki" setelah menyapa Shion langsung duduk di kursi kosong. Meja makan mereka hanya berbentuk persegi dengan ukuraan sedang sehingga setiap sisinya cukup untuk satu orang.
" Ck, panggil kakakmu nee-chan atau nee-san Shion, kau itu perempuan bukan anak laki-laki" sang ibu menasehati anaknya itu.
" Tapi kaa-san, Naru-nee lebih cocok dipanggil aneki daripada nee-san. Lihat pakaiannya, tidak ada kesan feminim. Lagipula aku juga ingin seperti aneki, tomboy. Itu keren. " Shion berkata dengan mata berbinar sambil menatap Naruto. Sang ibu hanya bisa memandang tajam Naruto karena akibat perilakunya anak bungsunya menjadi seperti ini.
" Kau ingin memuji atau menghina?" Naru bingung apakah dirinya harus merasa tersanjung dengan perkataan adiknya ini atau malah tersinggung?
" Sudahlah, kita mulai sarapan. Apa kalian tidak bosan hampir setiap pagi selalu membicarakan hal yang sama? " satu-satunya laki-laki disana akhirnya angkat bicara. Dia sudah bosan hampir setiap hari bahasan di saat akan sarapan selalu saja tentang panggilan. Dia bahkan hampir hafal setiap kata yang akan di ucapkan mereka.
" Kau harusnya juga menegur Shion, aku tidak masalah jika dia tomboy tapi setidaknya panggil saja seperti umumnya. Aishh... " dia sudah hampir menyerah mengingatkan hal ini. Ia dulu berpikir bahwa anak bungsunya akan menjadi perempuan yang lemah lembut, namun kenyataannya dia tomboy , bahkan cara bicaranya terkadang mirip laki-laki. Sungguh, jika waktu bisa diulang ingin rasanya ia menukarkan anak bungsunya itu ke penggadaian.
Perdebatan mereka terhenti dan dimulailah sarapan yang tenang. Walaupun kadang terdengar suara Shion yang kesal karena kejahilan Naru. Selesai sarapan mereka mulai pergi ke tujuan masing-masing walaupun jam masih menunjukkan pukul 4 pagi. Shion yang berangkat dengan sang ayah dan Naru yang berangkat sendiri menggunakan sepeda gunungnya.
" Yah, hari yang menyenangkan aku datang. " ungkap Naru untuk mengawali harinya yang bahkan belum tentu menyenangkan.
Hanya untuk informasi, keluarga Naru tinggal di pinggiran kota kecil bernama Takigakure. Mereka harus berangkat pagi karena untuk sampai ke pusat kota dibutuhkan waktu 15 menit dengan mengendarai kereta bawah tanah sedangkan untuk sepeda biasa ditempuh dengan waktu 30 menit dengan rute normal. Jika ingin sampai lebih cepat saat mengendari sepeda maka harus pandai-pandai memilih jalan tikus / jalan pintas. Walaupun menggunakan jalan pintas hanya bisa menghemat waktumu sebanyak 10 menit, dengan catatan kau tidak tersesat, setidaknya kau masih bisa menghabiskannya untuk beristirahat sebentar.
___
Ingin ku berkhayal sebentar sebelum menghadapi yang namanya badai. Iya badai, minggu depan aing UAS itu badainya. Sebenernya yang badai tuh bukan UAS nya sih, tapi tugas minggu ini. Sumpah tugas udah kayak hp nggk bisa lepas barang sedetikpun karena deadlinenya semakin dekat. Daripada stress nggk ketulungan mendingan ngademin otak dulu.
Itu curcol saya, semoga mendapat manfaat.
Jan lupa vote & komen, oke? Apa semangatin gitu biar bisa tetep waras... 😁 😁 😁
Terimakasih & sekian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet Again
Fanfiction-Sayonara sequel- Saat ini dia sudah memiliki keluarga baru. Namun masa lalu tetaplah masa lalu tak bisa ia lupakan. Ia adalah sang mentari keluarga. Ia akan tetap bersinar untuk mereka. Dia terbuka dan selalu jujur pada keluarganya namun tetap ada...