Hai. Namaku Ashilla. Sekarang lagi bingung setengah mati. Aku sama sekali ga ngerti jalan pikiran laki-laki. Karena semua cowok terkadang hanya berjuang di awal sebelum dia mendapatkan. Setelah dia sudah mendapatkan apa yang dia mau, yaudah semuanya bakal beda dan gak sama kaya dulu waktu dia ngejar-ngejar. Dan kadang aku sering berharap mending aku sama dia gak usah kenal sekalian.
Kadang menjadi gak tau lebih menyenangkan. Biar gak usah ada rasa benci yang tumbuh di hati. Ah, kenyataannya disakitin aja aku tetep sayang. Heran.
Namanya Abian. Cowok pertama yang bikin aku rajin sekolah, semangat saingan nilai raport, tapi juga cowok pertama yang bikin air mataku yang berharga terbuang sia-sia. Anak ekskul sastra yang bikin aku jatuh cinta akibat puisi-puisi di mading yang dipajang setiap hari Senin. Pada saat itu, Senin bukan lagi hari yang paling kubenci. Aku malah menanti-nanti datangnya hari Senin. Puisi itulah penyebabnya.
Puisinya bagus, dalam, penuh arti, tapi gak lebay. Terkadang, bisa sampai sejam aku berdiri di depan papan mading. Meresapi arti dan makna puisinya bahkan sampai aku abadikan puisinya dengan kamera ponselku.
Setelah kenalan, rasanya pengen banget deh jauh-jauh dari makhluk satu itu. Rese dan bikin malu banget. Akan tetapi, seperti kata pepatah, 'Sekeras-kerasnya batu bila terus menerus tertimpa hujan akan retak juga'. Setelah 'batunya retak' aku baru bisa menyadari kalau sebetulnya semua perilaku nyebelin itu adalah perhatian yang dia kasih ke aku.
Nah, sekarang aku ingin mulai bercerita tentang hujan yang turun terus-menerus sampai batu yang tertimpanya retak. Kisahnya dimulai dari hari dimana aku bertemu sang hujan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Ashilla
RomanceBerawal dari kekaguman Ashilla terhadap sajak-sajak di mading sekolah, Ashilla akhirnya bertemu penulis sajak-sajak tersebut, Abian. Selidik punya selidik, Abian ternyata cowok rese bin ajaib yang suka menggangu Ashilla saat dirinya membaca sajak t...