Mentari pagi menyinari tingkap rumah yang sederhana namun berseni, inilah rumahku, Adifa.Suasana perkampungan yang bercirikhas kan anyaman bambu,tetapi dengan kondisi religius yang tinggi,aku tetap bisa bahagia.Aku teringat masa kecilku dulu ketika aku bisa mengaji bersama teman-temanku,tetapi untuk sekarang aku tidak tahu mereka kemana karena kami berbeda sekolah.Namun yang kubayangkan sampai sekarang adalah mereka pernah berbicara kepadaku "Adifa,suatu saat nanti kami akan sekolah ke pesantren setelah masa-masa SMP ini selesai".
Yang aku rencanakan sekarang adalah apakah aku akan melanjutkan sekolah ke sekolah negri,swasta,atau pesantren ?Aku sedang duduk di teras rumahku dan duduk merenungkan untuk memikirkan sekolah.Ibuku pun menghampiriku sambil membawa cemilan manis " Nih,buat adifa"."Terima kasih bu" sambil berekspresi cemberut.Lalu ibuku berada disampingku.
"Adifa,kamu kok cemberut ? Masih mikirin sekolah ?" ujar Ibuku berkata dengan halus."Bu,sebenarnya Adifa inget sama kata-kata temanku kalau mereka semua ingin melanjutkan ke pesantren.Beruntung ya bu mereka bisa melanjutkan sekolahnya".
Ibunya seketika terkejut dan melamun mendengar pembicaraan sang anak."Adifa,jangan bicara seperti itu.Kamu juga bisa kok ke pesantren,hanya saja ibu kekurangan biaya untuk menyekolahkan kamu" dengan rasa sedih ibuku sambil meneteskan air mata.Adifa pun memeluk ibunya dan mengelus-elus pundak ibunya."Ibu tidak perlu sedih,Adifa akan berusaha membahagiakan ibu,dan bila Adifa punya rezeki dari Alloh,Adifa akan membuat ibu senang dahulu,baru anakmu ibu"
sambil menghapus air mata ibunya seketika sikap ibu menjadi berubah "Iya,Aamiin.Udah nak duduknya dirumah aja tapi sebelumnya tolong ambilkan kotak putih di lemari ibu".Adifa pun memasuki kamar ibunya dan mengambil kotak putih dilemari ibunya.Adifa kembali ke ruang tamu yang beralaskan tikar.Ia pun duduk dan penasaran sebenarnya kenapa ibu memintaku mengambil kotak tersebut."Bu,apa isi dari kotak putih ini?" tanya Adifa yang sangat penasaran.Tapi ibu hanya senyum saja dan tak mau menjawabnya."Buka aja nak,nanti juga tahu"
Dia berbicara menatap cermin dengan wajahnya tidak terlihat karena tertutup jilbab yang bagaikan rembulan terhalang awan.Namun saat Ibunya Adifa memasuki kamarnya,nampak ekspresi Ibunya sekilas tersenyum haru melihat hijab yang digunakannya rapi.
Perlahan-lahan Adifa memakai jilbabnya diatas kepala dan sedikit demi sedikit terlihat dari cermin mata yang lentik,wajah yang bulat,dan senyum yang menawan.
Sampai-sampai Ibunya tak bisa berkata apa-apa "Adifa,Masya Alloh,kau cantik sangat nak,dan kau semangat sekali,memangnya ada apa Adifa ?",sambil memeluk dan mengelus-elus kerudung dan pundaknya.
"Ibuku tersayang,Adifa ingin mewujudkan suatu impian yang masih tersimpan" dengan tenang ia memberi jawaban kepada Sang Ibu tercinta.Ibunya bingung dihari pertama ke pesantren ia mau mewujudkan apa," Impian apa,nak?".
"Menjadi se...se.. seorang Detektif",Adifa menjawab dengan ragu-ragu hingga ia tidak menatap sama sekali wajah ibunya.
"Detektif apa?" tanya kembali kepada anaknya."Detektif....Syiar....Islami..." Adifa menjawab perlahan-lahan karena kata-kata yang sungguh diucapkan dengan hati.--------------------------•:•---------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
DETEKTIF SYIAR ISLAMI
EspiritualKisah 5 remaja yang dipertemukan kembali di pesantren dengan tujuan mempertahankan kebudayaan budaya islam zaman dahulu,sebab itu mereka bisa mengharumkan nama pesantren terutama meninggikan nama Allah S.W.T.