Tangisan Sang Serdadu

2K 107 0
                                    

"Makasih zal sudah kasih tau aku sampe kamu datang malam-malam begini"

"Iya mas, ndak papa"

Rizal menepuk bahu Ali yang kini terduduk di samping rumahnya. Di balik tembok yang membatasi mereka, sayup-sayup terdengar tangisan lirih.

Tak ada yang mendengar, karna orang yang ada di baliknya membungkam tangannya. Jelas dia mendengar percakapan keempat bujangan tadi. Jelas rasa sakit ditusuk sembilu itu ada. Tapi dia hanya diam dan terus bungkam.

"Ya udah kita semua mau pulang ya li", kata Elang.

"Iya, hati-hati suwun nggeh"

Ketiga pria bertubuh kekar itu meninggalkan halaman yang penuh dengan bunga-bunga. Ali masuk kedalam rumahnya dan menutup pintu.

"Ibu, Annisa mana?"

"Dari sejak Rizal sama Farhan datang sudah masuk kamar"

Ali berjalan menuju kamarnya. Ditatapnya bilik pintu yang tertutup di depan kamarnya. Dia menatap nanar pintu itu ragu antara iya atau tidak untuk mengetuk pintunya. Akhirnya dia memutuskan untuk masuk ke kamarnya tanpa mengganggu Annisa terlebih dahulu.

Rizal pov

"Assalamualaikum, mboke aku mangkat yo"

"Yo, ati-ati le"

"Nggih"

Aku mencium tangan si mbokku. Tangan yang telah membesarkan aku hingga bisa berjaya seperti sekarang. Tak lupa ku kecup kedua pipinya yang sudah terlihat kerutan disana.

Ku jajaki jalanan magelang sepagi ini. Sayup-sayup kulihat dari kejauhan seorang gadis. Aku Memicingkan mataku. Aku menganal gadis itu. Kemarin kami sempat bertemu kembali.  Dia gadis yang waktu itu ku tilang.

Aku sedikit tersenyum mengingat bagaimana wajahnya saat itu. Niatku pun ku torehkan untuk menemuinya.

"Sendirian de?"

"Eh iya pak, hmm mas"

"Mau kemana?"

"Nunggu bis mau ke kantor"

"Naik yuk, biar aku yang antar. Lagian bis nya masih lama loh de"

"Memang searah?"

"Kantornya dimana?"

"Kantor bupati tau kan?"

"Yuk, searah banget malah"

Gadis itu tersenyum kemudian naik keatas motorku. Aku kembali menancapkan gas. Memang jarang aku membawa mobil. Sebab menurutku menggunakan mobil sama saja menambah kemacetan. Apalagi ke tempat tujuan lebih cepat menggunakan motor.

Gadis ini cukup pediam menurutku. Atau memang sifatnya yang benar pendiam. Lagi-lagi aku yang harus memulai pembicaraan dan akan di akhiri dengan senyumannya.

"Mas rizal katanya ada yang ngikutin kita deh"

"Siapa de,ndak ada kok. Kamu tenang aja"

"Tapi dari tadi motor itu ngikut kita mas, duh kenapa yah mas"

"Ya udah biarin aja"

Kulihat raut wajah cemas di wajah ayunya. Memang benar seseorang kini seperti mengikuti kami. Aku sangsi dia adalah pria. Pakaiannya pun serba hitam. Tapi tunggu, aku kenal dengan motornya. Sangat mengenalnya.

Akhirnya aku memutuskan berhenti di samping jalan. Jalanan masih tampak sepi pagi ini. Benar, masih pukul setengah lima pagi. Jadi belum banyak orang yang Lewat.

My Love Pak DorengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang