| 34 | Tentang Rasa

1.3K 89 0
                                    

Coba tuk lupakan bayangan dirimu
Yang selalu saja memaksa tuk merindumu

Media: Terendap Laraku - Naff

*****

"BUN, aku 'kan udah selesai UAS, udah libur juga, kapan Bunda sama Ayah balik dari Singapur? Kita jadi liburan ke Raja Ampat 'kan?"

"Iya, Sayang, sabar, yaaa. Insha Allah, dua hari lagi Ayah sama Bunda pulang, kok."

"Hmm ... janji, ya? Jangan diundur lagi."

"Insha Allah, ya, Nak. Takutnya, nanti ada urusan yang lain lagi. Tapi, Bunda sama Ayah akan berusaha sebisa mungkin, supaya pulangnya nggak ngaret."

"Oke...."

"Udah dulu, ya, Nak. Bunda sama Ayah harus berangkat meeting sekarang. Wassalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Diam-diam, sembari menyuap sesendok demi sesendok nasi uduk ke dalam mulutnya, Raga menyimak percakapan antara Rasa dengan Alya di telepon tadi. Dirinya mendadak lemas. Dua hari lagi. Jika Fery dan Alya benar-benar pulang dua hari lagi, dan mereka jadi berlibur ke Raja Ampat, bagaimana? Bagaimana selanjutnya? Apa yang akan terjadi di sana?

Raga mengerutkan dahinya. Seharusnya, ia bahagia dengan rencana liburan itu. Tetapi, sekarang, keadaannya berbeda. Ia dan Rasa sudah begitu lama saling menjaga jarak. Mungkin dua bulan? Dan suasananya di Raja Ampat nanti pasti tidak nyaman.

Raga menghela napas panjang. Ia menyilangkan sendok dan garpunya di atas piring, lalu meminum segelas air mineral yang sudah disediakannya sendiri. Ketika cowok itu meneguk air untuk yang ketiga kali, Rasa lewat di hadapannya. Cewek itu sempat menoleh ke arahnya. Raga langsung berhenti meneguk air.

Begitu Raga meletakkan gelas di atas meja makan, Rasa langsung memalingkan wajahnya, dan kembali berjalan dengan cuek. Meskipun tidak melihat ekspresi Rasa dengan jelas, Raga yakin kalau cewek itu sebenarnya ingin menyudahi diam di antara mereka berdua.

Memikirkan hal itu, Raga hanya bisa tersenyum kecut.

☆☆☆

Raga menatap ponsel di tangannya, lalu beralih menatap Rasa yang sedang menanam sesuatu bersama Bi Runi di taman samping rumah. Ia mengembuskan napas panjang dan kembali menatap ponsel berwarna hitam itu. Akhirnya, ia menekan passcode-nya, dan mencari nomor seseorang dalam daftar kontaknya.

Ayah. Raga ingin menelepon ayahnya.

"Assalamu'alaikum, Nak. Ada apa telepon?"

Raga mendengar suara orang itu di ujung sana. Suara seorang pria yang bernada rendah dan dalam. Namun, Raga belum bisa mengeluarkan suara. Belum bisa mengatakan apa yang sejak beberapa hari ini dipikirkannya.

"Halo? Kenapa, Ga?" Suara Fery terdengar lagi.

"Wa'alaikumsalam, Yah. Ayah lagi sibuk, nggak?" Akhirnya, dengan begitu berat, Raga berhasil mengeluarkan suaranya.

"Enggak, Ga. Ini baru selesai meeting, lagi istirahat. Kenapa?"

"Ayah sama Bunda...," Raga menarik napas, "benaran bakal pulang dua hari lagi?"

Fery terdiam di ujung sana. Seperti tidak tega menjawab pertanyaan putranya.

"Yah?"

"Nak," Fery menghela napas berat, "Ayah bukannya mau mempermainkan janji Ayah sendiri ... tapi, Ayah benar-benar nggak bisa janji akan pulang dua hari lagi."

Raga dan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang