Ting tonggg...
Bel rumah terlihat berkali-kali ditekan, berharap seseorang membukakan pintu untuknya.
Klekk..
Akhirnya seseorang merespon dan membukakan pintu itu juga. Seketika bibir itu mengukirkan senyumnya. Sejak dari tadi batinnya memendam banyak kata-kata yang ingin dikeluarkan.
"Tante, Leon ada dirumahkan?". Tanya Kenzie dengan antusias.
"Dia pergi tadi". Ujarnya dengan datar.
"Pergi kemana tante? Malam-malam gini". Jawab Kenzie dengan nada keheranan.
"Tante juga gak tau, udah tante telpon tapi gak aktif, coba kamu hubungi dia atau tanya sama temannya".
"Oh iya tante". Ungkapnya sambil sedikit mengeluarkan senyum cemasnya.
Kenzie menghela nafas saat wanita itu telah menutup pintunya perlahan. Rasa penasarannya kini semakin menjadi-jadi karena saat ini ia gagal akan bertanya banyak hal mengenai alasan hari ini soal Leon. Benar-benar tidak biasa.
Dikeluarkannya sebual ponsel disakunya.
'To Dava
Dav lo tau gak Leon ada dimana?
'From Dava
Gue gak tau, tapi biasanya kalau jam segini dia gak ada dirumah paling dia ke cafe atau sejenisnya lo coba cari aja.
Belum sempat satu menit setelah ia menerima balasan pesan dari temannya ia sudah bergegas masuk kedalam mobilnya, rasa penasaran disusul rasa khawatir membuat dirinya semakin tidak sabar untuk mencarinya. Tidak berpikir apa-apa lagi Kenzie langsung mengendarai mobilnya ke tempat yang mungkin Leon ada disana.
***
Malam ini sangat terasa dingin, hembusan angin malam serasa seperti menusuk ke semua tulang. Ditatapnya pemandangan jalanan yang penuh dengan kendaraan berlalu lalang, lampu-lampu jalan dan banyaknya gedung-gedung megah bergemerlap cahaya yang membuat kesan bertambahnya kota metropolitan.
Kota yang telah ia tinggali selama bertahun-tahun disini, indah bila dilihat, bahkan sangat indah seperti ia setiap hari selalu menikmati pemandangan terindah secara gratis, menurutnya.
Secara drastis kini pikirannya tertuju kepada bayangan, bayangan ia tengah bersama orang-orang yang selalu ia khayalkan selama ini, bukan tidak lagi yaitu orangtuanya, ya sosok yang selalu ia ingin peluk setiap waktunya bila ia bisa. Jika ia bisa meminta satu detik saja untuk bisa melihat wajah orangtua aslinya dengan cara apapun ia akan lakukan. Tapi semua itu hanya membuatnya terkekeh sendiri. Mustahil.
Duduk dan bersandar dibentangan tembok sambil menikmati pemandangan tadi didekat ia tinggal dirumah kardus sederhana yang dirancang oleh teman-teman gengnya sendiri sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu. Hal itu membuatnya bisa benar-benar merasa rileks.
"Car, Panji sakit".
Sekejap suara itu membuatnya langsung membuyarkan semua lamunannya. Panji si bocah kecil yang ditemukan dikolong jembatan saat 5 tahun yang lalu. Sungguh miris. Anak kecil tidak berdosa harus menanggung semua beban sialan ini. Kini bocah itu tinggal bersamanya disini, entah apakah nantinya anak itu harus dibawa ke panti atau tinggal selamanya disini dan menjadi pecopet dikala remaja nanti seperti dirinya.
Dengan cepat Carra membawa tubuhnya ke rumah kardus itu, lalu masuk ke dalam dan melihat kondisi Panji yang ia sudah anggap seperti adiknya sendiri. Dipegangnya kening bocah itu, panas, sepertinya dia demam.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOGETHER
Teen FictionIt's so sad.. Tentang diri gue yang sebenarnya entah siapa.. Hidup gue dibuang.. Hancur.. Dan kamu yang datang dan masuk dalam kehidupanku, sejak saat itu hidupku seperti berubah.. And please don't leave me - Carra . . Berawal dari kisah tentang dua...