Chapter IV - Sekali Saja, Sekali Saja

40K 4.1K 354
                                    

Multimedia : Moving On And Getting Over - John Mayer

***

ADRIE

So this is how it feels being dumped like. It feels like there's a hole in your chest and makes you feel incomplete and you just don't know why.

Ada yang lebih buruk daripada dicampakkan karena asmara. Yaitu ketika kamu merasa hidupmu nggak tentu arah. Aku nggak tahu kenapa aku seringkali merasa begini. Aku mengambil pekerjaan di Bali karena merasa tidak kerasaan bekerja di Jakarta. Mungkin dengan tinggal di kota yang katanya pulau dewata bisa membuat suasana lebih baik.

Ada saat-saat aku bertanya, apakah menjadi arsitek benar-benar keinginanku? Ataukah waktu aku memilih menjadi arsitek aku hanya ingin pekerjaan yang sesuai dengan bidang kuliahku dulu? Aku suka seni, aku suka membuat sesuatu, aku suka menggambar. Tapi percayalah, di lapangan kerja ternyata tidak semudah dan se-menyenangkan itu. Aku harus menyesuaikan pekerjaanku dengan ekspektasi klien. Kadang aku merasa tidak bebas. Tapi kalau kamu menjadikan apa yang kamu suka sebagai profesi, itulah yang akan kamu hadapi sehari-hari.

Bekerja sesuai dengan apa yang aku suka ternyata tidak semenyenangkan yang dibilang orang. Kadang aku merasa kreatifitasku terkekang. Aku lelah. Tapi aku tak tahu harus bekerja apalagi selain menjadi arsitek.

Suatu hari aku bertemu dengan Marsha di Bali. Dia sedang berlibur bersama keluarganya. Saat itu kami terduduk di tepi pantai. Memperhatikan suami Marsha yang bermain dengan anaknya yang berumur satu tahun.

"Jadi gimana tinggal di Bali? Asik dong tiap hari berasa liburan!" ujarnya saat itu penuh semangat.

Aku tersenyum menanggapinya. "Ya, beberapa bulan pertama rasanya sih kayak liburan. Tapi kerjaan tetap lah kerjaan. Lama-lama juga sama aja," jawabku.

"Sekarang lagi pegang proyek apa, Drie? Tapi kan seru, kantor lo banyakan pegang hotel, villa, galeri..."

"Ada, villa kecil gitu di Ubud. Aku lebih banyak pegang interiornya sih."

Kemudian dia tersenyum menatapku. "Lo kok seperti nggak hepi sih? Dulu awal-awal kerja, setiap kita cerita tentang kerjaan masing-masing lo kelihatan sangat bersemangat. Sekarang kayaknya lo lempeng aja kalo ditanyain hal-hal yang berbau pekerjaan," ujarnya.

Entah ini karena Marsha yang sudah berubah menjadi seorang ibu atau bagaimana, rasanya semakin hari dia semakin sensitif dalam menilai mimik wajah seseorang. Padahal Emir selalu bilang, ekspresi wajahku seringkali sulit ditebak. Kecuali kalau sedang bete atau ngambek.

"Nggak papa, Mars. Gue kadang cuma ngerasa capek dan bosen aja," balasku seadanya.

"Duh, Adrie... Mungkin lo butuh istirahat? Padahal di Bali ini banyak tempat hiburan lho. Lo butuh relax, chill. Lo bisa melakukan itu semua di Bali!"

Aku sudah pernah melakukan itu. Sendirian berkeliling Bali di hari libur. Cukup menyenangkan. Tapi... Tidak begitu memuaskan. Aku terus berpikir, apa yang salah dari diriku?

"Beach party kek. Nyobain babi panggang gitu? Atau cari bule!" ujar Marsha lagi ngasal. Dasar memang mulut setan!

Aku tertawa lepas mendengarnya. "Gila lo! Nggak gue banget sih yang begitu!"

"Kalo nggak suka party sama hunting cowok, minimal manjain lidah lah, Drie! Kita nih manusia yang punya nafsu yang harus dikasih makan. Minimal nafsu makan lah elo manjain! Nggak semua nafsu itu berkonotasi negatif kok. Sometimes it keeps the balance in your life"

Aku masih tertawa mendengar ucapannya. Marsha ini memang paling ceplas-ceplos dan paling suka ngasal kalo ngomong. Dengerin dia cerita aja udah hiburan buat aku.

Back to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang