BAB 1

293 10 0
                                    

Hawa dingin mencekam saat malam hari tentu membuat siapa saja susah untuk memejamkan mata.

Jane menarik selimut tebalnya hingga menutupi seluruh wajahnya.
Malam ini dia bersama ayah dan saudara laki-lakinya tengah bermalam di hutan.
Pencarian akan manusia berdarah dingin terpaksa mereka hentikan saat matahari sudah mulai tenggelam dan tergantikan oleh cahaya rembulan.

"Jane? Kau sudah tidur?"

Jane hanya diam mendengar saudara laki-lakinya mulai bicara.

"Jane?"

"..."

"Jane!!"

Merasa jengkel, Jane menyibakkan selimutnya. Kedua bola matanya langsung terarah pada sosok kakaknya yang sangat menyebalkan baginya.

"Apa!!" bentak Jane. Dia mengambil posisi duduk untuk bisa sejajar dengan kakaknya, Dean

"Apa kau merasakan hawa aneh?" tanya Dean, suaranya terdengar bergetar.

"Tidak, aku hanya merasakan hawa dingin. Sudah, tidurlah. Pagi sekali kita harus berangkat lagi. Papa tidak mau pemburuan kita kali ini sia-sia."

Dengan masih menahan rasa takut, Dean mengikuti apa yang di katakan Jane.
Dia lantas menarik selimutnya sendiri.
Ayah mereka masih berada di luar.
Itu sudah menjadi kebiasaannya saat berburu.
Membiarkan anak-anaknya beristirahat dulu, lalu mereka akan bergantian berjaga.

Makhluk dingin yang mereka buru bukanlah makhluk yang mudah untuk di tangkap.
Kecepatan mereka dalam berlari dan juga bersembunyi sangat mempersulit  keadaan pemburu.

Yang lebih mengerikan lagi.
Bila makhluk itu dalam keadaan lapar. Sewaktu-waktu mereka akan memangsa pemburu demi melepas dahaga.

Ada banyak sekali kasus seperti itu.
Tapi tidak banyak pemburu yang menyerah untuk memburu makhluk dingin itu.
Mereka tidak ingin dunia ini di ambil alih oleh makhluk keji bernama vampir.

"Papa."

Tuan Mark mendapati Jane keluar dari tenda.

"Kenapa kau belum tidur?" tanya Tuan Mark seraya menyogok bara api agar lebih besar lagi.

"Tidak bisa tidur." jawab Jane ikut duduk di samping ayahnya.

"Dean?"

"Sudah tidur." jawab Jane. Dia mengeratkan jaket tebalnya untuk mendapatkan lebih banyak kehangatan. Cuaca memang sangat dingin, bahkan Api unggun di depannya terasa hanya sapuan angin kecil yang mengenainya.

Hening.
Mereka sibuk dengan pikian mereka masing-masing.
Hanya suara hewan malam yang memecahkan keheningan malam.

"Papa, aku ingin bertanya sesuatu. Sebenarnya ini sudah lama aku pendam." tanya Jane tiba-tiba seraya menatap Ayahnya .

"Apa itu?"

Jane berfikir sejenak sebelum mengutarakan apa yang ada di otaknya.

"Bagaimana kalau di dunia ini ada vampir yang baik?"

Tuan Mark menatap putrinya dengan tatapan yang sulit di tebak.
Dia menghembuskan nafasnya lewat mulut, dan berangsur mendekati putrinya.

"Dengar Jane, sebaik apapun mereka. Mereka tetap musuh kita. Kita tidak tahu apa yang di pikirkannya, tapi mereka tahu apa yang kita pikirkan. Kita hanya bisa menebak apa yang akan mereka lakukan, tapi mereka tahu apa yang akan kita lakukan. Mereka memiliki paras cantik dan tampan, tapi lihatlah lebih dalam lagi sayang. Sudah berapa banyak manusia yang mereka bunuh. Pahamilah apa yang aku katakan, aku tidak akan mengulanginya lagi. Kau sudah bisa berfikir Jane, bedakan mana yang baik dan mana yang buruk."
Tuan Mark menepuk pelan kepala Jane, dan kembali ke dalam pikirannya lagi.
Terlalu banyak yang di pikirkan Tuan Mark untuk menghadapi para vampir itu.
Bahkan bila di asumsikan, hidupnya ataupun hidup keluarganya berada di ujung tanduk bila sudah berhadapan dengan sang penghisap darah.

"Akan aku lakukan sebisa ku, aku bersumpah akan terus hidup untuk membasmi mereka." ucap Jane pelan namun masih bisa di dengar Tuan Mark.

Tuan Mark sendiri hanya bisa tersenyum mendengar ucapan putrinya.

Pagi hari menjelang.
Setelah sarapan, mereka bertiga melanjutkan perjalanan menyusuri hutan lebih dalam lagi.
Kali ini mereka hanya bisa melakukan sebatas hutan saja.
Mereka telah berjanji pada sosok ibu di rumah yang menunggu kepulangan mereka bertiga.
Dan hari ini sebelum malam, mereka sudah harus sampai rumah.

"Sepertinya di sini aman. Apa kita harus  masuk lebih jauh lagi papa?" tanya Dean dengan kedua mata memandangi keadaan sekitar.

"Jalan terus." ucap Tuan Mark singkat.

Jane dan Dean hanya bisa menurut apa yang di katakan ayahnya.
Mereka tidak bisa membantah sedikit pun, karena sadar ayah mereka lebih berpengalaman.

Jane yang sedari tadi membawa alat pendeteksi vampir masih terus mengarahkan alat kecil beberbentuk seperti kompas itu ke sekelilingnya.
Lampu led yang masih berwarna hijau menandakan bahwa keadaan sekitar aman.

Mereka terus berjalan, melewati bebatuan, lumpur bahkan sungai kecil.
Hingga tengah hari, usaha mereka tidak menemui hasil.

"Kita pulang sekarang." ajak Tuan Mark. Di sambut riang oleh Dean.

Namun, belum lama mereka berjalan.
Sosok vampir tiba-tiba muncul di hadapan mereka, bersamaan dengan suara pendeteksi yang muncul pada alat yang di bawa Jane.

"Selamat siang semuanya. Sepertinya kalian tersesat." ejek vampir pria tersebut. Senyum menjijikannya muncul membuat mereka bertiga muak.

"Kami menunggu mu pemuda tampan." ucap Jane, seraya mengeluarkan pistol ke arah pria tersebut.

"Wah wah, apa kau ingin menyakiti ku Nona cantik?" tawa ejekan seketika keluar dari pria itu.

Tanpa buang waktu lagi, Jane menarik pelatuknya.
Suara tembakan seketika membahana di udara.
Tembakannya yang mengarah pada vampir itu tidak ternyata tidak mengenai sedikit pun.
Pergerakan pria itu  yang cepat menjadi tantangan tersendiri bagi Jane maupun Dean dan Tuan Mark.

Semuanya waspada melihat sekeliling.
Hingga sebuah suara mengintrupsi mereka bertiga.

"Butuh bantuan kawan?!!"

Satu lagi vampir pria dengan pakaian yang sobek di sana sini.
Bahkan ada lumpur di rambutnya yang berantakan.
Mata merah darahnya menatap Tuan Mark dan kedua anaknya.

"Waktu yang tepat kawan." vampir yang menjadi buruan Jane tadi muncul di belakang pria itu.
Dia melangkah maju mensejajarkan diri di sisi pria tersebut.

Namun, sedetik kemudian apa yang di lakukan pria kusut itu membuat Tuan Mark dan kedua anaknya terkejut.

Pria itu dengan cepat mencekal leher temannya sendiri dan mematahkannya hingga terpisah dari tubuhnya.

Dengan tatapan yang tajam, pria kusut itu memandang jasad temannya yang sudah tidak bernyawa lagi.
Lantas dia mengeluarkan pematik api dan membakar jasad vampir itu tepat di hadapannya dan di hadapan Tuan Mark beserta kedua anaknya.

"Kau membunuh kawan mu sendiri?" tanya Tuan Mark pada pria kusut itu.

"Kenapa? Itu adalah pekerjaan ku." jawabnya, dan seketika dia menghilang.

Tuan Mark masih diam terpaku setelah mendengar ucapan pria tadi.

'Itu adalah pekerjaan ku? Apa maksudnya?' pikir Tuan Mark.





To be continue

ImortalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang