Aku melihat tiga Myriad
Tersenyum di atas kursi delusi mereka
Rambut mereka teruntai kebawah tertarik gravitasi Gaia
Mata mereka perlahan menitikkan cahaya yang bersinar melewati udara tanpa batas
Jika mereka tersenyum, batu berubah menjadi bunga
Jika mereka tertawa, bunga berubah menjadi parfum
Jika mereka marah, parfum berubah menjadi racun
Jika mereka sedih, racun berubah menjadi obat keabadian
Dan.. Jika mereka mati, obat abadi itu berubah menjadi dingin... beku yang menusuk hati... menciptakan bunga salju, sesuatu yang takkan kau tukar pada semu...
Setiap Dewi Myriad merepresentasikan perspektif mereka akan duka dan lara.
Yang pertama menggambarkan Artemis. Dewi Alam dan Kelam. Ia liar, baik, bijaksana, dan hijau cantik bersahaja yang menenangkan lingkungannya. Dia bersua dengan kawanan harmoni, tanpa ironi. Senyumnya mengundang petualang untuk duduk di atas bumi dan menanam damai, menghindari cerai-berai amarah. Ia kelam pada dusta, ramah pada sahaja. Sabana menari di bawah kakinya, angin mengalir pada derap langkahnya, alam tertawa pada harap cemasnya. Artemis, pembawa cerita pengembara, pelepas dahaga hampa, pengobat rasa sesat akan hidup yang selalu tersirat.
Yang kedua menggambarkan Hestia. Dewi Perapian dan Ketenangan. Duduk menangkup kaki di hadapan kehangatan lestari. Memainkan ranting kayu yang terbakar, menggambar rasio bintang-bintang, sembari menatap langit yang dipenuhi dingin malam, menunggu Apollo terbangun dari tidurnya. Hestia, penyembuh beku, pengurai sembilu, pembawa pesan dalam harapan perapian.
Yang ketiga menggambarkan Aphrodite. Dewi Cinta dan Suka. Menunggu cerita akan kenakalan manusia yang menggoda. Ia melelang cinta dengan panah yang buta merajalela. Sentuh kulitnya putih, tidak mencerminkan awan tapi merefleksikan sinar rembulan. Ia jemawa, memainkan alur drama akan Paris dan Helena, wanita paling cantik di dunia yang muda. Aphrodite, pemicu perang Troja, perang suka dan derita, perang nafsu dan rindu, semua dalam cinta pada dunia, pada Elysium di sisi surga, tempat menanti dalam senja kala.
Setiap dewi Myriad lalu tersenyum, melambaikan tangan gemulai.
Artemis menoleh kiri, mengajak hidup mengembara menikmati asa dalam dunia cerita
Hestia menunduk, mengajak hidup damai tanpa perlu untuk bertikai dan salah menilai
Aphrodite mengedip, mengajak hidup gembira tanpa ada asa untuk terhina hanya untuk bahagia
Aku tersipu, bingung mana dewi Myriad yang perlu aku sedu dalam belenggu
Pikirku bahkan tak ada, tentang apa yang kuingin dalam mimpi buruk yang disebut realita
Maka kuraih tangan tiga dewi Myriad.
Kuraih cerita, kuraih damai, kuraih bahagia.
Kulepas sendu, kulupa sembilu, kuhapus tergugu.
Dewi-Dewi Myriad. Terima Kasih.. Atas welas asih dalam fiksi yang terjunjung mimpi.
Biarkan abadi merawatmu, kamu, kamu, dan kamu, dalam ruang waktu yang tak pernah beku.
Selamanya melanglangbuana, jauh mengayuh dalam bahtera kita bersama.