Kau yang bermandikan cahaya bintang
Belum pernah aku melihat pemandangan menarik seperti itu
Dan kau dalam pandanganku layaknya sebuah lukisan
Di setiap akhir pandanganku
Boruto merengkuh Sumire dari belakang. Mereka berada di balkon. Sedikit menggigil karena ini akhir musim dingin. Langit tidak tertutup awan. Bulan terlihat berdampingan dengan taburan bintang.
"Semoga ada bintang jatuh."
"Semoga saja," tanggap Boruto. Dia membungkuk menuju leher Sumire. Dia dapat melihat paras cantik Sumire di bawah cahaya bintang. Bersinar. Ini kali pertama melihat Sumire bak lukisan berharga. Dia akan mengenang tanpa berhasrat melupakan.
"Apa ada yang aneh, Boruto-kun?" Sumire berdebar. Jarang Boruto memerhatikannya seintens ini. Dia malu dan gugup.
"Tidak ada. Kau cantik," ungkap Boruto. Walau laki-laki, dia bisa mengeluarkan semburat merah muda. Semburat yang hanya bisa muncul saat Sumire berada di dekatnya.
"Li ... lihatlah. Bintang jatuh." Sumire menunjuk fenomena itu. Kemudian, dia berharap. Aku ingin Boruto-kun selalu bersamaku, ucapnya dalam hati. Dia adalah seorang yatim piatu. Aneh jika dia meminta orang tuanya hidup kembali. Maka, dia meminta agar Boruto saja yang ada bersamanya.
"Baiklah, aku akan membuat permohonan." Aku ingin Sumire menjadi milikku, baik hati maupun raga. Pemohonan Boruto tidak muluk-muluk. Sumire menjadi miliknya, itu sudah lebih dari cukup. Dia tidak menginginkan yang lain. Hanya Sumire, hanya Sumire yang diinginkannya.
"Apa yang kau harapkan, Boruto-kun?"
"Aku harap segera lulus, lalu bekerja di perusahaan Uzumaki. Kalau kau?"
"Aku ingin menjadi kekasih Mitsuki-san."
Mereka sama-sama berdusta tentang keinginan dan perasaan. Apakah mencintai satu orang itu harus? Perasaan manusia bisa berubah kapan pun. Tidak dengan jodoh yang sudah ditentukan oleh Tuhan. Jikapun berjodoh, Tuhan memiliki berjuta cara agar mereka saling mengasihi dan memiliki rasa yang sama.
Sebuah tempat yang belum bisa kusentuh
Sebuah tempat yang belum bisa kutempati
Sebuah refleksi yang ternyata bukan dia
Ini kisahku tentang cinta
Semakin mendekat, semakin kuat sakit yang kurasakan
Langit cerah bergores warna oranye. Boruto mampir ke apartemen Sumire untuk makan malam. Dia tidak bisa memasak, lalu mereka memutuskan untuk saling membantu. Sumire membantu dalam urusan rumah, sedangkan Boruto dalam urusan cinta. Tidak sebanding, tapi itulah yang terjadi.
Boruto berbaring di kasur besar Sumire. Dia terlalu pusing memikirkan Mitsuki. Playboy itu tidak pernah bertobat walau Boruto sering membuatnya keluar masuk ruang kesehatan. Dia berpikir; apa bagusnya Mitsuki itu. Hanya paras yang menang, soal kepintaran, Boruto masih bisa mengalahkan. Apa yang ada di otak Sumire sampai-sampai dia bisa memuja Mitsuki?
"Boruto-kun, apa kau sakit?" Melihat Boruto berbaring serta merengut, Sumire yakin Boruto sedang banyak pikiran.
"Iya. Aku sakit." Hati kalau kau mau tahu, sambung Boruto dalam hati.
"Apa yang kau rasakan? Aku akan membeli obat untukmu." Sumire paling takut jika Boruto sakit. Dia tidak ingin melihat Boruto menderita. Dia ingin selalu melihat senyum Boruto. Keceriaan, kekanakan, juga sifat manja Boruto, dia ingin selalu merasakannya. Itu membuat hatinya tenang.
"Aku butuh pelukanmu saja." Boruto menepuk bagian kasur yang kosong. Baginya, pelukan Sumire penenang semua masalahnya.
"Permintaanmu aneh sekali." Sumire berusaha kuat menenangkan degup jantungnya yang menggebu. Ini sudah sedari dulu kala Boruto meminta pelukan. Bukannya dia tidak mau, tapi jantungnya tidak bisa diajak berkompromi.
Boruto mendengus kasar. Terpaksa dia menarik Sumire. "Sudah lakukan saja. Dasar pelit, padahal aku memberimu pelukan setiap hari."
"Iya. Kau cerewet." Tidak ada yang lebih nyaman selain Boruto. Dia bingung sendiri dengan perasaannya. Dia itu mencintai siapa.
"Aku mencintaimu, Sumire," bisik Boruto. Hatimu sangat sulit kusentuh, pula kutempati. Aku memang bukan dia, tapi tidak bisakah hatimu untukku saja. Semakin aku dekat denganmu, semakin sakit kurasa.
Sumire mendongak. Dia mengira Boruto hanya melindur karena matanya terpejam. Deru napasnya tenang, Boruto tertidur. "Jika yang kau katakan benar, aku sungguh tidak tahu harus bagaimana." Sumire sangat bodoh pasal perasaan. Dia merutuki dan mengumpat. Untuk siapa, perasaan itu sesungguhnya?
Berhentilah, berhenti, berhenti
Aku yang terus meneriakimu seperti ini
Jangan mendekat, Sayang
Kedua sayap cantikmu akan basah
Ada hal aneh yang dirasakan Boruto. Sumire banyak tersenyum dan tertawa. Namun, dia tidak mempermasalahkan hal itu. Dia lebih penasaran apa yang membuat Sumire menjadi berbeda dari kemarin. "Kau kenapa? Kau sudah setengah jam tertawa tidak jelas."
"Aku diajak berkencan Mitsuki-san." Sumire menunjukkan sebuah pesan. Pesan penuh kata manis dan emoticon cium dari Mitsuki. Menurut Boruto, itu lebih menjijikan daripada liur di sudut bibir ayahnya.
"Tidak perlu kau iya-kan ajakan itu. Dia hanya bermain-main." Firasatnya pun berkata begitu. Mitsuki pasti berencana untuk memanas-manasinya. Kemudian, dia akan meninggalkan Sumire ketika hasrat balas dendamnya pada Boruto terpenuhi. Itu sama saja menyakiti walau di awal memberi kesenangan.
Sumire terkikik geli. "Katakan saja bila kau cemburu, Boruto-kun." Dia suka saat Boruto merengut kesal. Menurutnya, itu sangat imut.
"Terserah. Yang penting, aku sudah memperingatkanmu, Sumire." Aku cemburu, dasar bodoh. Itulah yang ingin Boruto teriakkan, tapi dia tidak ingin menghilangkan senyum dan tawa Sumire. Lebih baik dia diam, dan menikmati itu.
Keesokan harinya, Sumire sungguh pergi berkencan dengan Mitsuki. Karena tidak ingin ada apa-apa yang terjadi pada Sumire, Boruto menjadi stalker dadakan. Dia rela mengorbankan waktu istirahatnya di hari Minggu. Mitsuki tidak melakukan hal aneh pada Sumire. Mereka menjalani kencan seperti kekasih pada umumnya. Bedanya, status mereka belum dan Boruto harap tidak akan menjadi kekasih.
Di kafe, Mitsuki mulai tidak fokus. Dia berulang kali mengalihkan perhatiannya pada ponsel. Dia menggagas cerita Sumire dengan anggukan dan gumaman. Perempuan bule kemarin datang menghampiri mereka.
"Perkenalkan ini Evelyn, dia kekasihku sejak tiga hari yang lalu. Dan Eve, ini Shigaraki Sumire, dia teman satu jurusan denganku."
Sumire menahan air matanya agar tidak jatuh. Benar yang dikatakan Boruto, Mitsuki hanya main-main, ini semua bukan kencan. Boruto yang menyaksikan kejadian, bergegas menghampiri Mitsuki, memberinya pukulan terkeras yang dia bisa. Kemudian, menggandeng Sumire pulang ke apartemen yang hanya berjarak seratus meter dari kafe.
"Boruto-kun." Sumire menangis sejadi-jadinya. Hatinya tidak terlalu sakit, tapi entah mengapa dia menangis. Apa ini hanya rasa sakit ketika melihat sang idola sudah memiliki kekasih? Atau ini rasa sakit karena cinta?
"Sudah kubilang ..., hah aku kesal padamu." Boruto menjitak pelan dahi Sumire. Lalu, merengkuhnya penuh kasih. Dia kelu untuk sekadar mengucapkan cinta. Malah terlihat seperti memanfaatkan situasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[8] Moonlight
FanfictionAku bingung pada perasaanku. Sebenarnya, aku ini mencintai siapa. Ini semua bukan kesalahanku, tapi perasaanku. Aku lebih sakit melihatmu seperti ini. Hentikan. Cukup Hentikan. . . . Semi-mature [Pair: Borusumi]