CHAPTER 4 : RUMAH

142 19 0
                                    

Eka hanya memiliki Herni sebagai saudara terdekatnya di Gading Ruah. Sepupu Eka itu sudah menikah dengan David dan baru 2 tahun mereka menikah.

Herni mungkin perhatian terhadap keadaan Eka, tetapi David, merasa terusik sedikit dengan adanya Eka.

"Kamu kenapa gak dari kemarin aja nginep disini? Kan lebih aman sama kita kan." kata Herni kepada Eka. "Ya kan kemaren gak ada apa-apa, Her. Ya ini kan gara-gara ada kejadian aja dia baru dititipin ke kita." kata David sambil menyetir mobil.

Rumah mereka berdua tidak terlalu besar, cukup untuk keluarga mereka yang kecil. Eka tidur dikamar yang sebenarnya untuk pembantu, karena tak ada kamar lain lagi dan mereka memang belum memiliki pembantu.

Baru saja Eka akan membaringkan badan, smartphonenya berdering. Tulisan di smartphonenya hanya Unknown. Eka mengangkatnya saja, takut itu orang tuanya.

"Halo, Eka! Lu pasti udah banyak cerita ke polisi, kan?" kata suara di teleponnya.

Suaranya seperti suara laki-laki, tetapi Eka tidak mengenal suara itu. "Ini siapa?" tanya Eka.

"Selamat, Eka, lu udah menjadi target gua sekarang. Gua gapernah menargetkan lu untuk masuk daftar pembunuhan gua. Lu berhati-hati aja sekarang, Eka." kata orang itu yang langsung menutup telepon.

Eka langsung tidak bisa tidur malam itu. Dia tidak menceritakan hal tersebut kepada Herni apalagi David.

***

"Kamu sudah mengumpulkan informasi mengenai drama itu, Bim?" kata Pak Tegar kepada Bima di kantor polisi. "Sudah, pak. Saya dari pagi tadi sudah menunggu lama di UNGAR dan.." "Iya , Bim, cukup laporannya." potong Pak Tegar.

"Hmm, kamu udah dapet naskahnya juga ya?" "Sudah, pak, emang kalau saya boleh tahu, kenapa bapak memintanya?" tanya Bima keheranan.

"Saya menduga, pembunuhnya mengikuti motif yang ada di dalam naskahnya. Saya akan baca dulu naskahnya dan membandingkannya dengan korban-korban yang terbunuh." ujar Pak Tegar.

"Menurut bapak, apakah pelakunya benar Tomi Hansen?" tanya Bima. "Itu kemungkinan besar, kemungkinan lainnya, saya mencurigai mahasiswa yang bernama Elis ini."

"Ada apa emang pak?"

"Dia langsung menghilang tepat sebelum kematian Tedjo dan sebelum Tedjo dibunuh, dia bertemu dengan Tedjo terlebih dahulu dikelas itu." ujar Tegar.

"Dugaan saya, Elis ini kemungkinan bekerja sama dengan Tomi Hansen untuk melakukan pembunuhan ini. Tomi yang mengajari dan membantu sedangkan Elis adalah otaknya." lanjut Tegar.

"Bisa jadi, pak. Atau jangan-jangan mereka adalah saudara kembar terpisah atau Tomi Hansen transgender atau..." "Kamu kebanyakan nonton film fiksi, Bim." ujar Tegar kembali memotong Bima.

"Emang dia sampe sekarang kemana, pak?"

"Kemaren tim kita sudah menelepon dia untuk datang dimintai keterangan, tapi telepon tak pernah dijawab. Kamu dan Jono dan Imam ke alamat rumah Elis ini, coba kalian jemput paksa dia." perintah Pak Tegar kepada Bima.

Sesampainya Bima dan timnya dirumah Elis, mereka mencoba membunyikan bel. Kebetulan, tempat itu adalah tempat kos. Seorang perempuan yang tampaknya pemilik kost keluar dari rumah.

"Selamat siang bu, dari Polsek Kelapa Ruah, ingin menjemput mahasiswi yang bernama Elis disini, bisa kami bertemu dengan dia?" kata Bima kepada ibu tersebut.

"Maaf pak, tapi Elis sudah lama gapernah balik pak. Teman-temannya juga gatau dia ada dimana pak." ujar ibu tersebut.

"Kalau begitu boleh kami masuk untuk memeriksa kamar yang Elis tempati?"

"Boleh, pak. Silahkan."

Bima dan tim langsung melakukan pemeriksaan di kamar Elis. Mulai dari lemari, bawah ranjang, belakang pintu, laci, kamar mandi, dan sebagainya.

"Bim, saya menemukan sesuatu!" teriak Imam, salah satu anggota yang dibawa Bima.

Imam menemukan sepucuk surat, yang bertuliskan daftar-daftar nama.

"Nama Ratih dan Kornelius dicoret, Tedjo dan Peter juga." ujar Bima sambil membaca kertas tersebut.

"Lihat, dibawahnya nama selanjutnya Ari." kata Imam.

***

UNGAR mendapatkan peraturan dari Polsek Kelapa Ruah untuk mengakhiri kegiatan perkuliahan pukul 6 sore. Sudah ada 4 mahasiswa yang terbunuh.

"Woy kalian, kerumah gua nanti sore ya!" teriak Marcel di kelas saat kelas akan bubar. "Oiya, hampir lupa si Marcel ultah nanti sore, jir. Lu dateng gak, ka?" tanya Ivan kepada Eka.

"Dateng gua, kalau diijinin Herni sama David."

"Ayolah, dateng aja. Bikin kita rileks ini." lanjut Ivan.

"Ya mereka tuan rumahnya sekarang, mana bisa gua langsung kabur." jawab Eka.

Jam sudah menunjukkan pukul 17:30. Eka mencuci tangannya setelah dia buang air kecil.

Toilet saat itu sepi dan tidak ada orang selain Eka.

Suara tutup kloset yang tertutup terdengar dipojok toilet. Eka kaget dan langsung mendatangi sumber suara.

Saat akan membuka pintu toilet tersebut, Mad Wolf membuka pintu terlebih dahulu dan dia mengayunkan golok yang dia bawa ke arah Eka.

Eka berhasil menghindar dan lari keluar toilet. Eka langsung berlari menuju tangga darurat dan diikuti Mad Wolf

Karena lari terburu-buru, Eka terjatuh dari tangga. Mad Wolf mengambil kesempatan ini dengan ingin menusukkan goloknya ke Eka yang terjatuh di lantai. Eka kembali menghindar dan menendang Mad Wolf di perut, lalu saat dia menunduk, Eka memukul wajahnya.

Eka berlari kebawah hingga akhirnya dia keluar di kantin. Untungnya kantin masih ramai sehingga dia bisa bernapas sejenak.

Marcel berpapasan dengan Eka. "Woy, jangan lupa nanti. Gua tau lu mau liat rumah gua kan? Haha" kata Marcel sambil memainkan jarinya seperti tembakan.

Eka langsung lari mencari jalan lain untuk ke basement, yang tentunya sedikit lebih ramai.

Eka menyadari, bahwa orang bertopeng tersebut memiliki badan seorang perempuan. Apa mungkin itu Elis?

The Howling NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang