Annyeong [ A Goodbye ]

303 53 12
                                    

[ Cerita ini sudah aku tulis cukup lama sekali. Pernah aku post tapi aku unpublish lagi karena beberapa alasan. Dan hari ini aku re-publish lagi dengan nama karakter yang aku ubah. Sorry kalo gambarnya masih memakai drama ini. Karena ide ini muncul di waktu itu. Semoga kalian suka ceritaku ini. ]

Seoul, Agustus 2008

Moon Chaewon POV

Tak ada yang perlu diharapkan lagi dari kota ini. Harapan akan cinta sudah kandas, hanya menyisakan rasa sakit yang mendalam.

Bagaimana tidak?

Laki-laki yang bertahun-tahun mampu membuatmu berdebar setiap saat, membuatmu melambung tinggi dengan kata-kata manisnya, dan membuatmu tersenyum dengan sikapnya, tiba-tiba menghempaskanmu dari ketinggian entah berapa meter sampai kau merasakan sakit yang luar biasa.

Laki-laki yang kau cintai dan merasa bahwa ia juga mencintaimu ternyata mencintai orang lain. Yang lebih membuat terkejut adalah karena sosok perempuan yang ia sukai itu orang terdekat kamu sendiri.

Itulah yang kurasakan sampai sekarang. Setelah mendengar penuturan mantan kekasihku empat bulan yang lalu bahwa dia telah mencintai perempuan lain dan memutuskanku. Perempuan yang ia cintai itu tak lain dan tak bukan adalah kakak perempuanku sendiri. Lebih gilanya lagi, bulan lalu dia menyatakan akan menikahi kakakku.

Rasanya dunia ini seperti berhenti berputar, tak ada gaya gravitasi yang menahanku di bawah, semua tampak sunyi senyap seperti berada di ruang hampa, dan aku tak tahu apakah saat ini kakiku masih berpijak atau tidak. Memang terdengar berlebihan, tapi itulah kenyataan yang aku rasakan bahkan sampai sekarang ini.

Hari ini, dengan pertimbangan yang matang dan keputusan yang bulat, aku memutuskan untuk pergi dari kehidupanku disini. Meninggalkan semua kenangan indah dan pahit, melupakan semuanya, dan memulai kehidupan baru di negeri orang.

“Chaewona, kau benar-benar tak menunggu sampai pernikahan kakakmu selesai?” Tanya ibu yang kala itu masuk ke kamarku. Ia melihatku sedang menata pakaian ke dalam koper.

Kuhentikan aktivitasku dan menoleh ke arah ibu. “Aku sudah mantap, Bu. Jangan halangi aku lagi.” Jawabku dingin.

Semua orang di rumah ini sudah tahu alasan kepergianku. Bahkan kakakku Moon Chaerin sendiri meminta maaf dan merasa bersalah padaku. Ia mengatakan akan membatalkan pernikahan ini jika itu bisa memperbaiki hubungan kami. Tapi pikiranku masih waras, cinta tak bisa dipaksakan.

Aku tahu Han Jaehoon (mantan kekasihku) sudah tak mencintaiku lagi. Dan akupun tahu jika kakakku akhirnya luluh akan cinta tulus dari laki-laki itu. Bukankah sebaiknya aku menyerah dan merelakan mereka bahagia?

-0-0-

Pagi yang indah dengan udara dingin yang menyegarkan masuk dengan perlahan-lahan ke dalam rongga paru-paruku. Terasa menentramkan. Kupejamkan mata menikmati kenyamanan suasana pagi ini. Pagi terakhirku di Seoul yang entah kapan akan ku rasakan lagi.

Suara derap langkah kaki seseorang membuat mataku terbuka. Aku sudah tahu siapa pemilik langkah itu karena aku sendiri yang mengundangnya kemari. Dia adalah Jaehoon.

“Kau datang.” Sapaku dengan senyum mengembang yang kubuat-buat. “Duduklah..” Kusisakan tempat di sebelahku.

“Kudengar kau akan ke New York. Apa  karena aku?” Suaranya terdengar berat dan dalam.

Aku tak langsung menjawab, sebuah senyum getir keluar dari bibirku. Akhirnya akupun mengangguk. “Oh. Sebenarnya aku tak mau terlihat lemah di depanmu, tapi harus aku akui kalo aku pergi karena dirimu.” Jawabku jujur.

Aku tak tahu bagaimana perasaan Jaehoon saat ini, apakah ia juga merasa sedih? Merasa bersalah? Entahlah.

“Maafkan aku.”Hanya itu kalimat yang diucapkannya.

Kudongakkan kepalaku dan kini berpaling menatapnya. “Tidak. Itu bukan salahmu. Aku saja yang selama ini terlalu memaksakan kenyataan.” Bantahku sambil mengenang masa-masa kami dulu.
Banyak hal yang baru kusadari sewaktu berpacaran dengannya. Bahwa kami saling memaksakan keadaan yang seharusnya tidak terjadi menjadi terjadi.

“Tapi aku berterimakasih karena kau minta maaf padaku. Itu artinya kau mengakui kesalahanmu.”Aku tersenyum getir di tengah sindiranku sendiri.

“Chaewon, aku akui aku salah. Maafkan aku karena telah memberimu harapan yang tinggi, maafkan aku karena telah menjadi laki-laki brengsek dalam hidupmu. Maafkan aku.. karena tak bisa mencintaimu lebih.”

Sorot matanya mengatakan hal yang sebenarnya. Ia tulus mengucapakan hal itu, aku tahu betul. Dan hal itu semakin membuatku kecewa dan sedih.

“Aku harap kau bisa menemukan kehidupan yang lebih baik, dan menemukan laki-laki yang mampu membuatmu bahagia.”

Kuhela nafas berat. Gemuruh dalam hati ini semakin meronta untuk dikeluarkan, namun sepenuh tenaga kutahan. Aku tak ingin terlihat rapuh di hadapannya lagi.

“Sayangnya, luka hati ini begitu dalam dan sulit disembuhkan. Aku harus gimana?” Batinku yang tak mampu mengeluarkan perasaan itu dan hanya memendamnya dengan hati yang miris.

Aku mengeluarkan sesuatu dari saku jaketku. Sebuah kotak berisi jepit rambut. "Aku tahu jepit ini bukan untukku. Kau tahu sendiri kan' barang ini bukan style-ku. Maafkan aku sudah memaksakan keadaan." Ucapku sambil mengingat dulu aku menemukan sebuah kotak berisi jepit rambut ini di laci mobilnya.

Aku mengambil telapak tangannya lalu meletakkan kotak itu di atasnya.

Dia menatapku dengan rasa bersalahnya namun pembawaanya tetap tenang. Tak ada tanggapan balik darinya.

“Pergilah. Aku tak ingin membuatmu semakin bersalah. Aku juga akan pergi dari kehidupanmu. Kuharap kau bahagia dengan kakakku.” Ucapku dingin.

Terasa berat mengatakan hal ini, namun semua itu memang harus diakhiri. Tak ada Han Jaehoon lagi dalam kamus kehidupanku. Aku harus menghapus memori tentangnya.

Jaehoon pergi meninggalkanku seorang diri duduk di taman. Udara pagi yang tadinya terasa sejuk dan nyaman, kini membuat paru-paruku semakin sesak. Gemuruh dalam hati yang sejak tadi meronta ingin keluar kini sudah tak terkontrol lagi. Aku terisak dalam kesunyian pagi di taman. Semakin keras dan semakin sulit membuatku bernafas. Tangisan pilu yang penuh akan kesedihan, kekecewaan, dan kebencian.

Kubenamkan wajahku dengan kedua telapak tangan yang terasa begitu dingin. Menangisi semua hal yang telah terjadi di kehidupanku.

***

Han Jaehoon POV

Aku masih bergeming dari taman ini. Setelah kepergianku dari kursi kayu itu, ia menangis. Suara isakan tangisnya terdengar memilukan. Kubalikkan badan dan menatapnya dari arah jauh. Ia menunduk sambil menutupi mukanya.

“Moon Chaewon, maafkan aku.” Ucapku lirih.

Kuarahkan tanganku pada sosoknya dari jauh, ingin rasanya aku membelai rambutnya dan menenangkan suasana hatinya. Namun aku sadar bahwa memberinya harapan, hanya menambah lukanya.

Sudah cukup aku menyakitinya, sudah cukup aku membuatnya terluka.

***

"Annyeong. This is my farewell for you_"
_Moon Chaewon

Goodbye [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang