Aku masih terjaga saat jam yang berada disamping tempat tidurku menunjukkan pukul 00.08 WIB. Walaupun memang aku merebahkan diri di kasur, dan menutupi setengah badanku dengan selimut hangat, tapi tetap saja rasa kantuk tidak memanggilku sama sekali. Aku tetap terjaga mungkin hingga pagi nanti.
Entah mengapa ada suatu dorongan dalam diriku untuk mengambil kalender kecil bergambar hujan yang tersimpan diatas meja belajarku. Aku bangkit dari tempat tidur lalu berjalan tanpa suara menuju meja belajar yang berada diseberang tempat tidur. Kuraih kalender tadi lalu melihat tanggal berapa sekarang.
24 oktober, bacaku dalam hati, aku terdiam sejenak.
"24 oktober, 24 oktober...", kembali mengulangnya.
"24 oktober!", aku berteriak tertahan.
Segera aku mengambil sebuah kotak kecil yang sudah kubungkus dengan kertas kado berwarna biru langit dan lilin di atas lemari bajuku. Aku nyalakan lilin tadi dan menyimpannya diatas tempat lilin kecil yang terbuat dari kaca. Indahnya cahaya lilin tadi, menghiasi kamarku yang gelap. Hanya ada cahaya bulan purnama yang menyelinap melalui celah-celah korden kamarku.
"Happy birthday Mario, semoga kamu tenang disana, ngga pernah lupa sama aku dan semua kenangan yang udah kita buat selama ini. Selamat ulangtahun." Aku berkata sambil menggenggam tempat lilin tadi didepan wajahku. Lalu aku tiup perlahan lilin kecil itu sampai menimbulkan asap putih yang terbang meliuk di udara. Aku tersenyum tipis. Sangat tipis. Mungkin harus dilihat dari jarak 5 cm di depan wajahku supaya terlihat aku memberikan segaris tipis senyuman.
---
"Ify, ayo makan malem! Menunya kesukaan lo nih !" suara bariton Alvin terdengar jelas berasal dari balik pintu kayu kamar. Tapi Ify malas sekali beranjak dari posisinya sekarang. Telungkup di atas kasur sambil membaca novel yang tebalnya hampir sama dengan buku farmakologi. Ify membiarkan Alvin mengetuk-ngetuk pintu hingga berkali-kali. Hingga akhirnya dia tidak sabar dan masuk ke kamar.
"Heh lo tuh ya disuruh makan malah diem aja baca novel. Gue cape tau teriak-teriak daritadi. Bacanya ntar lagi bisa kan ?!" Alvin berbicara tepat disebelah telinga kiri Ify.
"Aelah kaa males...", Ify menjawab dengan ogah-ogahan.
"Ntar kalo lo sakit, gue yang repot juga tau!"
"Okelah 10 menit lagi kebawah."
"Bener ya 10 menit ? Awas aja kalo kagak!"
"Iyee bawel deh, udah sana turun ih!"
Dengan terpaksa Alvin keluar dari kamar adiknya. Sudah sangat sering Ify menunda-nunda waktu makannya. Padahal dia sudah tahu kalau badannya kekurangan lemak, tapi dia selalu berdalih "Ify tuh langsing, bukan cungkring."
Saat berjalan menuruni tangga, Alvin tiba-tiba teringat teman masa kecilnya. Teman masa kecil Ify juga, yang sekarang entah berada dimana dan bagaimana kabarnya. Alvin ingat kalau hanya temannya itu yang bisa membujuk Ify makan. Mau bagaimana pun rayuan yang dilontarkan Alvin, akan jauh lebih ampuh omongan lembut temannya itu hingga Ify bisa makan dengan sukarela. Kadang Alvin kesal, sebenarnya kakaknya Ify itu dia, atau si laki-laki hitam manis itu.
***
"Liat deh aku baru dibikinin martabak mie sama Bunda. Kita makan bareng-bareng yuk, mumpung masih anget nih."
"Ngga ah aku belum laper"
"Ih kamu belum makan dari pagi kan. Sini ah makan dulu bentaran doang ko."
"Lagi males ngunyah hehe."
"Mau aku kunyahin terus dikasiin ke kamu?"
"Ih ka Rio jorok banget, emang Ify apaan."
"Hehe abisan kamunya ngeyel banget, ngunyah doang males."
"Suapin....."
"Manjanya mulai deh ya." Ucap Rio sambil mengacak lembut rambut Ify yang memasang wajah –so- imut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Hujan
Novela JuvenilSemua orang akan berubah pada waktunya. Baik karena keadaan, ataupun karena seseorang. Itupun yang terjadi pada Alyssa Saufika Umari. Gadis cantik yang dulu sangat riang, kini berubah menjadi gadis yang kaku dan dingin. Banyak teman dan keluarganya...