" Aku masih ada lima soal lagi" aku memperlihatkan soal yang belum kujawab. Lina pun membantuku, dan berkat bantuan darinya, dengan cepat soal yang belum kujawab sudah terisi semua. Setelah selesai, Lina mengajakku mengobrol dan aku bertanya banyak hal padanya. Banyak sekali hal yang ingin aku tanyakan, apalagi tentang sekolah ini.
" Lin, kenapa seragam kamu nggak rapih? Memangnya nggak akan di hukum guru?" tanyaku, karena di sekolah lamaku seragam kusut saja sudah langsung dimarahi guru habis-habisan
" Nggak dihukum tuh, yang lain juga kayak gitu kan. Mungkin karena sekolah ini membiarkan muridnya bebas dan nggak ingin buat murid takut hukuman"
" Tapi, bukannya nanti sekolah ini jadi menurun kualitasnya dan banyak yang nggak mau mendaftar?"
" Salah besar, justru banyak orang yang mau mendaftar masuk SMA3. Mereka yang mendaftar ingin merasa bebas dan nggak dikekang peraturan sekolah yang banyak. Mereka ingin lebih mudah di masa SMA yang banyak orang bilang adalah masa yang berat karena tugas, pelajaran dan lainnya" jelas Lina. Aku mulai mengerti, tapi bukankah itu artinya Lina masuk ke sini juga karena alasan yang sama. Apa aku bisa bersahabat dengan seseorang yang seperti itu?
" Aku dengar, SMA 3 itu terkenal horor ya? Katanya gedung ini bekas peninggalan perang Belanda." Aku membicarakan hal lain
" Yah... memang sering ada kejadian aneh. Beberapa murid ada yang diganggu, misalnya meja dan kursi yang tiba-tiba terbang sendiri. Hasilnya mereka jadi takut."
" Karena takut, mereka keluar dari SMA ini?" tanyaku. Lina tersenyum kecil
" Nggak, mereka nggak keluar. Justru setelah beberapa lama, mereka makin nyaman di sini"
" Karena mereka yang ketakutan sudah punya banyak teman." Lina tersenyum lebar, tapi entah kenapa, senyumannya itu terlihat menyeramkan
" Punya banyak teman?" aku sedikit kebingungan
" Iya. lo juga pasti nggak akan ketakutan kalau punya banyak teman. Gue kasih tahu ya Git, lo pasti bakal punya banyak teman di sini. SMA3 nggak pernah mandang fisik, kepintaran dan status" tegas Lina. Aku hanya mengangguk kecil. Kuharap yang dikatakannya adalah kenyataan. Karena di sekolahku yang dulu, murid dan guru suka membedakan sesuai derajat.
" Lo ngerti kan? kalau gitu, mulai dari sekarang lo harus punya banyak teman. Ayo ikut gue" Lina menarik lenganku. Dia mengajakku ikut bermain kartu poker dengan teman sekelas lainnya. Aku menurut saja, lagipula kami sudah berteman, aku percaya dengan temanku. Saat Lina ikut bergabung bermain kartu poker dan mengajakku, kukira aku akan ditolak.
Tapi justru sebaliknya, aku merasa senang. Di SMAku yang dulu, nggak ada yang seperti ini. Baru kali ini aku merasakan ada seseorang yang benar-benar menerimaku. Saat bermain kartu poker, aku melihat sekelilingku.
Mereka yang berpakaian kotor dan berantakan, berambut acak-acakan, berbahasa kasar, tertawa lantang tanpa malu, perilaku yang kurang sopan, pemalas, sama sekali nggak masalah bagiku. Sepertinya sekarang aku baru sadar, nggak ada salahnya berteman dengan mereka yang berkebalikan denganku.
Beberapa hari aku lalui di SMA3 dengan banyak teman. Kini aku sudah banyak bergaul dengan teman sekelasku. Kami melakukan banyak hal bersama. Seperti misalnya pergi ke kantin bersama, bermain bersama, menjahili teman bersama, menjahili guru bersama, membuat kelas berantakan bersama, bolos pelajaran bersama, dan masih banyak hal lainnya kami lakukan bersama.
****
" Gita sayang, cepat kamu mandi dulu" mama mengingatkanku yang sibuk sendiri. Aku terus memperhatikan ponselku yang terus-terusan terisi pesan masuk dari Lina dan teman-teman sekelas lainnya. Pembicaraan di grup terus berlangsung dan terasa menyenangkan, aku bahkan sampai tertawa sendiri seperti orang gila.
" Gita! jangan hanya memainkan ponsel. Cepat mandi, sebentar lagi makan malam siap" mama mulai terdengar tegas. Jarang sekali mama marah seperti ini. Aku pun cepat-cepat mengambil handuk dan mandi. Setelah mandi, aku mengenakan piyama. Lalu, aku dan keluargaku makan malam bersama di ruang makan. Itulah yang biasanya kami lakukan.
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
FAKE FRIENDS (Selesai)
HorrorGita. Si cewek yang ditindas. Sejak dia pindah sekolah, kehidupannya sudah lebih tenang. Kini dia tidak sendirian, temannya banyak, kehidupannya di sekolah baru sangat menyenangkan. Tapi, apa teman-temannya yang sekarang ini baik untuk kehidupan...