BAB I | sepeda kesialan

72 17 17
                                    

BAB Satu

kamu itu bagai lyrids, karna aku bukan astronom aku tak bisa memperkirakan kedatanganmu yang bisa buatku mengharapkan sesuatu.

Hanin mengayuh sepedanya cepat ke arah sekolahnya. Hari ini dia memakai sepeda gunung kakanya ke sekolah karna sedari tadi ia menunggu kendaraan umum yang lewat tetap tak ada dan terlalu jauh untuk berjalan kaki yang bisa membuat betisnya meledak jika dia berjalan ke sekolah. Untung saja ada sepeda kakanya yang terparkir rapi di halaman rumah.

Saat tiba di gerbang sekolah gapura besar bertuliskan SMP Nusa dengan gerbang besar di bawahnya tertutup rapat “shit!” rutuknya dalam hati. Hanin pun kebingungan karna itu adalah pertama kalinya dia terlambat dengan membawa sepeda. Jika dia tidak membawa sepeda kakanya dia bisa saja ke benteng belakang sekolah dan melompati tembok besar yang sengaja di rusak bagian atasanya oleh anak anak tukang bolos yang selalu pergi sebelum bel pulang berbunyi seenak jidatnya.

Meski hanin bukan anak nakal, tapi kebiasaan terlambatnya yang hampir setiap hari membuatnya mencari cara masuk tanpa harus menulis absen terlambat pada buku piket atau sekedar di hukum membersihkan koridor atau parahnya di suruh pulang.
Gadis berambut panjang yang diikat kuncir kuda itu segera berbalik dan mencari tempat sepeda itu bisa disimpan namun matanya tak dapat menemukan tempat itu.

Setelah beberapa menit ia berfikir akhirnya ia mengayuh sepeda itu ke seberang sekolah dan menemukan sebuah warung dengan halaman yang tidak terlalu luas dan ada beberapa motor besar disana. Tanpa fikir panjang gadis itu menitipkan sepeda itu pada si penjaga warung.
Setelah mendapat persetujuan hanin memarkirnya asal ia pun berlari sekuat yang ia bisa ke benteng belakang sekolah.

🐾🐾🐾

Bel pulang sekolah berdering dengan nyaring membuat semua siswa segera keluar dari gerbang sekolah. Hanin dan sahabatnya Silva berjalan berdampingan. Silva berbelok ke kiri “ bye nin.” pamit Silva
bye sil.” Hanin melambaikan tangannya.
Hanin lurus menuju gerbang dan menyebrang jalan menuju warung yang ia titipi sepeda.
Ketika sampai di warung itu Hanin menghampiri penjaga warung dan berterimakasih pada penjaga warung.

“bu makasih ya, saya permisi pulang” sambil tersenyum pada si ibu penjaga warung.

Namun ibu itu malah mengerutkan kening, lalu tak lama ikut tersenyum pada Hanin “iya neng, tapi kayanya baru liat mampir ke sini ya? Baru tadi pagi ibu mau nanya tapi neng nya malah kaya buru buru, ngomong ngomong manggilnya bunda aja.”

“iya bun tadi saya telat,kalo gitu sekali lagi makasih, saya permisi.”  sembari tersenyum dan menganggukan kepala.

“iya nin hati hati” jawab bunda.

Hanin pun berbalik dan berjalan mendekati sepeda kesialan kakanya. Ketika dia akan mengeluarkan sepedanya Hanin termenung.

Gimana gue ngeluarin ni sepeda orang di kelilingin motor gede gede gini yang ada sepeda nya ga selamet nyawa gue juga, sedikit aja kegores tu motor motor bisa ganti mahal gue lagian ni motor motor kapan datengnya tadi ni sepeda ga ke kepung gini.

Ketika Hanin terlarut dalam pikirannya datang segerombolan anak SMA Wiratama yang sekolahnya berdekatan SMP nya datang. Hanin membalikan badannya melihat gerombolan itu yang mengabaikannya.

Hanin geram dengan tingkah mereka  yang so soan lucu ketawa tawa, so soan asik ngobrol tanpa nengok nengok. ini pasti motor mereka, ga tau apa ni motor lu lu pada ngalangin ni sepeda. mereka lewat, dengan geram Hanin menghentakan kakinya sembari tangan yang ia kepal ia arahkan ke tengkuk mereka tak lama seseorang dari geromblan itu berbalik menatapnya. Karna malu dan merasa ga berani Hanin menurunkan kepalannya dan berbalik memikirkan sepeda nya untuk keluar.

UnreachableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang