Chapter 3: Worry

196 21 4
                                    

WARNING!!!

IT'S JUST A FICTION! IF YOU DON'T LIKE BOYS LOVE/SHOUNEN AI/YAOI, PLEASE JUST IGNORE IT.

SASUNARU| SASUKE UCHIHA DAN NARUTO UZUMAKI

ROMANCE/ANGST/M/BL/LIME/OOC

MASASHI KISHIMOTO

.

Chapter 3

Aku berdiri mematung di depan sebuah gedung dengan sebuah plang bernama Richard Rodgers Theatre. Dapat aku lihat orang-orang memasuki bangunan tersebut saling berpasangan. Bersiap menyaksikan sebuah roman yang cocok untuk mempererat hubungan mereka. Aku keluarkan sebuah tiket yang telah aku dapatkan. Mencoba menerawang siapa yang memberikannya.

"Apa seorang gadis manis atau pria tampan? Haahh terserahlah, aku hanya cukup berterima kasih telah mengajakku berkencan." Gumamku senang akan moment ini. Tak ingin ia menunggu lama, dengan setelan bomber hitam oranye aku pun bergegas masuk. Mencoba terlihat casual.

"Heh, ternyata memang kau." Ujarku ketika ku lihat sosok yang terduduk di samping kursi milikku. Sosok yang suka hilang begitu saja dan kembali dengan mengejutkan. Seperti saat ini, setelah hilang dua minggu akan keberadaannya, sekarang ia muncul dengan cara yang tak terduga.

"Tak aku sangka kau suka drama romansa seperti ini." Sapaku padanya saat tiba di sampingnya.

"Duduklah! Pertunjukkannya akan segera dimulai." Balasnya sinis. Namun aku tak peduli, karena seperti yang sudah aku katakan, aku akan berterima kasih atas undangan ini. Bukankah kita seperti sedang berkencan. Dia selalu melakukan hal yang mengejutkan dan membuatku kegirangan hebat karenanya.

Selama pertunjukkan ku lirik ia yang serius menyaksikan, tak ada perubahan ekspresi dari wajahnya, hanya datar. Tak ada percakapan di antara kami, hanya saling terdiam menyaksikan roman percintaan yang berakhir tragis. Yah terdengar tragis bagi mereka yang hidup dalam limpahan cinta. Bila dibandingkan denganku, bukankah kisah cinta kami terdengar lebih tragis. Heh, aku tertawa memikirkannya hingga tak terasa pertunjukkan telah berakhir.

"Kenapa kau menonton pertunjukkan bergenre seperti ini, sedangkan tak ada reaksi apapun dari wajahmu?" Tanyaku entah ia akan menjawabnya atau tidak.

"Aku hanya penasaran dengan racun apa yang mereka minum." Jawabnya yang entah mengapa membuatku semakin tidak mengerti akan jalan pemikirannya.

"Kau mau menonton sebuah cerita hanya karena sebuah adegan meminum racun yang hanya berdurasi kurang dari satu menit? Hah, How maniac you are." Tak ada jawaban darinya, seakan itu adalah suatu hal yang biasa. Namun aku tidak mempedulikannya selagi ia tampan. Aku tertawa memikirkannya.

"What?" Tanyaku padanya yang kini hanya menatapku, bukannya beranjak dari kursinya karena pertunjukkan telah selesai.

"Tak apa. Aku hanya sedang menatap wajah yang terasa sudah lama tidak aku lihat. Aku senang."

Bolehkah aku lempar wajah bahagia itu dengan sepatuku? Dengan suara rendah dan tatapan lembut seperti itu, beraninya ia mengatakan itu kepadaku. Akkhh, aku berusaha menahan diri untuk tak menerjangnya langsung di sini. Semoga ia baik-baik saja, aku takut otaknya sedang bermasalah saat mengatakannya. Hah, darahku mendidih.

"Baka!" Umpatku padanya.

Tukk

"Sudah sepi, cepat keluar Dobe." Ujarnya sambil menghentak keningku dengan jarinya. Membuyarkan semua yuvoria kebahagianku seketika. Tidak membiarkanku merasa senang lebih lama.

Red on WhiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang