Secangkir coklat Panas

13 2 0
                                    

Angin masih menggoyangkan daun-daun yang tumbuh persis didepanku, dengan sruputan secangkir coklat panas yang sedari tadi ku teguk. Namun, dia tetap diam tak berucap. Aku yakin, ada beberapa keadaan yang sedang dia rumuskan sebelum berucap, dan merangkai kata untuk sebuah jawaban dari rumusan yang sedari tadi memmbungkam mulutnya.
Sruputan coklat terakhir hingga satu tetes tak tersisa masih ku genggam, mulailah dia menatapku dan memperbaiki posisi duduknya agar benar-benar sejajar denganku. Ya, dia menutupi daun-daun itu. Aku hanya menggangkat alis, sebuah reaksi tubuh yang mengibaratkan kata ‘apa yang akan kamu ucapkan?’
“Jasmine, kita putus!” ucapnya lancar, namun air matanya keluar terbata-bata. Jelas sekali dia menahannya. Dia memutuskan hubungan ini yang berumur tak genap satu bulan.
Aku menatap matanya lekat, ucapan itu benar-benar dari hatinya. Dadaku sesak, entah kenapa aku tak dapat meneteskan air mata yang sudah membanjir dalam kekecewaan. Tanpa sadar, cangkir plastik dalam gengamanku terjatuh dengan bentuk terremas.
Gendang telingaku tidak berfungsi saat dia menjelaskan apa alasan dari ucapannya itu. tatapanku kosong, lidahku menarik bibir dan membasahinya, masih terasa manis sisa coklat panas tadi, dan rasa air mata yang masam. Aku baru menyadari, dia tlah mengenang lama di atas bibirku.
Ya! Dia seperti coklat panas yang baru ku teguk. Menyeduhnya, membuat ku hangat, nyaman, tersenyum, tertawa. Namun, aku terlalu mencintai dan menikmati, hingga tak terasa waktu menghabiskanya. Dia habis, hilang, tiada. Mungkin mudah membeli satu cup coklat panas lagi, bisa cari pacar lagi. tapi rasanya sudah berbeda, sudah tak ada yang seperti dia lagi, kurasa. Masih tersisa rasa manis coklat di bibir, masih tersisa kenangannya di hati.

Sececah CeritaWhere stories live. Discover now