Cukup lalui itu, jangan takut
~Alena~***
Rintik-rintik hujan yang mulai membasahi tanah, membawa kenangan itu kembali. Gadis itu menatap rintik-rintik itu dari balik jendela Cafe sembari menyesap cangkir yang berisi coklat hangat di dalam genggaman tangannya.
Gadis itu memejamkan mata, tampak berusaha menghalau kenangan itu kembali. Kenangan yang berusaha keras untuk dihapusnya dari ingatannya. Dalam hitungan menit, gadis itu kembali membuka matanya dan segera beranjak keluar dari Cafe itu.
Dilangkahkannya kakinya menuju pemberhentian bus yang tak jauh dari Cafe itu. Dia ingin segera sampai di kontrakan yang disewanya bersama sahabatnya. Bus itu berhenti dan mulai membawa beberapa penumpang lainnya. Padatnya penumpang membuat Alena harus bersedia untuk berdesakan dengan penumpang lain.
Alena menghela nafas panjang setelah berhasil turun dari dalam bus itu. Dilangkahkannya kakinya kembali menuju kontrakannya berada. Semua tampak baik-baik saja sebelum mobil Range Rover berwarna putih melintas tepat di samping Alena yang menyebabkan genangan air merembes membasahi pakaian Alena.
“Woy.. turun Lo!” Teriak Alena saat mobil itu berhenti beberapa langkah di depannya.
Tampak seorang pemuda dengan setelan kasualnya keluar dari mobil putih itu.
“Lo punya mata gak sih?” tanya Alena kesal.
“Punya, nih” jawab pemuda itu sembari menunjukkan kedua bola matanya yang bermanik hitam pekat.
“Kalau Lo punya mata, yah dipake, jangan cuman buat pajangan doang”
“Tanpa kamu bilang, saya juga udah pake kok..” jawabnya santai.
“Jangan mentang-mentang Lo orang kaya, Lo jadi belagu ya..” ancam Alena.
“Saya emang kaya kok. Udah takdir saya jadi kaya, jadi gak bisa nolak” pemuda itu tersenyum sembari berjalan menuju mobil putih kesayangannya itu.
“Ehh.. Lo mau kemana ?” teriak Alena jengkel.
“Saya gak mau buang-buang waktu berharga saya buat orang gak penting kayak kamu.” Mobil itu kembali membelah jalanan yang masih basah akibat hujan tadi.
‘sialan’ batin Alena
***
Pagi ini, Alena susah siap dengan pakaian kerjanya. Bekerja sebagai pegawai di bagian pemasaran di salah satu perusahaan terbesar di Indonesia, menjadi suatu kebanggan bagi Alena. Alena memasuki gedung pencakar langit ini dengan senyum yang selalu merekah di bibirnya.
Kakinya melangkah menuju ke arah kubikel yang menjadi tempatnya bekerja selama 1 tahun ini.
“Al, Lo tau nggak kalau kita kedatangan Wakil Direktur baru ?” Tanya Tasya sahabat Alena sekaligus teman satu kontrakannya.
“Tau dong. Anaknya pak Dharma kan ?”
“Iyah. Terus katanya anaknya itu ganteng banget.” Ungkap Tasya dengan wajah berseri.
“Ohh..” Alena kembali fokus ke layar datar di depannya.
“Kok oh doang sih.. kelamaan nge-jomblo yah gini.” Sindir Tasya sembari memutar bola matanya malas.
“Terus, gue mesti gimana? Loncat-loncat terus teriak-teriak gitu?” desis Alena ketus.
“Bodo ahh” Tasya mulai menjauhi kubikel Alena dan memasuki kubikelnya sendiri.
Alena paham dengan maksud baik Tasya. Tapi untuk 'kesekian' kalinya, Alena belum bisa membuka hatinya untuk saat ini. Bayangan pengkhianatan masih membekas di hati dan ingatannya.
***
Alena melirik jam berwarna hitam yang melekat di pergelangan tangannya yang saat itu menunjukkan waktu makan siang. Ditutupnya layar datar di hadapannya itu lalu mulai melangkahkan kakinya keluar dari dalam kubikelnya.
“Masih marah nih..” gurau Alena setelah sampai tepat di depan kubikel sahabatnya itu. Tasya hanya melirik sesaat sambil mencebikkan bibirnya sebelum kembali fokus ke layar datar di hadapannya.
“Hari ini kan gajian, gimana kalau gue traktir makan di cafe depan?” Alena mulai meluncurkan rayuannya.
“Oke, tapi gue mau pesan paket makan siang kesukaan gue.” Jawab Tasya cepat.
Tasya tahu kalau Alena adalah orang paling hemat yang pernah ada. Bahkan, gadis itu rela pulang pergi ke kantor menggunakan bus dari pada memesan ojek online yang katanya buang-buang duit.
“Setuju.” Putus Alena cepat.
Mereka mulai menjejakkan kakinya menuju lift yang akan membawa mereka keluar dari lantai 10 gedung pencakar langit ini menuju lobby. Hanya dalam hitungan menit, lift berdenting menandakan mereka telah berada di lobby gedung ini.‘Brakkk’
“Aduh..” keluh Alena
“Kalau jalan lihat-lihat bisa gak sih..” Alena masih fokus mengelus jidatnya yang mulai memerah.
“Harusnya saya yang nanya.” Suara yang sedikit tak asing di telinga Alena keluar menginterupsi.
'Tunggu dulu.. kayak pernah dengar deh suaranya' batin Alena yang sedikit mendongakkan kepalanya agar bisa melihat wajah orang yang 'menabraknya' tadi.
“Lo!?” Alena menaikkan nada bicaranya.
“Tunggu dulu. Kamu yang kemarin kan.. yang ngomel-ngomel gak jelas. Kerja di sini?” Tanya pemuda itu sedikit menyeringai.
“Harusnya gue yang nanya. Lo ngapain di sini? Ngikutin gue Lo? Ngaku!” Cerca Alena kesal.
Lelaki tampan itu menarik kartu pegawai yang menggantung di leher putih Alena. “Alena Saphira Kusuma. Staff bagian Pemasaran.” Tampak Pemuda itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
Alena menghempaskan tangan lelaki itu dengan kesal “Gak usah pegang-pegang.” Sambil berlalu dari hadapannya.
'Menarik' batin pemuda itu dengan sedikit seringaian di bibirnya.
***
Siang ini, Rain Cafe terlihat ramai. Sepertinya Dewi Fortuna berpihak kepada Alena dan Tasya karena masih mendapat meja untuk menikmati makan siang mereka. Seperti biasa, Tasya memesan paket makan siang kesukaannya dan Alena hanya memesan paket ayam bakar pedas dengan teh lemon dingin sebagai pelengkapnya.
“Eh.. gue mau nanya deh” Tasya menginterupsi Alena yang sedang asik melahap makan siangnya.
“Nanya apaan?” sahut Alena sambil menyeruput teh lemon dingin di samping kanannya.
“Lo kenal dimana cowok tadi? Ganteng banget..” Puji Tasya dengan antusias.
“Kemarin gue balik basah-basahan kan. Karena tuh cowok sialan” Alena masih jengkel dengan lelaki tampan tadi.
“Ohh.. tapi, gue kayak pernah lihat tuh cowok. Tapi dimana yah..” tampak Tasya berusaha mengingat keras wajah lelaki tampan yang tidak ‘sengaja’ bertemu dengan mereka di lobby kantor.
“Mirip doang kali.. Mukanya juga pasaran gitu.” sahut Alena acuh.
“Sembarangan Lo.. Pasaran dari mana. Wajah tampan kayak gitu dibilang pasaran. Kelamaan jomblo yah gini. Move on makanya, move on, Al. Cowok itu banyak. Cowok brengsek kayak 'dia' gak perlu Lo pikirin.” Tasya berusaha menyadarkan Alena dari masa lalunya itu.
“Gue udah move on. Cuman keadaan aja yang buat gue kayak gini. Udah deh.. mending balik ke kantor. Waktu makan siang dah mau habis nih..” elak Alena cepat. Mereka keluar dari cafe itu setelah membayar pesanan mereka.
***
Penulis Amatiran Comeback dengan cerita baru yang bakalan buat kamu baper 🤣 hehehe
Jangan lupa VOTE dan COMMENT yahh guys ❤️❤️
Penulis Amatir Pecinta Drakor 🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
Amor Repentino
RomanceFokuslah melihat ke depan untuk menentukan masa depanmu -Adrian Terkadang kita perlu melihat ke belakang untuk belajar dari kesalahan di masa lalu -Alena