Akan tetapi, saat teknik beladiri manifestasi Elena hampir menyambar Alliester dan menghentikan kakinya, anak itu melompat ke arah kanan. Beralih dari jalur lantai es pembeku yang hampir mengenainya.
Elena terkejut sesaat, dia tak menyangka Alliester mampu menghindari serangan yang datang dari arah belakang. Akan tetapi bukan saatnya terkagum, Elena tahu dia harus menghentikan adiknya.
Gadis itu mengangkat kedua tangan sedada lantas menyelimutinya dengan aura pembeku berwarna putih kebiruan. Sekejap kemudian, Elena memukulkan kedua tangan ke depan secara bergantian dan meluncurkan energi pembeku berbentuk bulan sabit.
Berbeda dengan glester lantai es yang merambat tak seberapa cepat, serangan barusan tidak sempat dihindari. Alliester memekik tatkala bulan energi pembeku mengenai punggung kanannya hingga menyebabkan tubuh bagian itu tertutupi lapisan es.
"Apa–aghh ...!"
Tidak ada kesempatan bagi Alliester terkejut, serangan kedua datang dan lagi-lagi berhasil mengenai lelaki itu. Akibatnya punggung tengah sampai separuh pinggang kiri Alliester membeku.
Hawa dingin yang menusuk-nusuk seperti jarum membuat Alliester terhuyung menahan sakit. Bagi orang biasa seperti dirinya, teknik beladiri manifestasi dapat berakibat fatal.
Akan tetapi, Elena belum selesai. Melihat adiknya mulai kehilangan keseimbangan, dia melancarkan serangan kearah kaki Alliester. Perhitungannya tepat, satu kedip kemudian tubuh Alliester jatuh tersungkur setelah kedua kaki Alliester membeku.
"Ester!"
Melihat adiknya tumbang, Elena memekik. Dia lupa kalau Alliester hanyalah anak biasa. Amarah sesaat membuatnya melakukan tindakan yang berlebihan. Elena tersadar dia baru saja melakukan kesalahan.
Gadis itu menghampiri Alliester dengan tergesa. Dengan kibasan tangan, Elena menyingkirkan serpihan es yang membekukan sebagian tubuh Alliester. Wajahnya memucat, tangannya gemetar membayangkan apabila tindakannya sampai melukai organ dalam.
"Ester, kau tidak apa-apa?" Sambil mengangkat tubuh sang adik dan merebahkan kepalanya di pangkuan.
Tubuh Alliester sangat dingin, seperti mayat yang sudah lama. Kentara jelas kekhawatiran bercampur penyesalan dari mimik wajah Elena, terlebih saat mengetahui bahwa Alliester kehilangan kesadaran.
Elena segera membawa Alliester pulang. Sesampainya di kediaman Gideon, dia melapor pada ibunya–Renne Gideon, yang langsung memarahinya. Tak berselang lama, tabib kondang dipanggil guna untuk memeriksa Alliester.
Berbeda dengan Einwald, sang ayah, ibu mereka masih sayang dan peduli pada Alliester. Sebab itu pula Elena berani pergi ke akademi dan meninggalkan Alliester. Dia yakin ibunya akan selalu ada untuk sang adik dalam segala situasi.
"Bagaimana keadaan anak saya, tuan Hayden?"
Tabib yang dipanggil mengulas senyuman kecil.
"Tidak perlu khawatir, Nyonya." Seraya mengambil sebuah botol kecil berbahan keramik, "ini ramuan yang sudah saya racik. Setelah siuman berikan padanya. Saya yakin besok pagi luka tuan muda akan sembuh."
"Apa ada luka dalam? Semua fungsi tubuhnya normal 'kan? Anak saya selama ini sudah menderita, tolong jangan sampai–"
"Maaf menyela, nyonya Gideon tidak perlu khawatir. Saya sudah membaluri bagian yang terkena efek beku dengan tumbukan daun malarangi, lidah api, serta kuncup bunga dandelia. Dalam satu atau dua jam suhu tubuhnya akan kembali normal, tidak ada yang perlu ditakutkan," tegas tabib Hayden dengan ramah dan gamblang.

KAMU SEDANG MEMBACA
CAVALIER
FantasyWARNING! Terdapat banyak kata kasar dan umpatan, serta adegan pertarungan berdarah. Pastikan setidaknya kamu berumur 17 tahun sebelum membaca! [Adventure - Fantasy - Action - Drama] Blurb: Alliester Gideon merupakan putra ketiga Gideon salah satu d...