"SIAPA YANG KAU PANGGIL BATU, BOCAH?!" Suara itu membentak nyaring, hampir membuat Alliester melonjak saking terkejutnya.
"Ma-Maaf, tuan, saya tidak sengaja," ucap Alliester pelan sembari duduk bersimpuh dengan kepala tertunduk menghadap sang batu kristal.
"Cih, bocah sepertimu tahu apa. Seandainya kau sadar sedang berhadapan dengan siapa, kau pasti akan memohon ampun sambil menangis-nangis!" balas batu kristal terdengar angkuh seperti sebelumnya.
"Maaf atas kelancangan saya, Tuan! Saya mohon ampun," kecap Alliester bersujud seketika.
Ketidaktahuannya akan sosok batu atau jiwa yang bersemayam dalam kristal membuat ia bingung bagaimana bersikap. Satu-satunya cara agar selamat hanya dengan menurut dan patuh dengan semua ucapan yang dia dengar.
"Bagus, kau cepat paham. Kejadian ini jangan sampai terulang!"
"Baik, Tuan!"
"Untuk itu mulai dari sekarang panggil diriku Aphoster, Tuan Aphoster Yang Agung, mengerti?!"
"Baik, Tuan Aphoster Yang Agung," sahut Alliester mantap. Kepalanya sedikit terangkat berusaha mengintip batu kristal itu.
"Tunggu! Kau tidak tahu siapa aku?!"
"Sa..Saya tahu, Tuan. Baru saja anda menjelaskan—"
"BUKAN BEGITU, BODOH!!" Kemudian batu itu terdengar membuang napas. "The Great Aphoster, kau tidak pernah mendengar nama itu?"
Alliester tampak resah. Kepalanya sedikit menoleh, berupaya menggali otak dan mencari keberadaan "Aphoster" di dalam ingatan. Namun hasilnya nihil. Hal ini membuat Alliester semakin khawatir sosok itu akan melakukan sesuatu hal buruk apabila dia mengiyakan pertanyaan barusan.
"APA KAU TIDAK MEMBACA BUKU SEJARAH?! APA KAU TIDAK PERNAH DIBACAKAN KISAH PERANG BESAR?!
Sosok dalam batu kristal menyalak lagi, membuat Alliester semakin bergidik. Anak itu mulai meratapi nasib hidup yang begitu mengenaskan. Bahkan firasat buruk mulai muncul di kepala remaja itu; sosok itu pasti akan membunuhnya.
"Pernah, Tuan. Tetapi nama anda tidak pernah diceritakan oleh ibu saya," terangnya dengan bibir gemetar.
Meski Alliester rela jika harus mati, namun tetap saja membayangkan prosesnya membuat anak itu takut bukan main. Apalagi dia tidak tahu apa yang akan diperbuat Aphoster.
"Keparat! Apa mungkin ini yang dimaksud para bedebah itu," geram Aphoster.
Entah siapa bedebah yang ia maksud namun dari nada bicaranya, Aphoster benar-benar gusar.
"Maaf, Tuan," timpal Alliester.
"Cih, kau ini selalu meminta maaf, bahkan saat aku tidak membicarakanmu! Bakatmu bagus tapi mentalmu cetek!"
Alliester tersenyum getir mendengar ejekan Aphoster. Bukan karena dihina bermental tempe, melainkan dibilang berbakat. Padahal semua orang tahu dirinya hanyalah sampah dan aib bagi keluarga Gideon.
"Saya memang anak bodoh dan tidak berguna, banyak yang bilang seperti itu. Jadi tidak ada gunanya tuan menahan saya." Alliester mengangkat kepala, menatap batu kristal dengan seksama.

KAMU SEDANG MEMBACA
CAVALIER
FantasyWARNING! Terdapat banyak kata kasar dan umpatan, serta adegan pertarungan berdarah. Pastikan setidaknya kamu berumur 17 tahun sebelum membaca! [Adventure - Fantasy - Action - Drama] Blurb: Alliester Gideon merupakan putra ketiga Gideon salah satu d...