Satu

152 21 13
                                    

Lee Sunho berdiri di ambang pintu sebuah kamar, memperhatikan seorang wanita yang tengah sibuk memandangi pantulan dirinya di cermin rias. Wanita tersebut nampak tidak percaya diri dengan penampilannya. Ia berkali-kali menghapus lipstik pada bibirnya yang tipis. Pada akhirnya, wanita itu menyerah dan menjatuhkan dahinya di atas meja rias. Ia kelihatan frustrasi.

Sunho tersenyum hambar dan memasuki kamar. Ia mengelus lembut puncak kepala wanita itu sembari mengambil salah satu dari tiga lipstik dengan warna yang berbeda. Wanita itu awalnya nampak terkejut dengan sentuhan Sunho. Lalu ia mencibir sembari tersenyum saat tahu bahwa itu adalah Sunho, sahabatnya.

Sunho berlutut, lalu memutar kepala wanita tersebut dengan tiba-tiba. “Hadap kemari,” ucapnya tegas namun lembut.

“Kau mau apa, Sunho-ya?” tanya wanita itu dengan mata bulatnya yang membelalak. Tangan kiri Sunho mengapit kedua pipi sahabatnya tersebut hingga bibirnya mengerucut.

“Diam, Joon. Aku tahu warna apa yang cocok untukmu,” jawab Sunho tenang.

Sunho mulai mengoleskan lipstik warna nude yang senada dengan dress selutut yang dikenakan Juni. Tangan kiri Sunho yang tadinya mengapit pipi, kini hanya memegangi dagu wanita tersebut.

Sunho dapat melihat dengan jelas bahwa Juni menahan napas. Wajahnya memerah. Dan bola matanya tak berhenti bergerak melirik ke kanan-kiri atau ke atas demi menghindari kontak mata dengan Sunho.

Setelah lipstik melekat indah di bibir Juni, Sunho tak langsung melepaskan tangannya dari dagu Juni. Sebenarnya saat ini, ia ingin sekali mencium bibir tipis itu. Ia tengah menahan godaan untuk menghapus lipstik dari bibir Juni. Karena Sunho tahu, lipstik itu dikenakan tidak untuk ditunjukkan kepadanya. Melainkan untuk pria lain.

Sunho menghela napas pelan menahan keinginannya. Ia berakhir dengan mengelus pelan pipi Juni sekilas sebelum beranjak.

“Sudah selesai,” ujarnya. “Kau lebih terlihat man— cocok dengan warna itu.” Sunho menaruh lipstik di atas meja.

Juni merasa kegugupannya belum hilang. Ia pun menyahut hanya dengan gumaman, lalu dengan cepat membereskan meja riasnya.

“Aku akan menunggu di mobil. Cepatlah, Joon. Kau akan terlambat.” Sunho pun berlalu dari kamar Juni.

Setelah tiba di tempat parkir, Sunho langsung memasuki mobil dan duduk di balik kemudi. Sesaat situasinya hening, sampai akhirnya suara helaan napas panjang dan berat keluar dari mulut Sunho. Pria itu menumpukan kepalanya di atas kemudi. Ia terus menghela napas, seakan beban yang sangat berat tengah dipikulnya.

Kemudian ia terkejut oleh ketukan di kaca mobil. Ia mengangkat wajah dan melihat Juni berdiri di sisi mobil. Ia pun membukakan pintu penumpang dari dalam.

“Maaf membuatmu menunggu lama. Aku gugup, hehehe,” ucap Juni sambil tersenyum menyeringai setelah duduk.

“Ini sudah setengah tahun, Joon, dan kau masih saja gugup tiap kali dia mengajakmu kencan,” ujar Sunho sambil menyalakan mesin mobil.

Ini sudah setengah tahun, Lee Sunho, dan kau masih belum bisa merelakan Juni. Kau bodoh. Suara hati Sunho menyalahkan dirinya sendiri.

“Aku tahu, tapi dalam setengah tahun pun kami hanya bisa berkencan empat atau lima kali. Kami tidak senormal pasangan lainnya.”

“Kau merepotkan.”

“Aku tak bermaksud begitu. Itulah kenapa kubilang tidak perlu mengantarku.”

“Tapi ini musim gugur, dan tempatnya cukup jauh.”

“Aku masih bisa pergi naik taksi.”

“Aku tidak akan membiarkannya, kau tahu, Joon! Seharusnya dia yang datang menjemputmu, bukan kau yang mendatanginya!” teriak Sunho tanpa bisa dikontrolnya. Juni mematung karena terkejut dengan hal itu. Tiba-tiba, Sunho diserang perasaan bersalah.

“Jangan pernah mendebatku untuk masalah ini, Sunho-ya...” Juni memalingkan wajah ke luar jendela mobil dan melipat tangan di depan dada. Juni menahan untuk tidak balas berteriak kepada Sunho. Akhir-akhir ini, Sunho jadi sangat menyebalkan. Bahkan untuk hal sepele pun, Sunho kadang mendebatnya.

Sunho mengeluh. Ia merasa sudah keterlaluan dengan bersikap menyebalkan pada Juni. Entahlah, ia sendiri bingung kenapa sering merasa sensitif akhir-akhir ini. Belakangan, ia merasa dirinya bukanlah Sunho yang biasanya.

“Joon, mianhae...,” ucap Sunho pelan sambil tetap mengemudi.

Juni mendesah keras sembari memejamkan matanya. Ia menurunkan tangan kemudian menoleh.” Kau menyebalkan, Sunho-ya.”

“Aku tahu,” jawab Sunho sembari tersenyum tipis.

“Aku akan marah sepanjang perjalanan ini, jadi jangan bicara padaku.”

“Aku mengerti,” jawab Sunho lagi-lagi dengan tersenyum. Ia tahu bahwa Juni tak sungguh-sungguh marah kepadanya. Tapi, Sunho memilih untuk tetap diam sepanjang perjalanan.

Sunho harus bisa menahan perasaannya.

⭐⭐⭐

Annyeong yereobun~!
Seneng akhirnya bisa nulis sequel dari "Hello, Star!" ><

Gomawo buat yang udah minta sequelnya, buat yang nunggu update-annya, buat yang nanyain terus, dan buat yang bilang "aku suka ceritanya" huaaaa terharu :")

Semoga sequelnya gak lebih buruk dari cerita pertama ya 😂 intinya, hope you like it ^^

Komen ya kalau ada yang kurang.

Love,
Meisesa

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 16, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Wishing on A Star (BTS Yoongi FF 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang