Bagian 1

167 6 3
                                    

Tari menggigit bibir bagian bawahnya. Sedikit tegang ia duduk di belakang orang yang selama ini sangat dibencinya, yang telah memorakporandakan hidupnya, tapi tanpanya… Tari hampa. Dan Tari tidak akan pernah menyangka, bahwa kali ini, di dekat Matahari Senja bisa terasa begitu menenangkan. Meski ada yang mengganjal hatinya. Omongan Ata tadi…

Apa maksudnya? Apa yang akan dilakukan Ata nanti? Mengapa? Lalu apa hubungannya dengan Tari?
Dengan sekali tatap Tari sudah bisa tahu bahwa Ata sama sekali bukan orang jahat. Sama sekali bukan. Tetapi Tari juga tahu. Sorot mata itu, nada bicara itu… Seperti pertanda bahwa nanti hidupnya tak akan pernah sama lagi. Ya Tuhan… akan ada apa lagi? Apakah belum cukup drama yang terjadi dalam beberapa bulan belakangan ini?

“Pegangannya yang bener, Tar. Kalo nggak, lo bisa jatuh.”
Kata-kata Ari yang lembut namun dengan nada memerintah sontak membuyarkan lamunan Tari.

“Yee, gue juga pegangan, kok!” elak Tari, yang memang memegang bagian belakang motor – yang sebenarnya percuma saja karena di belakang jok tidak ada pegangannya.

“Pertama, gue bukan tukang ojek. Kedua, bagian situ nggak ada pegangannya. Jadi nggak usah malu-malu, peluk gue aja.”

Tari memukul bahu Ari pelan. ”Idiiiih, apaan sih? Nggak usah aneh-aneh, deh!”

“Gue suka cewek hardcore.”
Ari tergelak ketika cubitan Tari melayang di pinggangnya. ”Wah... Ternyata lo genit ya sekarang, udah berani nyubit-nyubit – “

“Kak Ari!” jerit Tari kesal.

“Makanya... peluk! Atau nanti gue nggak pake rem pas bawa motornya,” ancam Ari.

Tari menghela napas. Pasrah. Tuan Besar memang keukeuh kalo sudah ada maunya. Setelah meletakkan tas antara tubuhnya dan tubuh Ari, dengan malu-malu Tari melingkarkan tangannya di pinggang Ari. Sedetik… dua detik… tiga detik… Tari merasa tak bisa bernapas. Jantungnya berdetak tidak karuan, seakan ingin melesak dari tempatnya. Meski terhalang tas, Tari takut Ari bisa mendengar degup jantungnya.
Ari tersenyum. Dengan tangan kirinya, ia memegang erat tangan Tari yang memeluk pinggangnya. Motor mereka melesat melalui ramainya jalanan di pagi yang sibuk ini.

Seperti yang sudah bisa Ari duga, kehebohan melanda SMA Airlangga. Kali ini bukan karena preman sekolah jadi dua, tetapi karena kedatangan Ari dengan gadis yang biasanya lari darinya. Ari tersenyum geli melihat muka-muka terkejut, masam, ketakutan bahkan prihatin saat ia melintas sambil menggandeng Tari. Tari yang menyadari hal itu menjadi rikuh. Ia hanya menunduk sepanjang jalan.

“Kak, kayaknya gue bisa jalan sendiri deh tanpa perlu digandeng-gandeng gitu,” ucap Tari lirih.

“Jingga Matahari,” Ari memandang Tari dengan tatapan mata tajam. ”Lo pikir gue tipe cowok yang bakal ngebiarin cewek yang gue suka jalan sendirian ke kelasnya, sementara dia datang ke sekolah bareng gue? Kan udah gue bilang, gue bukan tukang ojek yang cuma nganterin lo sampe sekolah. Gue juga harus mastiin lo selamat sampe kelas.”

“Berlebihan,” balas Tari, tetapi ia tersenyum juga. ”Lagian siapa yang berani gangguin gue? Perasaan yang selama ini gangguin gue itu cuma elo, deh.”

“Oh iya, ya...” Ari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. ”Mana ada yang berani gangguin Ibu Negara.”

“Hah?” Tari terperangah.
Sebelumnya Ari tidak pernah seterang-terangan ini.

Ari tertawa, kemudian mengacak rambut Tari, pelan. ”Sudah sampai di kelas, Tuan Putri. Sekarang,  hamba mohon diri…”

Tari menjulingkan matanya, tapi senyum masih tersungging di bibirnya. Ia memasuki kelas. Tanpa perlu memandang ke belakang, Tari tau Ari masih disana. di tempat yang sama dimana ia melepas Tari menuju kelas. Tari berusaha tidak menatap ke arah Ari, karena selain takut akan tercipta drama lagi pagi ini, ia… nervous.
Tapi tatapan itu masih dapat ia rasakan. Sedikit enggan, ia memalingkan wajah agar dapat melihat pintu kelas. Senyum lebar tersungging di bibir pentolan sekolah itu dengan mata tak lepas dari Tari. Senyuman yang sangat jarang dilihat Tari. Senyuman yang membuat orang-orang menatap aneh sekaligus takut pada pentolan sekolah itu.

JINGGA UNTUK MATAHARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang