23• Bukan Sekedar Ancaman

75.9K 6.1K 53
                                        

[DUAPULUH TIGA]

"TIGA satu lima nol tujuh satu."

Shanin yang baru saja turun dari motor milik Arga dan hendak melepaskan helm di kepalanya mendadak mematung  begitu mendengar Arga yang mengucapkan sesuatu dengan tiba-tiba.

Kedua mata itu nampak berkedip dua kali, masih sangat terlihat jelas walau Shanin masih mengenakan helm full face milik Arga.

"Itu apa?"

"Password rumah," Jawab Arga dengan kedua tangan yang nempak meraih helm di kepala Shanin kemudian melepaskannya.

Tangan kanan Shanin terlihat merapihkan rambutnya yang dirasa berantakan, "Rumah Arga?"

"Rumah lo."

Gadis itu mengerutkan dahinya, "Password rumah Shanin bukan itu."

Arga menghembuskan nafasnya kesal, "Rumah gue lah, oon."

Kini Shanin mengangguk, "Kenapa dikasih tau Shanin?"

"Karna gue males turun, jadi cepet lo ambil iPodnya terus gue anter balik, keburu ujan." Kalimat terpanjang Arga hari ini.

Tanpa mau berkata apapun lagi yang akan membuat Arga mengubah niat baiknya, Shaninpun mulai melangkahkan kakinya untuk masuk kerumah Arga setelah memasukan password yang barusan cowok itu beritahu.

Tanpa takut kesasar atau salah masuk ruangan, Shanin seenaknya saja melangkah menuju kamar Arga. Padahal masih dapat dihitung, berapa kali Shanin kerumah cowok itu, namun nyatanya Shanin sudah mengafal seluk beluk rumah bertingkat tiga ini. Bahkan ia lebih hafal dari rumahnya sendiri.

Ruangan besar yang di dominasi oleh warna hitam itu lagi-lagi menyapanya, tak ada perubahan, masih sama seperti terakhir kali Shanin kesini. Udara dingin yang menusuk kulit juga masih belum berubah juga. Bedanya, kali ini ia tak menemukan satupun perusuh yang biasanya mengubrak-ngabrik lantai dua rumah Arga dan mengubahnya menjadi kapal pecah.

Shanin berjalan ke arah ranjang besar yang pernah ia tiduri itu, mencari dimana keberadaan iPodnya yang ia yakini benar-benar tertinggal disini. Dan benar saja, begitu ia mengangkat bantal, iPod cantik berwarna putih-pink miliknya nampak memunculkan dirinya.

Dengan senyum yang berkembang, Shanin terlihat mengambil benda miliknya itu kemudian memasukannya ke dalam tas. Begitu selesai, barulah ia terlihat melangkahkan kakinya untuk yang--mungkin terakhir kalinya di ruangan ini?

Di tutupnya pintu kamar Arga dengan perasaan sedih, sepertinya ini akan menjadi hari terakhirnya menginjakan kaki di kamar Arga, atau mungkin rumahnya. Dan itu membuat hatinya merasa tak enak. Lucu, padahal ia baru saja masuk kerumah ini beberapa kali, namun rasa kehilangan sudah melandanya.

PRANGGG

Sebuah benda yang sepertinya jatuh ke lantai itu tiba-tiba terdengar nyaring di telinga Shanin. Membuat gadis itu mematung di depan pintu kamar Arga dengan mata yang melotot dan jantung yang berdegup kencang.

"Itu apa? Arga? Katanya dia gak mau turun dari motor?" Shanin bertanya dalam hatinya, tak berani mengeluarkan sepatah katapun.

"MALING!?" Lagi-lagi Shanin berasumsi sendiri mengingat dirumah Arga sekarang tak ada seorangpun selain dirinya.

"Udah, Nin. Mending keluar dulu, panggil Arga baru masuk bareng-bareng!" Shanin memperingati dirinya sendiri, namun entah mengapa kakinya justru malah melangkah ke asal suara, seperti biasa, otak dan kelakuan tak pernah sehati.

"IH! Ngeyel banget sih kesel, Shanin! Nanti kalo beneran maling gimana!?" Kali ini ia mengomeli kakinya sendiri, bahkan memukulnya pelan walau di ending ia tetap melangkah ke sumber suara.

Shanin's Diary (Terbit Ulang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang