SKUT 1; Ada apa dengan takdir?

947 17 10
                                    

Kutuliskan semua kata-kata yang terlahirkan dari hatiku...
Menjerit tanpa suara, menangispun tanpa air mata...

***

Tuhan, aku tidak pernah mengerti kenapa Tuhan memberiku takdir hidup serumit ini? Tapi aku percaya, Tuhan tidak akan memberi cobaan melebihi batas kemampuan umatnya.

Aku adalah gadis yang kuat! Aku percaya itu.

Enam tahun yang lalu ...

"Angela... ayo siap-siap sayang." teriak Ibu menggema.

"Ya, Bu... Angela datang." jawabku semangat.

Hari ini, keluargaku hendak mengunjungi rumah yang sedang dibangun. Menurut Ibu, Nenekku terlalu mencampuri urusan rumah tangga Ibu dengan Ayah.

Ayah sangat baik, menuruti keinginan Ibu untuk pindah rumah. Menyabarkan Ibu ketika sedang dicaci maki Nenek.

"Adek kamu mana?" tanya Ibu sambil membenarkan bajuku yang kurang rapi.

"An ... Andru, Andrusha!" teriakku memanggil Andru.

"Ya Kak, sebentar." jawabnya cempreng.

Andru dan aku terpaut usia empat tahun. Saat itu, aku masih kelas empat.

"Gimana baju Andru? Bagus kan?" ocehnya kegirangan. "Gambar spiderman!"

Aku dan Ibu hanya terkekeh.

"Ayo berangkat! Udah pada siap belum?" Ayah menyahut santai setelah memasukkan beberapa perkakas.

"Siap!" jawab Adikku semangat.

Tapi itu tidak berlangsung lama. Beberapa minggu kemudian, Ayah menggugat cerai Ibuku. Keluargaku sangat sederhana, dulu.

Hingga hari penderitaanku pun tiba...

"CERAI?" Teriak Ibuku syok. "Maksudnya gimana, Mas?"

"Iya, aku minta cerai. Kamu gak ngerti?" Ayah menjawab ketus, "Apa harus aku ulang kata-kataku?"

"Tapi kenapa, Mas?" tanya Ibuku terisak. "Anak-anak kita gimana?"

"Anak-anak sama saya. Kamu pulang aja sana." titah Ayahku tak terbantahkan.

Sore hari.

"Laras, udah siapin barang-barang kamu? Besok Eceu pulang, biar sekalian." pernyataan itu membuat Ibu terkejut.

"Gak bisa besok, Ceu. Laras masih punya hutang sama tetangga." jawab Ibuku spontan.

"Yaudah, bayarin dulu semua hutang kamu, Ras. Ini, uang satu juta." Ceu Inong menyodorkan segepok uang lembaran berwarna merah.

Bayangkan, seberapa sakit hati yang Ibuku rasakan kala itu? Diusir dari rumahnya sendiri.

"Pokoknya saya gak mau kalau kita harus pindah rumah. Lebih baik pisah!" begitu beberapa patah kata yang Ayah ucapkan terakhir kali pada Ibu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 24, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Surat Kecil Untuk Tuhan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang