Dukungan

2.7K 211 14
                                    

Matahari muncul dengan malu malu walaupun langit masih memperlihatkan hamparan bintang yang terang benderang, mata hitamnya berbuka samar samar dia melihat cermin di depannya yang hancur tetapi bukan itu yang membuatnya terbangun

DING DONG....

DING DONG....

dipaksanya badan untuk bangkit dari tempat tidur dan memperhatikan lantai yang berantakan oleh serpihan kaca dan juga darah yang sudah terlihat mengering pada lantai keramik itu

pendengarannya menangkap bunyi bel yang membuatnya terbangun, dilihatnya ponselnya memperlihatkan 30 miss call dan 90 pesan, dia tahu bahwa semuanya dari eren dia pun menghapus semuanya tanpa membacanya

DING DONG....

DING DONG....

" Jam 4 subuh? Tch siapa yang mau bertamu di jam seperti ini?" dia bangkit dari kasurnya tak lupa dia membalut tangannya yang luka dengan perban yang sudah di beri obat luka dan segera turun ke ruang tamu lalu di bukannya pintu

"Levi, kenapa kau tidak membalas pesan maupun mengangkat telponku? kau juga lama membuka pintunya, kau ingin aku mati kedinginan diluar sini?" gerutu si gadis raven yang menggunakan jaket bulu berwarna hitam senada dengan rambut dan matanya serta syal rajutan berwarna merah yang sedang berdiri didepannya dengan tatapan sedikit marah bercampur khawatir

"Lagian kenapa kau datang subuh subuh begini bodoh? ini waktunya orang tidur, bukannya mengganggu orang yang sedang tidur" cetus levi

"Tch, setidaknya hormatlah pada kakakmu ini, aku khawatir padamu levi, sudah 15 kali aku menelponmu, tapi kau tak menjawabnya makanya aku kemari tanpa bilang pada kaa san dan paman" jelas si gadis raven itu yang ternyata kakak levi yang umurnya 5 tahun lebih tua darinya

"aku laki laki bisa jaga diri, lagi pula kenapa kau pergi tanpa memberitahu kaa san? apa kau gila mikasa?" levi melipat tangannya di dada membuat mikasa dengan diam diam memperhatikan tangan levi yang di perban, mikasa mengurungkan niat untuk bertanya apa yang sudah terjadi dengan adik kecilnya itu

"Aku capek berdebat levi, biarkan aku masuk dulu" tanpa dipersilahkan, mikasa lalu nyelonong masuk tak lupa dia membawa tas kopernya yang tak cukup besar untuk seseorang yang ingin berangkat ke luar negeri

levi lalu menutup pintu tak lupa menguncinya lalu berjalan keruang tengah dan membuat teh hangat untuk membantu menghangatkan badan mikasa

"ini.. minumlah, kau pasti kedinginan" disodorkannya teh dengan ukuran mug sedang, dengan senang hati mikasa menerimanya dan langsung menyeruput tehnya

"seperti biasa levi, teh buatanmu enak" mikasa menaruh mug yang berisi teh ke atas meja lalu menatap surai raven yang sedang berdiri disampingnya sambil memeluk nampan di depan dadanya "jadi bagaimana sekolahmu?"

"baik"

"tak ada perkelahian?"

Dengan cepat levi menyembunyikan tangannya yang terluka ke belakang, iris matanya yang hitam menatap mata mikasa yang sedari tadi menatapnya dengan tatapan interogasi

"tidak ada"

Mikasa menghela nafas panjang dan menatap mugnya yang berisi teh yang masih hangat terlihat uap yang keluar dari permukaan air teh, sesekali jari telunjuknya mengusap permukaan mug, sedangkan levi berpikir apa yang sedang kakaknya ini pikirkan, semoga saja tak ada yang di khawatirkan mengingat mikasa adalah tipe yang sangat melindungi adiknya dari siapapun dan juga tipe yang ingin tahu permasalahan orang khususnya sang raven ini, dia bahkan pernah melumpuhkan preman yang tubuhnya jauh lebih besar dari pada Mikasa karena berani menyentuh levi, lamuna levi hilang saat mikasa mengangkat suara, dengan bariton yang datar tetapi terdengar sangat khawatir

My Last WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang