Lelaki Tanpa Nama

149 4 1
                                    


Senin, Pukul 16:07

Sore itu hujan turun lagi, bahkan kali ini lebih deras daripada sebelumnya. Aku segera memarkirkan motorku di depan Cafe Kencana, salah satu tempat favoritku di Jakarta. Tempatnya yang bernuansa klasik mampu membuat pikiranku menjadi tenang.

Aku memesan Greentea latte kesukaanku dan langsung duduk di meja nomor 4, lagi-lagi itu adalah tempat duduk favoritku. Instrumental Turkish March mengalun keras di Cafe itu, membuat para pengunjung mendapatkan kesan klasik yang sangat kental.

Ting! Ting!

Bunyi bel mengalihkan pandanganku ke arah pintu masuk. Seorang lelaki dengan rambut basahnya memasuki Cafe ini, sambil mengibaskan rambutnya ia berjalan memesan pesanannya. Tidak dapat kulihat jelas bagaimana rupanya, namun entah mengapa mataku seolah-olah tidak mau berhenti untuk menatapnya.

Ia duduk tepat di depan mejaku. Hal ini membuat pandanganku menjadi tidak fokus. Aku langsung berpura-pura menyibukkan diri dengan memainkan ponsel yang berada di genggamanku, namun hal ini tidak berdampak besar pada fokus pandanganku. Sesekali aku meliriknya, kali ini laptop sudah berada di depan wajahnya. Aku menghembuskan nafas karena kesal dengan laptopnya yang membuat dirinya tidak terlihat jelas di depanku.

Tidak terasa Greentea latte yang kupesan tadi sudah habis kuminum. Hujanpun sudah mulai mereda. Namun dia yang berada di depanku masih fokus dengan laptopnya, seperti sedang menunggu pesan dari seseorang.

Aku memutuskan untuk pulang ke rumah dan meninggalkan Si dia yang masih sibuk dengan laptop sialannya.

***

Selasa, pukul 07:44

Musim hujan memang membuat sebagian orang menjadi kesusahan, termasuk dengan diriku. Pagi ini aku terpaksa harus meneduh karena memang aku tidak suka memakai mantel. Sejak kecil aku selalu suka dengan hujan, betapa bahagianya ketika langit menangis.

Jam menunjukkan pukul 07:44, berarti enam belas menit lagi kelas akan di mulai, namun tidak ada pertanda hujan akan berhenti, bahkan air yang turun semakin deras. Ku buka ponselku dan langsung ku kirimkan pesan singkat kepada Alya, sahabatku.

Setelah mengirimkan pesan dengan alasan terlambat memasuki kelas, aku langsung meletakkan ponselku kembali ke dalam tas. Lagi dan lagi aku menikmati bau hujan sambil sesekali mengulurkan tanganku agar mengenai air hujan.

"Kalau kau suka hujan, mengapa tidak melanjutkan perjalananmu?" Ucap seseorang yang berada di sampingku. Lantas akupun langsung menengok ke arahnya, betapa terkejutnya aku, ternyata dia adalah lelaki yang kemarin berada di Cafe Kencana. Apakah ini hanya suatu kebetulan?

"Ditanya kok malah melamun" Ucapnya sambil tersenyum dan melakukan hal yang tadi kulakukan.

"Jika kau juga menyukainya, mengapa tidak melanjutkan perjalananmu?" Pertanyaan yang hampir sama seperti yang tadi ia tanyakan padaku.

Dia terkekeh "Kau ini, sukanya membalikkan pertanyaan orang"

Aku tersenyum dan masih memandangnya. "Siapa namamu?" Pertanyaan yang tidak pernah kupikirkan sebelumnya, namun sudah terlanjur keluar dari bibirku.

Dia tersenyum tanpa memandang kearahku "Nanti kau akan tahu"

"Eh? Apa kita kenal?" Tanyaku penasaran. Dia mengatakan, seolah-olah kita akan bertemu lagi di kemudian hari. Jika itu benar, aku akan senang.

"Dan kita akan kenal" Jawabnya yang lagi-lagi seperti hanya terlontar begitu saja dari mulutnya.

Aku tidak lagi menjawab perkataannya, karena yang aku inginkan saat ini hanya ingin menikmati hujan bersama dengannya.

RainWhere stories live. Discover now