2 | Tatapan Sengit

19.3K 2.5K 102
                                    

Tok ... tok ... tok...

"Iya, bentar!" Segera kucepol rambut sebahuku asal-asalan dan merapikan poni sepanjang dahi di depan cermin.

"Le, bareng, nggak?"

"Bentar-bentar!" Aku berjalan mendekati ranjang untuk memakai cardigan biru tua sebelum mengambil ponsel dan dompet dari atas meja. Entahlah ini cocok atau nggak, yang penting dapat menutupi kedua lenganku yang terbuka.

"Leaaa ...."

Ampun ... ini orang nggak sabaran banget, sih! Segera kupakai sandal dan membuka pintu kamar.

"Sabar kali, Pril!" Aku memandangnya kesal dan meraih key card yang menempel pada wadah saklar listrik.

"Beneran mau pake ginian?" Mata April melotot menatapku tak percaya.

Segera kututup pintu dan berbalik memandangnya heran. "Apanya?"

"Pakaianmu."

"Ada yang salah?"

Keningnya mengernyit tak suka. "Aneh."

"Ck, makan aja loh. Habis ini juga mau tidur." Aku berjalan mendahuluinya dan melihat ke arah Yoga yang tengah berdiri di atas rumput depan kamar resort-ku. "Sini Yoga sama Tante." Yoga menoleh dan berlari ke arahku. Tangan kecilnya meraih tangan yang kuulurkan padanya.

"Le, lu nggak tahu apa tamunya si Naya kayak gimana?"

Aku menoleh ke belakang dengan kaki tetap melangkah. "Kayak gimana emang?"

"Ampun, Lea ... banyak teman-teman Johan di sini. Secara ini tempat paling cocok buat lu ngembangin diri."

Aku menoleh menatapnya yang tengah mengimbangi langkahku. Kulewati jalan setapak bebatuan sebelum menginjakkan kaki di jalan utama menuju restauran hotel.

"Pril, aku mau makan, ya. Aku nggak niat dateng buat cari jodoh. Niatku kenceng buat ngasih doa restu ke Naya. Udah titik."

"Le, kalau cara lu tetep cuek kayak gini, nggak jamin deh lu bisa cepet nyusul kita."

"Aku mau cari orang yang lihat diri aku, Pril. Bukan penampilannya doang."

"Oke, gua ngerti, tapi penampilan itu first impression. Kalau model awut-awutan kayak gini ...," sejenak dia melihat penampilanku dengan pandangan tak suka, "celana sepaha, kaos popeye yang gambarnya aja udah ilang, gimana cowok mau ngelirik lu? Gua tahu ini kaos dari zaman SMA. Lu pernah pake nih kaos dan ngiler waktu tidur di kamar gua, kan?" cerocosnya sambil mengangkat kaos kesayanganku dengan telunjuk dan ibu jarinya.

"Canggih kamu masih inget." Aku tertawa mengingat bagaimana waktu itu menyerbu kamar April dengan curhatan edisi patah hati sampai ketiduran gara-gara capek nangis. Memang, April adalah sahabatku dari SMA. Jadi, di antara yang lain dialah yang paling dekat denganku.

"Eh, mana Hendra?" Aku menoleh ke segala arah sebelum berakhir padanya.

"Duluan, nunggu di sana sama Putra dan Lola."

Aku mengangguk dan mulai menaiki anak tangga yang hanya sebanyak enam susun.

"Le, lu masih punya waktu buat balik," ucapnya tiba-tiba sambil menghadang langkahku.

"Ck, apaan, sih, Pril. Aku laper. Udah, ah."

"Oke, ya. Gua angkat tangan loh! Kalau ada apa-apa, gua nggak nanggung," ucapnya sambil mengangkat kedua tangan ke atas bahu.

Aku hanya menggelengkan kepala dan kembali berjalan memasuki restauran.

"Yoga, sini sama Mama. Yoga mau maem apa?" Segera saja Yoga berpindah tangan ke ibunya dan meninggalkanku sendiri.

I N B O U N D (Diaeresis, #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang