Sher POV
Aku menarik koperku menembus keramaian bandara. Perjalanan yang nyaris membuatku mati bosan di pesawat telah berakhir. Kuputuskan untuk segera check in ke hotel yang telah kupesan. Lima menit kemudian aku sudah duduk manis di dalam taksi.
Setelah berurusan dengan resepsionis dan mendapatkan kunci kamar aku masuk dan langsung merebahkan diri. Kupejamkan mata sejenak. Mengistirahatkan tubuh yang kurasa mulai jetlag. Setelah beberapa menit aku bangkit dan mulai membongkar koper. Mengambil baju dan bersiap untuk mandi. Serta menghubungi layanan kamar untuk memesan teh panas.
Tanpa berendam aku mandi dan mencuci rambut mengingat aku berada lebih dari 20 jam di pesawat. Sambil meminum tehku, kunyalakan i-phone yang sejak kemarin belum kunyalakan sama sekali. Meski ada fitur airplane, aku lebih memilih untuk menggunakan laptop. 20 panggilan tidak terjawab. 25 pesan tertulis. Dan 418 notif dari medsos. Tidak ada yang penting, semua berurusan dengan pekerjaan kecuali beberapa panggilan dan pesan dari Rose dan Lily.
Lily dan Rose menjadi alasan mengapa aku datang ke kota ini. Esok Rose akan menikah lagi. Ibu Lily ini akan menikah dengan seseorang yang bernama Peter McKnight. Sedang aku sendiri belum sempat untuk bertemu dengan beliau. Kudengar dari Lily ia akan memiliki seorang kakak tiri dari ayah barunya itu. Ku dial nomor Lily.
"SHERINA KAU MEMBUATKU MENUA 10 TAHUN" Aku sempat menjauhkan teleponku sebentar Dan terkekeh.
"KAU MASIH SEMPAT TERTAWA HAH?""Oke Lily, maafkan aku. Aku baru saja tiba sekitar satu jam yang lalu"
"Syukurlah kau tiba dengan selamat. Kukira kau tidak akan bisa hadir. aku benar-benar bahagia saat kau mengatakan sedang dlm perjalanan kemari"
"Bos hampir tidak mengijinkanku, tapi aku berhasil menyelesaikan semua proyek sebelum ambil cuti ini"
"Aku bangga padamu. Kau dimana?"
"Hotel--" belum selesai sudah terpotong Lily yang jengkel.
"Sudah kukatakan padamu bahwa kau berhak untuk tinggal di rumah kita sher!"
"Aku hanya--"
"Aku tidak ingin dengar alasanmu, aku akan marah padamu jika esok kau tak pindah kemari! Titik!"
"Kalau kau memaksaku, aku tidak akan pernah mengunjungimu lagi Lily" kututup sambungan tak peduli Lily akan memakiku diujung sana.
Kurebahkan tubuhku dan aku terlelap.
***
Ero POV
Pikiranku penuh dan emosiku tidak stabil maka kuputuskan untuk terus memacu langkah lebarku berjogging di malam ini. Katakan saja aku aneh karena berjogging di malam hari. selalu seperti ini jika aku butuh tempat untuk pelampiasan dan berfikir.
Setelah hampir berlari sejauh 10km, kuputuskan untuk beristirahat. Kulihat ada swalayan 24 jam di ujung perempatan yang cukup gelap. Ada mesin kopi otomatis di dalam sana. Kopi instan, tidak terlalu buruk.
Sekelebat. Hanya sekelebat, dari ekor mataku tertangkap fitur wajah yang membuatku menengok. Rambutnya sepekat langit malam. Mata hitam yang seakan menelan hidup hidup. Kulit seputih salju. Bibirnya kuyakin lebih manis dari apapun. Kutaksir umurnya sekitar 20 awal. Fitur wajah asia. Indonesia.
Indonesia.
Kilatan masa lalu kembali menamparku. Rasa hampa sampai sekarang masih terasa. Rasa sesal menghimpit dada semakin sesak. Kugelengkan kepala untuk menghilangkan gambaran itu.
Ting! Kopiku keluar dari mesin. Baru saja hampir kuambil jika saja aku tidak melihat pantulan wanita itu dalam bahaya dari mesin penjual kopi otomatis.
Wanita itu dihampiri oleh pemabuk yang memegang botol minumnya yang hampir habis. Meracau tidak jelas dan jarinya menunjuk-nunjuk wanita tadi. Sumpah serapah keluar dari mulutnya.
Entah kenapa tubuhku reflek berlari dan menendang pemabuk itu saat akan menghantamkan botolnya. Seketika aku sadar, wanita iti syok sementara. Pandangan matanya menerawang, pikirannya tidak ada di sini. Wajahnya memucat, menghilangkan warna bibirnya yang merah.
Kuinjak dada pemabuk itu. "Enyah dari sini atau kulepas tulangmu dari sendinya" kuangkat kakiku dan kutendang perut sampingnya. Dengan tertatih ia pergi Sambil mengumpat.
Aku berbalik dan kulihat wanita itu. Ia masih berdiri disana. Tidak bergeser satu inchipun.
"Nona?" panggilku. Ia tak bereaksi. Segera kuraih tangannya dan kududukkan di kursi depan swalayan. "jangan kemana-mana" pesanku. Secepat mungkin kuambil kopiku tadi dan sebatang coklat. setelah kubayar aku berjongkok di depannya.
"Nona?" panggilku lagi. Perlahan matanya mengerjap. Kugenggamkan padanya kopiku yang kini hangat suam.
"Ah, maaf" suara itu keluar dari bibirnya yang mulai kembali warnanya. Tangannya nyaris menjatuhkan kopi jika tidak kugenggam.
"Tidak apa. minum kopinya. Dan ini" kuulurkan sebatang coklat. "makanan manis akan membantumu tenang. Makanlah"
"Terima kasih" suaranya lembut. Membangunkan yang di bawah sana.
Shit.
______________________________________
Hay hay kaliaaaaaaaan 🤗
Aku kembalii ^^ vomment nya dongg. Karena itu akan sangat membantu kelancaran cerita ini.
Gimana nih menurut kalian? Maaf ya kalo ga menarik. Next part author coba yang lebih menarik deh.Btw, ada yg mau bantuin author cari sampul ga buat cerita ini? Syukur syukur ada yang mau bantuin ^^
Salam dari Ero dan Sher selaluuu :*