Bagian 3

31 5 24
                                    

"Gue capek!!" Salwa menjatuhkan bokongnya di barisan paving yang terpapar terik matahari disetiap harinya.

Alea terhenti.

"Baru beberapa putaran masa lo udah capek?"

"Ho oh gue capek banget, istirahat bentar boleh kali ya?" Tanya nya cekikikan.

"Salwa Humaira! Siapa yang suruh kamu istirahat? Mau ditambah lagi hukumannya?" Yang di panggil pun langsung berdiri sigap dan melanjutkan hukumannya.

"Ah bapak guru, Salwa capek atuh." Rajuk salwa memasang wajah memelas.

"Saya tidak peduli, itu urusan kamu"

Salwa melanjutkan hukumannya dengan terpaksa. Entahlah, hari ini tubuhnya sedang tidak bisa diajak kompromi, ia melanjutkan berlari-lari kecil dari pada kena semprotan bapak guru yang menghukumnya tadi.

Dan dipinggir halaman sekolah yang terbilang cukup luas banyak siswa-siswi yang menatap heran dengan para siswa yang sedang berlari-lari mengelilingi halaman itu. Pasalnya jarang sekali anak IX A dihukum. Siswa-siswi yang menempati kelas tersebut notabene nya siswa-siswi yang mempunyai prestasi di sekolah yang sebelumnya.

Kenapa hanya mengelilingi lapangan saja? Apa faedahnya? Kenapa tidak mengangkut sampah, atau mungkin membersihkan kamar mandi putra-putri? Itu lebih bermanfaat. Hardik siswa-siswi yang menyaksikan hukuman tersebut.

"Masak anak unggulan dihukum?" Teriak seseorang dari luar halaman pastinya.

Salwa yang mendengarnya menoleh ke arah sumber suara, Salwa tidak mengenalnya. Salwa menghampiri laki-laki yang berteriak tadi.

"Lo siapa?" Tanya Salwa langsung kepada seseorang yang belum dikenalnya.

"Gue? Yang pasti gue salah satu dari kesekian orang yang benci sama kelas unggulan. Dan sekarang gue seneng kelas unggulan dihukum". Dia berbicara tanpa beban.

Salwa mengepalkan tangannya, ia benar-benar tidak menyukai laki-laki dihadapannya itu. Seenaknya saja dia berbicara tidak menyukai kelasnya secara terang-terangan. Bahkan lihatlah penampilan laki-laki itu. Bajunya yang keluar dari celananya, dasinya yang sudah tidak tertata, kaus kaki yang dipakai tidak sesuai dengan harinya, tas yang masih setia di gendongannya, pastilah laki-laki itu bolos dijam pertamanya, ditambah lagi rambut yang panjang dan sedikit berwarna pirang. Salwa menebak laki-laki keturunan asli jawa yang terlalu antusias berkeinginan menjadi bule dadakan. Mungkin?

Dari kejauhan Krisna melihat Salwa sedang berbicara dengan laki-laki dari kelas lain, Krisna menghampiri mereka.

"Kenapa Sal?"

Salwa masih terdiam.

"Salwa?"

Masih tidak bergeming.

"Lo kenal Salwa?" Krisna bertanya dengan laki-laki didepannya.

"Nggak, dan gue nggak mau kenal sama anak unggulan".

"Dih siapa juga yang mau kenalan sama lo!" Giliran Salwa yang bersuara.

"Awa udah, ayo pergi". Ajak Krisna, Salwa mengangguk lantas meninggalkan laki-laki dengan tangan yang masih terkepal.

"Awa" panggilnya melembut.

"Hmm" salwa hanya bergumam tidak ingin mengeluarkan suaranya.

"Lo kenapa? Pms?"

"Enggak, gue nggak suka aja pas dia bilang terang-terangan kalo nggak suka sama kelas kita". Curhatnya.

"Biarin sih wa, dia punya hak juga buat suka atau benci sama kelas kita"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 09, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Senja di OktoberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang