Prolog

11.8K 675 29
                                    


Iyana tertunduk saat April mencecar dirinya habis-habisan. Dari mulai mengatai ia pagar makan tanaman, perebut kekasih orang sampai kalimat jahanam seperti jalang pun terlontar dari bibir April dengan biadab. Berulang kali Iyana menjelaskan, ia sama sekali tak ada maksud, bahkan ia bersumpah atas nama sang pencipta bahwa bukan ia yang meminta Irlan datang mengkhitbahnya, melainkan Irlan sendiri yang datang dengan kemantapan hatinya.

"Kamu sok nasihatin aku Na, ini itulah, tapi nyatanya apa sekarang, kamu ke makan omongan kan. Dasar pagar makan tanaman!" Sudah biasa bagi Iyana dicamilkan kalimat-kalimat kurang penyaring macam tadi. Bedanya, kali ini, Iyana merasa bahwa April tak sekadar mengumpatnya, tapi benar-benar panas karena kabar yang baru saja ia berikan.

"Bukan gitu, Pril. Wallahi, tidak ada niat merebut Irlan dari kamu, aku malah berharap laki-laki lain yang datang, tapi Allah justru membawa Irlan," ungkap Iyana jujur. Mendengar pembelaan Iyana, April menyeringai. Sejak kapan ia percaya pada kata bualan, menurutnya Iyana hanya berdalih supaya persahabatan mereka yang sudah terjalin selama tiga tahun ini dapat terselamatkan.

"Alah, nggak usah bawa-bawa nama tuhan Na, basi. Bilang aja kamu juga ngarepin Irlan kan. Siapa sih yang nggak mau sama dia, kamu pasti juga berpikir kayak gitu." Tuduhan itu tidak bisa berhenti disuarakan oleh April, ia sudah telanjur mencap Iyana dengan sahabat yang pagar makan tanaman.

"Aku tidak tahu Pril, gimana buat kamu percaya. Tapi memang itu yang terjadi, aku tidak bohong."

April lagi-lagi tertawa miris, bagaimana mungkin ia akan percaya, bagaimana mungkin. Belum genap sebulan ia putus dengan Irlan, nyatanya lelaki itu bergerak cepat meminang Iyana. Tentu saja otak cerdas April menyimpulkan, bahwa Irlan dan Iyana diam-diam bermain api dibelakangnya. Kalau tidak, bagaimana bisa Irlan yang ia ajak menikah sewaktu pacaran menolak dengan alasan belum siap dengan umurnya yang sekarang lalu hari ini berita laki-laki itu mengkhitbah Iyana disiarkan, tentu April tidak habis pikir.

"Kamu tahu kan Na, aku sempat minta dinikahin sama dia. Ya kamu tahulah alasan aku apa minta itu ke dia, tapi nyatanya dia nolak Na, dia nolak aku. Terus secara nggak masuk akal, kamu dilamar sama dia sekarang. Kok bisa?" Iyana terdiam saja, sungguh ia kehabisan kata. Percuma saja menjelaskan pada April yang tentu sudah memvonisnya sebagai pihak terdakwa.

"Sekarang terserah kamu deh Na." April menyambung, memberi jeda sebentar. "Mau kamu terima ya terima aja, tapi kita mungkin nggak bisa kayak dulu lagi. Kalau pun kamu tolak, aku udah telanjur kecewa sama berita ini. Jadi terserah aja Na, aku malas ngurusinnya. Aku juga malas punya sahabat yang tukang tikung kayak kamu Na. Bilangnya aja sahabat, tapi mantan pacar aku diembat juga!"

Iyana masih menyulam kebisuan. Telinganya dibuka lebar-lebar mendengar ocehan April. Dibantah pun percuma, ia sudah tak berhak mengeluarkan pendapat.

"Mending kamu pulang deh Na. Aku nggak sudi liat teman tukang tikung di sini. Jangan kotorin rumah aku dengan kehadiran kamu lagi, Na. Pergi! Dan anggap aja kita nggak kenal sebelumnya." Drama macam apa yang April ciptakan hingga mulut Iyana menganga, tak percaya.

"April, kita berteman udah tiga tahun. Masa hanya karena Irlan, kita memutus tali silatuhrahmi."

"Bukan aku yang mutus, tapi kamu!" tekannya.

"Kalau aku memang pengkhianat, buat apa aku repot-repot datang ke rumah kamu hanya untuk menjelaskan soal ini. Coba kamu pikir, Pril."

"Pergi Na, pintu rumah aku udah terbuka lebar. Aku nggak butuh kalimat bualan kamu itu. Mending pergi Na, sebelum aku makin emosi dan nyakar muka kamu yang cantik itu. Pergi Na, aku bilang pergi!!!" Bulir air mata Iyana menetes pelan-pelan, ditatapnya April yang duduk di sofa tanpa memedulikannya yang menangis

"Aku pulang, Pril," pamitnya.

"Hm."

"Assalamualaikum."

Salam Iyana diabaikan. April sudah eneg melihat wajah Iyana dari mulai pertama kali ia menceritakan, Irlan mengkhitbahnya. Kenapa juga itu menjadi salah Iyana, bukankah pihak bersalah di sini hanya pada Irlan. Iyana hanya korban di sini, tidak lebih. Hadir diantara dua pasangan yang pernah merajut kasih bukan perkara mudah, contohnya saja April yang sepertinya tidak terima Iyana akan dinikahi.

Ada rasa iri di hati April jika benar Irlan melamar Iyana. Dulu mati-matian April mengajaknya menikah, namun Irlan selalu menolak dengan alasan yang sama. Dan fakta pahitnya, Iyana merenggut manis dari buah perjuangan April, tentu saja ia berang. Mendengar nama Irlan saja hatinya mendidih, belum lagi bertemu pasca berpisah, mungkin April akan menghajar rahang pria itu sampai ia tak bisa bicara lagi.

----------------------------------------------------------

(Samarinda, 27 Juli 2017, kamis sore pukul 16.01. Ini kisah spritual jadi apabila ada kesalahan mohon ditegur yaa, sama-sama belajar😊)

My Iyana (TERSEDIA DALAM VERSI NOVEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang