Jika tak bisa seperti dulu lagi, mengapa harus kembali?
¦ A L P H A B E T
Sagara membuka pintu rumahnya dengan pelan agar tak menimbukan decitan pintu, setelah itu dia tutup kembali. Dia melepas sepatunya dan dia bawa hingga ke kamarnya."Bagus, gak usah pulang sana sekalian."
Sagara berhenti, dia menatap pada seorang laki-laki paruh baya, Papanya, dengan wajah datar.
"Ada apa?" tanyanya acuh.
Papanya mendekatinya, lalu menampar Sagara dengan sekuat tenaganya sehingga menimbulkan suara yang cukup keras. "Ada apa kata mu?! Habis dari mana kamu?!"
"Papa!" teriak adiknya yang bernama Jona. Jona mendekati Papanya dan mencoba melerai keduanya. Selalu saja Papanya memperlakukan kakaknya seperti ini.
Dia tak tau apa salah kakaknya selama ini sehingga kakaknya diperlakukan tak adil. Kakaknya itu laki-laki, mengapa kakaknya tak boleh pulang larut seperti ini? Padahal jam masih menunjukkan pukul sembilan malam!
"Papa apa-apaan sih! Wajar dong kalau kakak pulang malem, kakak itu cowok Pah!" balas Jona dengan menatap Papanya.
Papanya menatap padanya murka. Sejak kapan anak-anaknya berani kepadanya? Siapa yang mengajari anaknya seperti ini? Pasti wanita sialan itu!
"Diam kamu! Papa gak ada urusan sama kamu, minggir!" Papanya mendorong tubuhnya hingga membuat Jona tersungkur dilantai.
Sagara menggertakkan giginya. Dia tak terima adiknya diperlakukan seperti itu juga oleh Papanya. "Papa boleh nampar Sagara, mukul Sagara, adili Sagara. Tapi tidak dengan Jona!"
Setelah dia mengatakan itu, Sagara membantu adiknya bangun lalu membawanya pergi keluar dari rumah yang sudah dia anggap seperti neraka.
"Mau kemana kak?" tanya Jona pada Sagara.
Sagara juga sedikit bingung, mau kemana dia membawa adiknya? Ke basecamp Zeus juga tidak mungkin. Bisa-bisa adiknya kena gombalan kacang dari teman-temannya.
"Ikutin kakak aja, tapi kita jalan kaki aja ya?"
Jona mengangguk. Tidak apa-apa dia berjalan kaki, yang penting dia sudah aman bersama kakaknya.
Sagara dan Jona terus berjalan tanpa arah.
¦ A L P H A B E T
"Bunda, aku pengen es krim yang deket kedai woles." aku menatap Bunda yang sedang menyetir dengan wajah memelas.
Sejak dari pagi, aku ingin merasakan es krim rasa taro yang dijual didekat kedai woles. Namun banyak sekali rintangan yang harus ku selesaikan, sehingga aku tak bisa membelinya.
"Udah malem Nay, nanti batuk."
Aku merengut kesal. Kemudian mata ku memicing saat melihat seorang laki-laki dan perempuan yang berjalan beriringan. Postur tubuh laki-laki itu seperti orang yang ku kenal. Tetapi siapa...
Aku semakin memicingkan mata saat mobil yang dibawa Bunda hampir dekat dengan pejalan kaki itu.
Ah, Sagara!
"Bun-bun! Berhentiin mobilnya!" teriak ku sambil menepuk-nepuk lengan Bunda yang sedang menyetir.
Bunda tersentak kaget dan langsung menginjak rem. Tubuh ku sedikit terkejut sehingga membuat tubuh ku terpental ke depan.
"Kamu ya! Bunda kaget tau gak?!"
Aku meringis kecil. "Bentar Bun, ada temen Naya diluar." Aku melepaskan seatbelt ku, dan membuka pintu mobil.
Mengapa laki-laki itu keluar bersama seorang perempuan malam-malam begini?
Aku berlari kecil mengejar dua orang itu sambil meneriak-riakkan nama Sagara.
"Naya jangan lari, ingat asma mu!" teriak Bunda.
"Sagara!"
Kedua orang itu berhenti. Sagara dan perempuan itu menoleh pada ku. Perempuan itu menatap ku dengan wajah yang penuh harap. Sedangkan Sagara wajah nya seperti terlihat sedang bingung.
"Pacar mu kak?" tanya perempuan itu pada Sagara dengan bisik-bisik.
Aku terkekeh pelan. Bagaimana bisa perempuan itu berbisik pada Sagara namun aku masih bisa mendengarnya?
Sagara menggeleng yang membuat ku hati ku sedikit tercubit.
Perempuan itu hanya ber'oh ria.
Aku kembali menatap pada Sagara yang kini sedang menatap ku datar seperti biasa. Tangannya menggenggam tangan perempuan itu.
Dia mengikuti arah pandangan ku. Setelah itu dia mengeluarkan suaranya. "Ada apa?"
"Ka- kamu eh maksud ku, lo, eh-" Aku memukul kepala ku pelan. Mengapa aku tak bisa mengeluarkan sepatah kata apapun?!
Perempuan itu tertawa, lucu. Kedua matanya sama seperti milik Sagara, apakah dia adiknya?
"Cepet, mau ngomong apa?"
Aku menggaruk tekuk leher ku yang tak gatal. Cara menatap Sagara pada ku membuat ku sedikit kikuk.
"Dia siapa?" tanya ku sambil menatap pada perempuan yang masih berada disebelahnya.
Perempuan itu tersenyum lebar. Tangannya terulur pada ku. Lantas aku membalas uluran tangannya. "Nama ku Jona, adiknya kak Saga. Salam kenal kak!"
Oh, adiknya.
Aku ikut tersenyum, "Nama kakak Kanaya. Kamu bisa panggil kak Naya." setelah lepas jabat tangan. Aku menatap kepada Sagara. "Kalian mau kemana?"
"Gak tau, kak."
Aku terkejut, terus mereka berdua mengapa keluar malam-malam begini? Mana gak bawa kendaraan lagi.
"Terus ngapain keluar?"
"Di usir Papa," balas Jona lagi.
Aku terdiam membisu.
"Mau ikut kakak ke rumah gak?" ajak ku.
Mata Jona terlihat berbinar, tetapi tangan Sagara kembali menggenggam tangan Jona. Membuat Jona sedikit peka apa yang dimaksudkan oleh Sagara. Sagara tak setuju dengan tawaran ku.
"Untuk sementara, sampai kalian boleh pulang ke rumah kalian." lanjut ku.
"Kak," gumam Jona. Matanya menatap berharap pada Sagara.
Sagara menhela nafasnya pasrah. "Hanya sementara." ucapnya yang membuat ku tersenyum lebar.
"Ayo ikut aku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Alphabet
Teen FictionDia Sagara seorang laki-laki yang penuh misteri. Dan dia Kanaya, perempuan penuh kejutan